9

9.4K 292 0
                                    

Adelia Watson

Rumah itu seperti istana dan juga sama dinginnya dengan istana. Rumahnya indah, sunyi dan sempurna, dan benar-benar lengang dan terus terang saja, membuatku takut setengah mati.
Pintu menutup di belakang kami dengan ketegasan yang mengirimkan rasa beku ke tulang belakangku dan aku mengikuti Adam menuju ke
sebuah aula luas yang dipenuhi oleh bermacam-macam foto keluarga yang bisa kupelajari nanti.

Aku mendengar suara-suara yang berasal dari sebuah ruangan yang berada di ujung aula itu dan kami memasukinya. Ruangan keluarga yang luar biasa luas yang keseluruhan dindingnya adalah jendela dan langsung mengarah ke lautan. Aku bisa melihat ombak berbuih putih melalui kaca jendela,
dan itu adalah pemandangan paling luar biasa yang pernah kulihat.

Adam bahkan tak menyadari hal itu. Dia terlalu fokus kepada dua orang yang tengah duduk di sofa, keduanya mengenakan kain
beludru mewah berwarna cokelat tua untuk membungkus tubuhnya yang tinggi dan langsing itu, keduanya menyambut kami dengan
langkah cepat.

Aku merasakan tegang di perutku dan tanganku digenggam secara tiba-tiba oleh Adam, jemari kami bertautan. Pertunjukan kasih sayang
itu sejanak membuatku terkejut, namun kemudian aku mengingatnya. Aku adalah pacarnya Tunangannya..

Aku memainkan peran itu dan begitupun dengannya dan kami melakukannya untuk kedua orang yang tengah berdiri di hadapan kami dengan pandangan penuh ekspetasi di wajah keduanya.

"Adam, aku senang sekali melihatmu lagi. Kau tambah tampan sayang" Seorang wanita paruh bayah memeluk dirinya.

Dia melepaskan tanganku lalu membalas pelukan wanita paruh bayah itu. Itu adalah Ibunya Adam. Lalu Adam melingkarkan lengannya di bahuku, menarikku mendekat padanya. Aku menabrak badannya yang hangat dan keras, dan aku merasa sesuatu menggelenyar di dalamku. Dia sekeras batu dan aku tak punya pilihan selain melingkarkan lenganku di sekitar pinggangnya dan menempel padanya dengan senang hati. Aku tak ingin memprotesnya..

Aku mengatakan Ibunya cantik, yang kumaksud adalah benar-benar luar biasa memukau. Rambutnya yang kehitaman panjang dan lurus, menggantung hampir sepanjang pinggangnya. Tulang pipinya tajam dan kulitnya berwarna hangat sewarna buah zaitun dan matanya berwarna cokelat gelap. Dia menjulang di atasku dan aku tak bisa menduga hal lain selain dia dulunya adalah seorang model mengingat badannya yang ramping alami itu. Adam melepaskanku dari rangkulannya lalu segera memeluk Ayahnya juga.

"Inikah si Adel-mu itu?" Suara Ayahnya yang merendahkan
membuatku merasa terpinggirkan dan aku menegakkan tulang belakangku dengan kaku. Adam menyentuh punggungku dengan jemarinya, dan sentuhannya membuatku yakin.

"Ya, aku Adelia. Senang berkenalan denganmu." Aku mengulurkan tanganku lalu tersenyum kepada Ayah dan Ibunya Adam.

"Panggil saja aku Anne. Dan ini suamiku Zac" katanya padaku. Ia tersenyum hangat padaku dan kurasa semua akan baik-baik saja.

"Dad. Ini Adel. Pacarku" Ayah Adam menatapku dari bawah hingga atas. Tatapannya membuatku sangat tak nyamn.

"Benar. Cantik seperti namanya Dam.. senang berjumpa denganmu Adelia." katanya melirik ke Adam dan seketika Aku menghela nafas lega.

"Ayo kita langsung kemeja makan" kata Anne memecahkan suasana canggung. Anne menarikku dan membantunya segera menyiapkan makanan dimeja makan. Sementara Adam, aku melihatnya berbincang dengan Ayahnya dibalkon yang memperlihatkan lautan indah diluar sana.

"Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan Adam, Adel?" Tanya Anne yang menyadarkanku dari lamunanku.

"Engg.. Dua bulan Anne" jawabku seadanya.

"Well. Kurasa kau gadis yang baik. Aku menyukaimu" katanya lagi

Aku tersenyum kearahnya "kau tau? Kau adalah gadis pertama yang Adam bawa kemari setelah Olive" katanya lagi.

"Olive?" Aku tak ingat Adam pernah menceritakan tentang Olive. Kurasa tidak. Adam tak pernah menceritakan apapun tentang Olive.

"Ya. Kau tak tau?" Aku menggelengkan kepalaku. Lalu Anne tersenyum. "Tanyakanlah pada Adam nanti. Lebih baik kau mendengar sendiri darinya" katanya sambil memberikanku dua buah gelas agar meletakkannya di atas meja makan.

Aku hanya mengangguk lalu menyimpan gelas tersebut disamping piring. "Kau memiliki pekerjaan?" Tanya Anne lagi.

"Yah. Aku bekerja membantu Ibuku mengurus restoran milik peninggalan Ayahku" kataku tersenyum kearahnya. Walaupun terkadang aku bekerja disebuah bar.. sambungku dalam hati.

"Whoaa.. apa yang kami lewatkan?" Tiba-tiba Zac--Ayah Adam sudah duduk diatas kursi. Aku tersenyum kearahnya "Hanya obrolan kecil dengan Adelia sayang" kata Anne dan dia duduk disisi sebelah kiri Zac.

Aku melirik Adam. Ia tersenyum kearahku lalu menarikkanku kursi untuk duduk. "Silahkan duduk sayang" katanya lembut.

Aku tersenyum dan kemudian duduk dikursi tersebut. Ia duduk disampingku. Ayah dan Ibu Adam sangat menyenangkan. Kami selalu nyambung dengan obrolan apa saja.

"Jadi? Kapan kalian menentukan tanggalnya?" Tanya Zac tiba-tiba

Aku terbatuk mendengar pertanyaan yang diberikan Zac pada kami. Ini diluar rencana. Aku menatap Adam. Ia terlihat tenang dan biasa saja. Sial..

"Belum Dad. Kami belum memikirkanya" jawabnya santai. Aku hanya terdiam dan menunduk menatap minuman dihadapanku

"Kau harus memikirkannya nak. Kau taukan Ayah dan Ibumu ingin segera memiliki cucu" Kata Anne lagi.

Aku kembali terbatuk dan Adam memberiku selember tissue lalu aku menerimanya "kau tak apa sayang?" Katanya lembut

"Ya its oke Dam" kataku lirih..

"Kurasa kami butuh waktu Dad"

"Jangan kelamaan sayang. Kau harus segera membicarakannya. Kabari Ayah jika kau sudah menentukan tanggalnya" Kata Zac.

"Iya Dad" Ujar Adam pasrah.

"Ajaklah Adelia keacara pembukaan Hotel kita besok malam nak" Kata Anne.

"Baiklah Mom" Adam melirikku lalu tersenyum kearahku. Aku memberikan tatapan tidak mengerti padanya.

-----------

Happy Reading guys..

Jangan lupa Vomment.

Xx

Adelia's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang