18

6.4K 193 0
                                    

Adam Efron

"Ada laki-laki lain dalam kehidupan gadis yang harusnya jadi pacarmu itu…"

Aku berbalik ketika mendengar suara Kylie dan menemukan dia
mengikutiku ke taman yang terhubung dengan halaman belakang untuk berbicara denganku. Dan kami benar-benar hanya berdua.

Seluruh tubuhku diselimuti ketegangan dan aku menegakkan bahuku, bersiap menghadapi pertempuran. "Apa yang kau
bicarakan?" Kylie mengangkat bahunya, ekspresi wajahnya benar-benar tak terbaca. "Aku mendengarnya bicara di telepon. Dia bilang kepada siapapun temannya berbicara bahwa dia merindukan laki-laki itu,
berharap dia melewatkan hari bersama dengannya dan merencanakan kencan dengan nonton film berdua ketika dia kembali nanti."

Dia benar-benar meyakinkan ketika menyampaikan kabar
buruk ini padaku, dan aku bersusah payah menunjukkan bahwa segalanya baik-baik saja, bahwa kata-katanya yang keji dan menjijikkan itu tak mempengaruhiku sama sekali.
Tapi sebenarnya, kata-katanya berhasil mempengaruhiku.

Adelia benar-benar menjauhiku semalam setelah segala hal yang terjadi di antara kami. Keadaannya berbalik 180 derajat dan aku tak menyukai hal ini.

Dia meninggalkanku saat aku membuka mataku dan tak kembali kekamarku. Dia telah membuatku terangsang, kemudian meninggalkanku, adrenalin masih membuncah di dalam sarafku dan membuatku bergairah, benar-benar berhasrat menjelajahi setiap inchi tubuhnya seperti yang
dilakukannya padaku.

Ketika aku menyadari bahwa dia tidak ada disampingku semalam lagi bahkan hingga kini aku belum menemuinya ataupun berbicara dengannya sejak pagi tadi. Sepertinya dia memang sengaja bersembunyi dariku.

"Adelia tak punya orang lain dalam hidupnya. Hanya aku," Aku bergumam, memandang ke arah pintu masuk yang langsung mengarah ke rumah utama.

Kylie bergerak cepat dari arah kiri, meraih lenganku hingga aku tak sempat mengelak, jemarinya menekan dagingku. "Kau tak tahu pasti masalah itu, bodoh. Aku yakin si Jalang itu akan bersedia membuka lebar-lebar kakinya kepada siapapun yang memintanya."

Hampir saja tanganku menampar wajah Kylie yang menjijikkan, aku merasa sangat marah. "Jangan berani-berani menyebutnya seperti itu,"

Aku berkata di selah gigiku yang gemetar menahan amarah.
"Jangan berani-berani? Aku mendengarnya. Dia menyebut laki-laki itu dengan sebutan
sayang. Dia mengatakan dia mencintainya sebelum menutup telepon. Hadapi kenyataannya, Adam, dia menghianatimu dengan laki-laki lain. Dia tak ada bedanya dengan Olive. Dia hanya mengincar hartamu" Kylie menyebut nama Olive. Seketika tubuhku membeku mengingat kenangan buruk saat Olive meninggalkanku yang nampak begitu menyedihkan.

"Ada apa? Aku benar kan. Dia sama saja seperti wanita---"

"Persetan denganmu. Jangan berani-berani mendekatiku, sialan. Dan berhentilah menjelek-jelekkan pacarku, kau wanita jalang! Aku bahkan sudah melupakan Olive."

Aku menghentakkan tanganku dari pegangannya dan mendorongnya ketika melewatinya, berjalan terburu-buru ke dalam rumah. Aku
ingin bertemu Adelia. Aku butuh konfirmasi darinya sekali saja
bahwa dia benar-benar tidak berbicara dengan laki-laki lain ketika dia bersama denganku.

Aku tahu aku tak punya hak apapun terhadapnya. Tapi setidaknya dia bisa menelepon laki-laki ini ketika tak ada seorangpun yang bisa mendengarnya. Maksudku, ayolah.. Dia membuatku terlihat seperti orang bodoh dan memberikan Kylie senjata untuk menyerangku.

Dan gagasan bahwa Adelia mungkin saja bicara dengan cowok lain ketika dia sedang menghabiskan waktu disini bersamaku? Sialan, aku tak bisa menerimanya.

Darahku mendidih dan rasa cemburu menggerogotiku hingga kupikir aku telah berubah menjadi pecundang sebenarnya, aku berjalan dengan langkah panjang-panjang ke arah rumah, tidak menghiraukan Ayah dan Ibuku ketika dia memanggilku, juga Kylie ketika dia berhasil menyusulku dan menarik tanganku lagi. Aku tak
menemukan Adelia di dalam rumah, dan ketika akhirnya aku menemukannya, dia tengah berdiri di teras depan sambil memandang laut lepas dan pandanganku tiba-tiba memerah.

Tiba-tiba saja, aku ingin sekali menendang bokong seseorang, aku diliputi amarah yang membuatku tak bisa berpikir jernih.

Aku membuka pintu depan, aku melangkah ke luar, melangkah menuju ke arahnya. Pandangan kami bertemu dan aku melihat sekilas tatapan takut, kekhawatiran..dan amarah dalam tatapannya.

Ketika akhirnya aku berhenti di hadapannya dan aku
sangat marah. Kepadanya. Kepada Kylie. Kepada Ayah dan Ibuku. Dan pada diriku sendiri yang berpikir aku memiliki semacam ikatan dengan gadis ini, gadis yang sama sekali tak berpikiran seperti itu terhadapku.

"Kau bersama orang lain," kataku, tak repot-repot menahan nada bicaraku.

Dia mencibir, "Kulihat
kau sudah bicara dengan nenek sihir itu."

"Katakan apa yang terjadi."

"Memangnya itu urusanmu?"

"Kita telah sepakat untuk berpura-pura kau menjadi pacar--tunanganku selama dua bulan. Jadi kupikir, tentu saja hal sialan itu menjadi urusanku."

Aku meraih lengannya dan menyentaknya mendekat, memandang langsung ke matanya yang coklat. Aku ingin melihat jika dia berbohong padaku. Bahwa segala hal yang
kami lakukan kemarin tak lebih dari sekedar sesuatu yang tak
bermakna baginya.

Itu menyakitkan. Lebih dari yang bisa kuakui.

"Jadi kita kembali ke masalah itu, hah? Semua kata-kata manis dan  kemarin itu hanya karena aku membuatmu marah. Sekarang kita kembali ke awal lagi, ke masalah pacar bohongan itu lagi."

Dia marah. Tapi aku lebih marah darinya. "Katakan yang sebenarnya. Apakah ada cowok lain?"

"Aku akan mengatakan yang sebenarnya jika kau memberitahuku apa yang terjadi dengan hubunganmu dan Olive" Dia membalas membentakku. Rasa terkejut membuatku terdiam dan aku melepasnya, mundur beberapa langkah. Sialan. Aku tak memperhitungkan hal tersebut. Kupikir aku masih memiliki waktu sedikit lebih lama sebelum aku bisa menceritakan tentang Olive. "Tak ada yang perlu kuceritakan," aku bergumam, menolak menjelaskan detilnya, mengabaikan perasaan bersalah yang membekukan dadaku.

"Baik, kau lupa menceritakan tentang hubunganmu dengan wanita--Olive dan bahkan kalian tinggal bersama dirumah ini. Maksudku, pantas saja jika kau enggan kembali kemari, akupun akan begitu. Aku yakin rumahmu penuh dengan kenangan buruk sekaligus kenangan manis kalian yang tak ingin kau ingat."

"Kau benar sekali." Dia berusaha mengalihkan perhatianku dan aku menjadi semakin marah karena hal itu. Kami tak sedang
membicarakan Olive sekarang. "Siapa laki-laki itu, Adel?"

---------------

Bersambung....

Jangan lupa Vomment.

Xx

Adelia's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang