27

5.4K 174 2
                                    

Selamat membaca:)

***

Adelia Watson

Aku tak bisa tidur. Aku terlalu gelisah, terlalu khwatir... Eric memesan pizza karena kami belum makan malam. Ibuku tak memasak karena isi kulkasku yang sangat kosong. Besok kami akan berbelanja.

Kami menonton film tahun 90an diTV kabel, salah satu kemewahan yang dengan senang hati aku bayar untuk membuat aku senang dan ada hiburan saat berada dirumah. Kami bahkan
sampai mengerang karena kelaparan. Setelah sekian lama kami tak bertemu, kami membahas apa aja.

Tapi sesungguhnya, Aku memikirkan Adam. Senyumannya, bagaimana dia menyentuhku, bagaimana dia memperlakukanku sangat lembut dan manis, cara dia memandangiku saat dia menarikku kepangkuannya, rasa bibirnya, kehangatan nafasnya, sentuhan tangannya pada kulit telanjangku. Dia menghantui pikiranku dan hatiku.

Aku tidak bisa membayangkan Adam yang sendirian di suatu tempat dengan pikiran-pikirannya, kenangan-kenangannya, masalah-masalahnya saat ini.

Aku memeriksa ponsel lagi dan lagi, berharap ada sms, telepon atau apapun. Tapi dia tidak menghubungiku dan aku tak akan menghubunginya.

Tapi...

Mungkin Adam butuh waktu, aku menunda pikiranku tentang Adam ketika aku melihat Eric sedang bertingkah konyol untuk membuat suasana tidak sepi.

~~

Di luar hujan masih turun dan aku berbaring dalam gelap, menatap langit-langit kamar. Aku tidak bisa menghilangkan Adam dari pikiranku. Aku harus memastikan bahwa dia aman dan baik-baik saja. Tanpa berpikir panjang aku meraih ponsel dan secepat kilat
menulis dan mengirim pesan untuknya sebelum aku sempat berpikir untuk menghapusnya.

Aku keluar dari kamar tidur dan menuju ruang tamu dan meringkuk di sofa, membungkus badan dengan selimut lusuh dan menghidupkan TV kembali. Eric izin padaku dan Ibu untuk mengurus beberapa hal. Ia akan kembali besok malam. Sedangkan Ibuku, ia sudah tertidur dikamarnya.

Sudah larut malam, hubungan palsu kami secara resmi sudah
berakhir. Menit berubah menjadi jam, aku menyadari bahwa dia tidak akan kembali. Dia menepati janjinya atas kesepakatan awal. Aku bukan lagi siapa-siapa untuk Adam. Dan kini aku terbebas darinya. Terbebas dari hubungan palsu kami.

~~

Adam Efron.

Aku tersadar di tempat tidur, masih mengenakan jeans dan baju hangat, tidak ada selimut disekitarku. Aku pasti sudah tertidur berjam-jam karena aku terbangun dengan rasa pusing dan kebingungan. Otot-ototku sakit dan mulutku kering, perutku menggeram setelah melewatkan dua kali jam makan. Aku tidak pernah seperti ini.

Aku Melihat sepintas di meja samping, waktu menunjukan jam dua lewat dini hari dan aku terduduk, menggaruk belakang kepala dan menghidupkan lampu. Saat aku mengambil ponsel diatas meja samping, memeriksa telepon masuk atau pesan, aku melihat satu
pesan dari Adelia. Sial, dia
mengirimkan pesan itu berjam-jam yang lalu. Berjam-jam lamanya. Aku benar-benar merasa seperti bajingan.

Aku turun dari tempat tidur dan bergegas. Menyimpan ponselku disaku belakang dan mengambil kunci. Harusnya aku membalas pesannya tapi itu akan menghabiskan waktu dan aku benar-benar harus menemuinya.

Aku membuatnya menunggu berjam-jam. Aku telah mengecewakannya... Aku tak tahan lagi. Aku langsung meninggalkan apartemen dan keluar ditengah hujan yang deras, masuk ke mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Jalanan lumayan sepi,
aku melewati beberapa mobil dan yang bisa aku pikirkan hanya Adelia.

Mungkin seharusnya aku menghubunginya, bagaimana jika dia tidak ada dirumah? Bagaimana jika dia menolakku karena aku mengecewakannya?
Sesampainya diparkiran rumahnya. Aku menepikan mobilku dan dalam waktu sekejap, keluar dari mobil dan berlari menuju pintu rumahnya.

Aku bahkan tidak percaya aku baru mengenal gadis ini dua bulan. Tapi dia sudah menjadi bagian dari diriku tapi Aku
mungkin sudah menjadi mimpi terburuknya.

Dengan keraguan dan ketakutan, aku mengetuk pintunya sampai jantungku rasanya ingin melompat keluar, tak mempedulikan bajuku yang telah basah akibat hujan tadi.
Lama, disiksa bermenit-menit, aku mengetuk pintunya lagi.
Bagaimana jika dia tidak berada di dalam sana? Sial! Seharusnya aku meneleponnya tadi. Saat aku hendak meneleponnya ketika itu juga pintu terbuka. Kelegaan membanjiriku, benar-benar membuat lututku lemas. Adelia
mengintip dari balik pintu hanya mengenakan T-shirt tipis yang
kebesaran. Yang aku lihat hanya kaki indah dan rambut kusut.
Dengan cepat tubuhku langsung bereaksi melihatnya. Fyuh! Aku langsung menggelengkan kepalaku, menghilangkan pikiran kotorku. Bukan saatnya Dam..!!!

"Apa yang kamu lakukan di sini?" suaranya pelan dan dingin

"Aku dapat pesanmu."

"Kamu terlambat dua jam." dia hendak menutup pintu tapi aku menyelipkan kakiku untuk menjaganya tetap terbuka.

"Pergilah Adamm."

"Adel dengarkan aku. Aku tertidur. Aku tertidur berjam-jam dan langsung melihat pesanmu begitu terbangun. Aku melompat ke mobil dan mengebut kemari." aku merentangkan tangan. "Lihat aku. Aku berlari dalam hujan sialan melewati tempat parkir untuk kesini.

"Lalu kenapa?" dengan nada kurang ajarnya dan membuatku jengkel. Dan Dengan segenap kekuatannya, Adelia kembali bertingkah cuek dan aku tidak menyukai ini meskipun mungkin aku berhak diperlakukan seperti itu.

"Sudahlah." Aku menggaruk-garuk belakang kepala. "Katakan padaku, apakah kamu baik-baik saja? Ibu dan Eric baik-baik
saja? Tidak ada keadaan darurat atau apapun?"

Dia mengerutkan kening. "Tidak ada yang darurat. Semua baik-baik saja."

"Syukurlah."

"Aku mengerti kalau kau tidak
menginginkanku disini. Aku cuma... harus memastikan kau baik-baik saja." Pelan-pelan aku menggerakan kaki sehingga dia bisa menutup pintu dan berbalik, bersiap untuk pergi ketika aku mendengar dia berkata "Adamm.. Tunggu."

Aku berputar perlahan dan melihat dia membukakan pintu
seluruhnya. Mengizinkan aku melihat seutuhnya. Dan, sial! Dia terlihat sangat cantik. Wajahnya bersih dari make-up, ekspresinya datar, dan semua rambut indahnya jatuh mengikal dibahu. Kaosnya hanya menggambarkan lekuk tubuhnya yang mana sudah aku ketahui sebelumnya membuat jari-jariku gatal untuk ingin melepaskannya.

"Yeah?" Suaraku serak dan aku berdehem. Aku harus menjaga jarak dengannya. Membuatnya berdekatan denganku hanya membawa malapetaka untuknya. Dia sudah punya banyak masalah dalam hidupnya, aku hanya membuat hidupnya lebih susah.

"Maukah kau masuk dan tinggal sebentar?" Hatiku masih saja
berdebar-debar dan aku melangkah maju, bersiap mengambil kesempatan ini.

Meskipun aku masih tidak yakin aku cukup baik untuknya, aku tidak ingin dia berbalik pergi. Aku tidak bisa membiarkannya pergi. Aku sangat menyukainya. Aku sangat mencintainya. Aku harus memilikinya. Setidaknya sekali saja sebelum aku pada akhirnya meninggalkan Adelia selamanya. Dan Demi kebaikannya aku harus pergi dari hidupnya, tidak peduli betapa egoisnya keinginanku untuk memilikinya. Selamanya.

"Dimana ibumu?" Aku bertanya dengan suara berpura-pura dan terlihat biasa saja. Aku berusaha menyembunyikan rasa bahagiaku saat ini.

"Di kamarnya. Tidur."

"Dan Eric?" aku menggigit bibir bawahku. Aku hampir saja melakukan hal yang benar dengan menjauh darinya. Tapi aku sudah nyaris ingin mendorongnya dan merobek kaosnya dan menelanjanginya dibawahku dalam sekejap.

"Dia ada urusan diluar." Adelia membuka pintu lebih lebar
lagi, sudah sangat jelas dia menginginkanku disana.

"Kumohon Adam, masuklah. Kau basah karena hujan." Adel benar. Meski dengan sedikit canggung di depan pintu, aku basah kuyup dan ini menyebalkan.

"Apa kamu yakin?" Aku bertanya dengan suara rendah. Ada
sekaligus dua pertanyaan dibalik kata-kataku. Aku berharap dia
mengerti. Adelia mengangguk pelan, bibirnya sedikit tersenyum

"Aku benar-benar menginginkanmu"

~~~~

Jangan lupa Vomment

Xxo..

Adelia's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang