19: Help

850 81 0
                                    


Megan's Point of view

Aku dapat merasakan Scars—atau Putri Scarlett Rose menepuk pundakku dengan pelan. Aku terbangun karenanya. Sang putri terlihat sedikit panik.

Saat aku hendak bertanya ada apa, Scarlett memintaku untuk menyiapkan pisau tempurku karena sepertinya ada orang yang berusaha untuk memasuki rumah ini secara paksa. Mendengar hal itu, aku bergegas untuk meninggalkan tempat tidur dan mengambil beberapa alat pertahanan yang kupunya seperti beberapa macam pisau, semprotan lada, dan gunting dapur.

Aku dapat mendengar suara seseorang yang sedang mendobrak pintu rumah dan jujur saja, itu membuatku sedikit terkejut. Scarlett langsung mengusap punggungku dan berusaha untuk menenangkanku dengan berkata, "Tidak apa-apa."

Scarlett menarik tanganku dan membawaku ke kamar Landon. Ia membuka jendela kamar dan menyuruhku untuk pergi keluar melalui jendela itu. Aku pun melakukan apa yang ia suruh dan saat aku telah berada di luar, sudah ada lima pria bertubuh kekar dan membawa senjata menunggu kami sambil menyeringai. Mereka berhasil membuatku bergidik ngeri.

"Um ... Scarlett?" kataku dengan suara yang sedikit bergetar.

Scarlett tampak terkejut saat ia melihat kelima pria itu. Ia langsung berdiri di depanku—mungkin bermaksud untuk melindungiku. Aku berusaha untuk memikirkan cara agar kami berdua dapat melarikan diri, tetapi pikiranku teralihkan saat melihat Jullie bersama dua orang pria yang tampak familiar datang dan dan berdiri di antara kelima pria tadi.

"Apa maumu kali ini?" Tanya Scarlett dengan sinis.

"Aku hanya ingin kau menutup mulutmu." Jullie menyilangkan kedua tangannya di dada.

Menutup mulut? Apakah wanita ini masih waras? Bagaimana bisa seseorang menutup mulutnya dari mengatakan yang sesungguhnya? Scarlett yang berdiri dengan tegap di depanku saat ini adalah seorang putri raja yang asli dan semua orang harus tahu tentang hal itu. Aku merasa sangat marah mendengar omongan Jullie.

"Kau tidak boleh menutup mulutmu tentang hal ini," bisikku pada Scarlett sambil menarik terusan yang ia kenakan.

"Aku tidak bisa melakukannya," jawabnya pada Jullie.

Wajah Jullie terhalang oleh punggung Scarlett sehingga aku tidak bisa melihat reaksinya, tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa wanita itu sangatlah marah mendengar jawaban yang diberikan Scarlett karena kelima pria di depan kami mulai berlarian dan menyerang kami.

Tiga pria datang dan mengepungku. Mereka terus berusaha untuk menangkapku. Aku harus bersyukur karena tubuh mungilku dan wajah polosku ini membuat ketiga pria itu menyepelekanku dan tidak menganggapku serius dalam bertanding tiga lawan satu. Aku terus memberikan serangan pada mereka menggunakan pisau tempur yang kugenggam pada tangan kananku dan karambit pada tangan kiriku.

Tiga serangan datang padaku dalam waktu yang bersamaan dan dalam arah yang berbeda pula. Sepertinya ketiga pria itu tidaklah lebih cerdas dariku karena aku dapat menghindari serangan mereka hanya dengan merendahkan tubuhku. Ketiga pria itu saling bertabrakan satu sama lain.

Aku mengeluarkan spray lada milikku dan mulai menyemprotkannya pada kedua mata ketiga pria yang sekarang sudah terduduk di atas salju yang dingin. Mereka mengerang kesakitan dan memegangi kedua mata mereka. Pada kesempatan inilah aku mulai menyayat tangan dan kaki mereka agar mereka tidak bisa menggunakannya untuk menyakitiku. Setelah itu, aku memukul leher mereka hingga mereka tak sadarkan diri.

Scarlett mengerang kesakitan dan aku langsung melihat ke arahnya. Aku dapat melihat darahnya yang menetes dari lengan kirinya. Aku langsung membalas perbuatan pria yang berani melukai Scarlett. Aku mengerti bahwa Scarlett tidak biasa bertarung dalam jarak dekat karena keahiannya adalah menggunakan panahan.

Scarlett terlihat kewalahan dalam menghadapi empat pria di depannya dan aku ingin membantunya, tetapi orang yang kuhadapi kali ini ternyata lebih kuat dari yang sebelumnya.

Fokusku hilang saat mendengar Scarlett menjeritkan kata 'Lepaskan' sambil meronta dari cengkraman keempat pria yang tubuhnya besar itu.

Saat pria tadi berusaha untuk melukaiku, aku langsung menyemprotkan spray lada pada kedua matanya dan itu berhasil menggagalkan usahanya.

"Megan! Lari! Jangan pedulikan aku! Kau harus pergi dari sini!" jerit Scarlett.

Aku tidak ingin meninggalkannya, tapi aku juga tidak bisa membantunya.

"Tapi—"

"Pergi dari sini, Megan!"

Aku menatap Scarlett sejenak sebelum akhirnya aku melarikan diriku sambil menahan air mataku menetes. Ayahku selalu berkata aku tidak boleh menjadi anak yang cengeng, jadi aku menahan air mataku.

Beberapa kali aku melihat ke belakang dan ternyata tidak ada yang mengejarku. Aku berhenti berlari untuk mengatur nafasku.

Berpikirlah Megan!

Aku harus melakukan sesuatu untuk membantunya. Aku tidak bisa melakukannya sendirian—itu artinya aku harus memberitahu yang lainnya tentang kejadian ini. Tapi siapa? Tidak akan ada yang memercayaiku. Tidak ada—kecuali dirinya.

Aku tahu! Landon!

Landon adalah teman dekat Scarlett dan ia pasti akan membantu kami.

Dengan mempercepat langkahku, aku memutuskan untuk kembali ke istana pada malam yang sangat dingin ini. Syukurlah aku sempat mengambil mantelku sebelum keluar rumah. Kuharap Scarlett tidak apa-apa.

Saat aku tiba di perbatasan, Goso memberhentikanku.

"Oh! Gadis yang tadi," katanya sebelum membiarkanku lewat.

Mataku tertuju pada kuda yang berdiri di belakang Goso. "Bolehkah aku meminjam kudamu?" tanyaku sambil memasang wajah memelas.

"Tidak," jawabnya singkat. Aku pun menggeram.

"Oh, ayolah! Ini keadaan darurat!"

"Darurat?"

"Iya. Scarlett diculik dan aku harus pergi menemui La—" aku berhenti bicara dan menutup mulutku dengan tanganku.

"Scarlett? Maksudmu ... Putri Scarlett Rose?" Tanya Goso dengan mata yang membelalak.

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Secara teknis, memang benar ia adalah Putri Scarlett Rose yang asli, tetapi jika aku menjawab pertanyaanya dengan kata 'ya', ia pasti tidak akan memercayaiku karena Putri Scarlett yang ia ketahui adalah orang yang berbeda.

Pada akhirnya aku tidak menjawab pertanyaannya melainkan langsung menunggangi kudanya.

"Hei! Turun sekarang juga!" omel Goso.

"Aku akan kembali bersama Landon dan kau akan mengerti nantinya," kataku.

"Omong-omong, siapa nama kuda ini?" tanyaku.

"Jean," jawab Goso pelan dan berhasil membuatku tertawa kecil.

Jean berlari dengan kencangmenuju istana tentu saja dalam kendaliku. Tidak banyak orang yang terlihat disepanjang jalan. Sepertinya pesta dansa belum selesai karenawaktu masih menunjukkan pukul sebelas lebih empat puluh lima menit. 

---------------

Hallo!

Sesuai janji aku waktu itu, di chapter ini menggunakan sudut pandangnya Megan yey!
Semoga kalian suka:)

As always, makasih buat dukungan dari kalian<3 Val makin semangat lanjut karena kalian para reader!!

Stay awesome,

Val

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang