Nine : Again

985 86 0
                                    

Seperti biasanya, aku memulai hari dengan berburu. Terkadang aku menjual separuh hasil buruanku melalui Goso agar dapat membeli keperluan penting.

Karena aku tahu Jullie pasti akan sering mengunjungi rumahku, aku menumpang di rumah Landon yang tidak berpenghuni. Aku lupa untuk meminta izin padanya tapi ia pasti akan membiarkanku untuk menumpang di rumahnya. Lagipula ia kini memiliki kamar di istana yang jauh lebih bagus daripada rumahnya yang dulu.

Usai berburu, aku kembali ke rumah dan mengemasi barang-barangku. Aku tidak punya tas yang cukup besar untuk memasukkan semua barangku, tapi aku punya karung besar dan kurasa itu dapat menggantikan tas.

Aku memasukkan semua pakaianku ke dalam karung besar. Aku juga mengambil pisau milik Jullie yang ia sembunyikan di kamarnya. Dan tentu saja, aku tidak melupakan panahanku.

Aku pergi setelah Ivory selesai makan. Kuharap Jullie tidak akan bisa menemukanku.

Landon tidak mengunci pintu rumahnya. "Permisi," kataku pelan. Aku memasuki rumahnya. Aku meletakkan karung yang berisi barang-barangku di atas lantai. Rumah ini sangat berdebu sehingga aku harus membersihkannya terlebih dahulu sebelum memindahkan barang-barangku.

Saat aku sedang membersihkan lantai, seseorang mengetuk pintu rumah. Aku membuka pintu itu dan mendapat Goso-lah yang mengetuk pintu. "Ada apa?" tanyaku.

"Kau pindah rumah?" tanyanya.

"Erm... begitulah," jawabku.

"Kau mengenali si pembuat kue itu? tadi saat aku akan mengunjungimu, aku mendapati si pembuat kue itu di dalam rumahmu,"

Aku terdiam sejenak. Aku memang beruntung dapat pergi tepat waktu.

"Apa yang ia lakukan?" tanyaku penasaran.

"Ia menanyai keberadaanmu padaku. Ia bilang bahwa kau adalah rekan kerjanya. Aku tidak tahu kau pandai membuat kue," jawabnya dengan polos.

Aku memegang keningku dengan tangan kananku. Goso adalah orang yang mudah percaya.

"Dengar, Goso, aku tidak pernah bekerja untuknya," kataku.

Aku pun menarik Goso untuk masuk ke dalam rumah dan membicarakan yang sebenarnya.

"Kau ingat saat aku bilang aku membutuhkan bantuanmu kemarin?"

"Tentu,"

"Baiklah, sebenarnya kemarin aku ingin kau merahasiakan keberadaanku dari pembuat kue itu. Jawab saja kau tidak tahu,"

Goso terdiam dan menatapku bingung.

"Oh, ayolah! Apa susahnya?" bujukku.

Aku belum ingin memberitahu siapa pun tentang rencanaku kali ini.

"Baiklah," jawab Goso ragu.

"Sebenarnya ada apa?" Tanya Goso penasaran.

"Mungkin kau akan mengerti suatu saat," jawabku. Aku melanjutkan membersihkan lantai rumah Landon yang masih berdebu sementara Goso sudah pergi.

Salju di luar mulai menebal. Aku sebaiknya pergi mencari kayu bakar untuk menjagaku tetap hangat usai membersihkan rumah ini.

Aku tahu tidak seharusnya memasuki kamar seseorang tanpa izin, tapi tidak mungkin aku hanya membersihkan bagian ruang tamu saja.

Aku memasuki kamar Landon yang tidak dikunci. Barang-barangnya tertata rapih hanya saja ruangan itu dipenuhi debu. Kasurnya ditutupi kain berwarna putih agar tidak berdebu. Aku memindahkan kain putih itu ke lantai. Di atas kasur itu terdapat beberapa lembar kertas yang bercoretkan sketsa wajah. Kurasa itu adalah sketsa wajahku.

Aku mengambil tumpukan kertas itu lalu melihatnya satu per satu. Itu benar-benar mirip denganku. Aku tidak tahu bahwa Landon dapat menggambar sebagus itu. Tanpa kusadari, aku tersenyum. Meskipun baru saja aku bertemu dengannya, aku masih belum merasa puas. Andai saja saat itu aku sedang tidak dilanda ketakutan dan kepanikan.

Kepalaku mulai membayangkan wajahnya. Kedua matanya yang berwarna biru sangat indah seperti menatap lautan, hidung mancungnya, tubuhnya yang ideal dan berpostur tegap, rambut cokelatnya yang sehalus satin. Suara lembutnya mulai terngiang di telingaku. Suaranya yang mencoba menenangkanku dan menghiburku. Melihat dan memeluknya bagaikan bangun di pagi hari pertama musim semi, hangat dan menenangkan.

Sesegera mungkin aku menyelesaikan pekerjaanku agar dapat pergi mencari kayu bakar karena tubuhku mulai menggigil. Aku terus berharap agar tidak bertemu dengan Jullie. Kupikir lebih baik aku membawa senjata berukuran kecil untuk berjaga-jaga.

Aku mengambil kayu bakar yang berada di dekat sungai yang sudah mulai membeku. Di tempat inilah pertama kalinya aku bertemu dengan Alastair. Sial! Mengapa aku jadi mengingat masa lalu terus menerus?

Setelah memungut cukup kayu bakar, aku segera berjalan pulang karena di luar sini dingin sekali. Langkahku terhenti melihat Warren yang berdiri tidak jauh di depanku.

"Wah-wah," katanya sambil menyeringai.

Kenapa harus sekarang?

--

Update lagi yayyy

maaf ya segini dulu :D

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang