22

938 90 1
                                    

Megan's point of view

Kami tidak banyak bicara karena terlalu berfokus pada jejak kaki di atas salju dan karena cahaya bulan tidak cukup terang untuk kami. Untungnya Landon membawa lentera yang cukup terang bersamanya.

"Megan, tunggu." Landon menyuruhku untuk berhenti. Aku menarik tali pada kuda yang kutunggangi sehingga membuatnya berhenti melangkah. Landon menyuruhku turun dan aku menurutinya. Ia mengajakku untuk bersembunyi di balik semak sambil mengamati sebuah rumah yang tidak lebih besar dari rumah milik Landon. "Aku yakin jejak kaki itu menuju pada rumah itu," bisik Landon.

Di luar rumah itu terlihat lima pria yang kuingat wajahnya karena mereka yang berusaha menangkapku tadi. Jullie juga ada bersama mereka. Ia terlihat sedang duduk di atas kursi di teras sambil menutupi sebagian tubuhnya dengan mantel milik Scars. Mereka tampak sedang menjaga rumah sederhana itu.

"Sebenarnya ada berapa rumah yang Jullie miliki?" kataku sinis.

Landon terdengar menahan tawanya mendengar pertanyaanku. Memang pertanyaanku terdengar konyol, tetapi aku yakin bahwa Landon pasti sepemikiran denganku.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku pada Landon dengan suara yang kupelankan tentunya.

"Kita tidak bisa menyelinap masuk karena rumah itu terjaga. Kau lihat? Di belakang rumah itu juga ada beberapa orang lain yang menjaganya. Kurasa kita harus menunggu Mason," jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang rumah itu.

Aku menghela nafasku.

"Megan, aku tahu kau ingin menyelamatkannya—sama sepertiku. Aku sangat merindukannya. Ia adalah orang yang sangat penting bagiku, tetapi kau harus mengerti situasinya. Jika kita masuk ke dalam rumah itu sekarang, kita mungkin akan mati dan Scars tidak terselamatkan." Landon menatapku lembut.

Ia mengerti perasaanku dan berusaha untuk menenangkanku. Pada awalnya, kupikir Landon tidak peduli dengan Scars karena ia terlihat tenang-tenang saja. Ternyata aku terlalu cepat menilainya. Aku mempelajari sesuatu darinya bahwa kita harus memikirkan matang-matang tentang apa yang akan kita lakukan dan untuk tidak menghilangkan ketenangan dalam menghadapi sesuatu. Aku sungguh terkagum dengan cara berpikirnya yang rasional. Kurasa Scars benar. Aku hanyala seorang anak kecil yang ikut campur urusan orang dewasa.

Aku akan membuktikan padanya bahwa seorang anak kecil yang bodoh juga dapat menyelamatkan nyawa seseorang yang sangat penting.

"Kurasa kita harus pergi sekarang," kata Landon sambil berusaha untuk berdiri.

"Aku tidak punya tempat tinggal yang aman untuk sekarang ..." jawabku pelan.

"Tenang saja. Kau akan aman bersama Goso," jawabnya sambil menaiki kudanya.

Kami mengingat tempat itu dengan memberi tanda menggunakan pisau yang kami sayatkan pada batang pohon dalam perjalanan pulang. Meskipun aku tidak yakin apa maksudnya tentang 'Kau akan aman bersama Goso' karena aku tidak mau untuk bermalam di tempatnya.

Tiba-tiba aku teringat akan tempat itu—kedai teh di desa. Aku dapat bermalam di sana.

"Aku akan bermalam di kedai teh yang sudah tidak dipakai di dekat istana," kataku, memberitahukan Landon supaya ia tidak usah meminta Goso untuk menyediakanku tempat untuk bermalam.

"Baiklah jika itu maumu," jawabnya singkat.

Aku menuruni kuda yang kutunggangi setelah aku dan Landon tiba di kedai teh yang kumaksud. Aku langsung memasuki kedai itu dan mencari tempat yang nyaman untuk terlelap.

Karena terlalu sibuk mengatur posisi, aku baru sadar bahwa Landon tidak juga pergi. Ia masih terduduk di atas kursi di dekatku.

"Kau tidak perlu menemaniku," kataku.

"Aku tidak akan membiarkan Jullie mengambilmu juga,"

"Jullie tidak akan tahu keberadaanku,"

Landon bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekatiku. Ia menatapku sebentar lalu menghela nafasnya. Ia mengangkat tangan kanannya menyusuri rambut cokelatnya membuat rambutnya terlihat sedikit berantakan.

"Aku akan pergi saat kau sudah tertidur,"-Landon melepaskan mantelnya dan memberikannya padaku-"Gunakan ini sebagai alas."

Awalnya aku menolak, tetapi Landon tetap menyuruhku untuk menggunakan mantelnya sebagai alas untuk tubuhku. Aku pun mengaku kalah dan akhirnya melakukan persis seperti apa yang ia suruh.

Aku membaringkan tubuhku di atas mantel tebal milik Landon yang aku letakkan di atas lantai di belakang meja yang berada di paling belakang.

"Terima kasih Megan," kata Landon pelan.

"Untuk apa?" tanyaku.

Landon berjalan menghampiriku. Ia kemudian duduk di sampingku.

"Untuk menolong Scars,"

Ia terlihat sedih. Dirinya terlihat sedang berusaha untuk menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Kalian berdua memang sekuat yang kukira,"

"Maksudmu?"

"Aku tahu kau merasa sedih dan sedang menahan air matamu. Sama seperti Scars. Meskipun baru beberapa hari aku tinggal bersama Scars, aku dapat mengetahui bahwa ia kehilangan sesuatu darinya. Jangan Tanya bagaimana aku mengetahuinya—aku tidak tahu. Ia terlihat kesepian. Kalian berdua sama-sama memiliki kebiasaan menyembunyikan perasaan,"

Landon tertawa kecil mendengar ocehanku, tapi aku tidak peduli karena rasa kantuk mulai menyerangku. Hal terakhir yang dapat kurasakan sebelum aku tertidur adalah tangan Landon yang mengacak-acak rambutku. 

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang