Segala sesuatu yang ditakdirkan bersama, maka apapun yang mencegahnya, dia akan menemukan jalan untuk menyatu.Pun sebaliknya, sesuatu yang tidak di takdirkan bersama, maka apapun yang tidak lakukan, dia tidak akan pernah menyatu.
******
Gadis itu menatap dirinya di depan cermin, ia duduk tepat di meja rias miliknya. Bahkan ia tampak begitu cantik dengan balutan dress pink selutut tanpa lengan sedangkan rambutnya ia cepol dengan menyisahkan sedikit anak rambut untuk penghias.Gadis itu menatap wajahnya tanpa ekspresi pikirannya kalut. Tubuhnya gelisah ia belum siap untuk bertemu dengan calon suaminya itu. Tapi ia bisa apa.
Mungkin ini sudah takdir hidupnya harus menerima perjodohan ini. Aqilla juga tidak ingin membuat orang tuannya murka karena bantahannya.
Bagaimana dengan Bobby? Gadis itu sudah melupakannya, untuk apa memperjuangkan kalau yang di perjuangkan saja menghianatinya.
Bahkan Aqilla merasa berdosa karena membohongi orang tuannya karena pria itu.
Tok,,tokk,,
Ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
Pintu terbuka "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Airin yang mendekati putrinya.
Aqilla tersenyum tipis menatap mamanya di pantulan cermin.
"Sayang mama harap kamu bersikap baik kepadanya, buang rasa kekesalanmu dan mau menerimanya! Dia itu pria yang baik mama yakin kamu akan menyukainya".
"Iya mah, insya allah" ucap Aqilla.
"Udah yukk, papa dan calonmu sudah menunggu di meja makan!" Ajak Airin menarik tangan putrinya.
Airin menuntun putri bungsunya keluar kamar. Airin sedikit lega karena putrinya mulai penurut.
"Bagaimana kerjaanmu?" Tanya Farid yang berada di ruang makan.
"Alhamdulillah, lancar om," jawab Farqah mantap.
"Jangan panggil om, panggil papa saja nanti kan kau bakal jadi menantu rumah ini," ucap Farid sedikit menggoda.
Farqah tersenyum "baik pah".
"Kau itu seperti alm.papamu pekerja keras. Dulu ketika muda papamu tidak ada lelahnya bekerja dan bekerja".
"Begitulah mungkin sifatnya menurun padaku," kata Farqah dengan menggerakan bahunya.
Aqilla sedikit menegang ketika melihat punggung bagian belakang pria itu. Ia dan sang mama sedang menuruni anak tangga. Papanya tersenyum dan berkata "itu dia sudah datang!"
Farqah yang mengikuti arah pandangan Farid segera berdiri seraya membalikan tubuhnya.
"KAU!!" Pekik Aqilla.
Farid dan Airin saling menatap sedikit bingung dan menatap kedua remaja yang berada di depannya.
"Apa kalian sudah saling mengenal?" Tanya Farid.
Kalau papa tahu aku pingsan di jalan apalagi gegara Bobby abis lah aku, batin Aqilla.
Aqilla tertawa kecil "nggak ko pah, aku bahkan baru bertemu dengannya, iyaa kan?" bohongnya dengan menatap Farqah.
Ya allah maafkan aku berbohong lagi, batin Aqilla.
"Oh i,,iya, belum om" kata Farqah gugup.
Farqah menghela napas dan membatin, Bahkan aku ikut berbohong huff.
"Ya sudah ayoo kita makan!" Ajakan Airin.
Ternyata pria yang menolongku adalah calonku, walaupun dia sudah baik telah menolongku tapi aku belum bisa menerimananya, batin Aqilla.
Walapun ia sedikit acuh belum bisa menerimaku, tapi aku akan tetap berusaha mendapatkan hatinya, batin Farqah.
Sebenarnya Farqah tahu kalau gadis yang ia tolong adalah calonnya. Akan tetapi ia tidak mengatakannya malam itu. Farqah tahu Aqilla masih memikirkan lelaki lain.
Setelah selesai makan malam mereka berempat bercengkrama di ruang keluarga. Mereka mengobrol sesekali tertawa, Aqilla hanya diam dan sibuk dengan ponselnya membalas chat dari dua sahabatnya.
Farqah melirik Aqilla yang sedikit cuek. Dalam hatinya mungkin perjodohan ini akan menyakiti seseorang tapi ia juga tidak mau mengecewakan alm.ayahnya dan kedua orang tua Aqilla. Farqah berharap dengan seiringnya waktu gadis itu bisa menerimanya.
Aqilla yang merasa ada yang memandanginya, ia menolehkan kepalanya. Mata hitamnya bertemu dengan mata coklat Farqah. Mereka cukup lama saling menatap, bahkan tak ada yang mengakhiri tatapannya.
"Ehemmm," Farid berdehem melihat dua insan saling menatap. Airin tersenyum bahagia, ia berharap ini pertanda baik.
Aqilla gugup mengalihkan pandangannya ke sembarang arah sedangkan Farqah menggaruk tengkuk leher yang tak gatal.
"Sabarlah setelah menikah kalian bisa sepuasnya saling memandang," kata Airin godannya.
Farid mengangkat satu alisnya. "Apa kalian sudah tidak sabar?" Tanyanya.
Aisss papa sama mama apa-apaan cie, batin Aqilla mencibikkan bibirnya.
Aqilla menunduk malu sedangkan Farqah tersenyum kaku.
***
Siang ini Aqilla berada di sebuah mall bersama kedua sahabatnya. Mereka akan menghabiskan waktu seharian nonton, shoping dan juga hosib-hosib manja.
Hari ini libur kuliah, biasanya Aqilla akan bermalas-malasan di rumah. Akan tetapi kedua sahabatnya memaksanya untuk ikut.
"Gimana cowok itu?" Tanya Dinda tiba-tiba.
Kini mereka berada di sebuah cafe di dalam mall, mereka sedang menunggu pesanan yang mereka pesan.
Aqilla mengernyitkan dahinya "cowok siapa?" Tanya balik.
Rere menghela napasnya gusar "hadehh, cowok yang mau dijodohin sama kamu lah".
"Ganteng nggak, gantengan mana sama Bobby?" Tanya Dinda dan mendapat sikutan dari Rere. Ia keceplosan menyebut nama itu.
"Biasa aja," bohongnya.
Ya memang dia lebih tampan dari pria brengsek itu, tapi ntah kenapa aku belum bisa menerimanya, batin Aqilla.
"Pasti bohong," tebak Dinda.
Aqilla diam.
"Ayo cerita Aqilla aku penasaran banget nih," bujuk Dinda.
"Sudahlah jangan di bahas aku tidak ingin membicarakan, kita bahas yang lain saja," ucap Aqilla.
Tak lama pesanan mereka datang. Mereka bercengkrama sesekali tertawa yang mengundang perhatian sekelilingnya.
~NEXT~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
Romance#Beberapa bab private acak# Bertemu denganmu mungkin takdirku walaupun lewat jalur seseorang. Aku memilihmu bukan karena ketertarikan fisik yang kau miliki. Aku memilihmu karena aku merasa kau pantas untukku dan membahagiakamu adalah tujuanku. -Far...