Adelia Watson
Anne meminta kami menginap dirumahnya. Acara semalam berjalan dengan lancar.
Seharian ini Adam mengabaikanku, dan itu bagus. Serius. Aku tak keberatan ditinggalkan sendirian di paviliun ini.
Adam pergi main golf dengan ayahnya tadi pagi dan aku belum melihatnya sejak itu. Aku bahkan tak tahu dia sudah kembali atau belum. Dari semua yang kuketahui, mereka bisa saja tengah berkumpul bersama sementara aku tertahan di rumah ini sendirian.
Aku terdengar menyedihkan bahkan ketika aku mengatakannya dalam pikiranku. Di samping itu, aku tahu dia tidak di rumah karena
aku tak kemana-mana seharian ini dan belum melihat mereka
kembali.Ditinggalkan sendirian membawaku kembali ke kenyataan sebenarnya. Lagi-lagi. Dan itu hal yang bagus. Aku terlalu terpesona terhadap Adam ketika aku bersamanya dan itu bukanlah hal yang bagus.
Dengan cara ini, menghabiskan waktu seorang diri di rumah
khayalan dengan pemandangan khayalan ini, aku tahu kalau
semuanya hanya fantasi.Ketika akhirnya pintu terbuka tepat jam 7.30 malam, aku
dipenuhi perasaan lega. Aku mendengar gema langkahnya di lantai, melihatnya berjalan, menuju ke kamarnya ketika aku duduk di ruang santai.Selimut bulu imitasi lembut menutupiku dan aku seolah
tenggelam di sofa. Dia tak menyadari kehadiranku dan tak repot-repot mengatakan apapun.
Dengan cemas kugigiti kukuku, perutku bergejolak karena aku tak makan malam. Aku mendengarnya masuk ke kamarnya dan menutup
pintunya pelan, dan aku bernafas dengan lega. Tadi aku menahan nafasku dan bahkan tak menyadarinya.Tidak sampai dua menit kemudian dia keluar dari kamarnya, masuk
ke ruang santai dan berhenti seketika ketika melihatku."Hai."
"Hai." Aku menekan bibirku, mengingatkan diriku sendiri untuk bernafas.
"Aku tak melihatmu ketika masuk tadi." Dia terlihat luar biasa dengan sweater bertudung berwarna hitam dan celana khakinya, rambut gelapnya berantakan karena angin. Aku berani bertaruh jutaan dolar bahwa dia memakai kaus Polo di baik sweater-nya, walaupun dia tak akan memakai celana kotak-kotak berbahan kargo. Walaupun aku tak tahu apapun tentang golf.
"Aku duduk di sini seharian ini." Dia menyentuh rambut di kepalanya dan tanganku gatal ingin melakukan hal itu. Aku ingat betapa lembut rambutnya, betapa dia menyukainya ketika aku menyentuhnya.
"Aku tak tahu kau berada di mana seharian ini," Aku
mengucapkannya untuk mengisi kesunyian karena dia tak mengatakan apapun."Aku minta maaf karena meninggalkanmu begitu lama." Aku menduga dia berusaha dengan keras minta maaf padaku. Aku bertaruh, dia bahkan tak akan menjawab siapapun sebelumnya.
Aku mengangkat bahuku, bertingkah seolah dia tak menggangguku. "Aku bukan penjagamu."
"Ya, tapi kau adalah tamuku. Aku yakin kau bosan seharian ini." Dia mendekat ke sofa dan saat itulah baunya menghantamku.
Dia berbau bir. Dan matanya memerah, begitupun pipinya.Aku yakin dia mabuk. Aku langsung waspada dan aku menjauh ke sudut ketika dia duduk di sampingku. Aku benci bau bir—gila, mengingat
aku terkadang kerja di bar."Aku baik-baik saja," kataku. "Aku duduk di pantai lama sekali."
"Kau tak kedinginan? Cuaca tak bersahabat akhir-akhir ini."
Aku mengangkat bahu."Aku akan menahan semuanya ketika masih di sini. Tak mungkin aku akan berada di sebuah tempat lain yang
seindah ini lagi.""Maaf karena aku tak berada di sini, Adel" Suaranya melembut,
ekspresinya… menghancurkan hatiku. Dia terlihat sangat suram, sangat menderita, ku harap aku bisa mengatakan sesuatu, melakukan sesuatu yang bisa meringankan deritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's Love Story
RomancePerjalanan kehidupan Adelia Watson seorang wanita yang berparas cantik dan sexy. Petualangan kehidupan manis dan pahit yang dirasakannya untuk menemukan cinta dan kebahagiaanya dan memasuki kehidupan seseorang yang masih belum melupakan masa lalu. ~...