16: The Cake

951 81 0
                                    

"Scars! Kau tidak akan percaya!" seru Megan yang berjalan mendekatiku dan Landon. "Wow, siapa dia?" Tanya Megan padaku.

"Megan, ini Landon. Landon, ini Megan," kataku memperkenalkan mereka berdua. Mereka berdua pun berjabat tangan. Megan terlihat memindai Landon dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia bahkan mengitari Landon. Aku dan Landon hanya tertawa melihat tingkahnya.

"Siapa Megan?" Tanya Landon.

"Ia sudah menyelamatkanku," jawabku singkat.

"Scars? Scars Rose? Apakah ini benar dirimu?"

Aku melihat ke arahnya. Ternyata ia adalah Mason. "Ah—"

"Apa yang kau lakukan? Bukankah kau tidak diundang?"

Aku melangkah mundur menjauh dari Mason. "Pelankan suaramu," kataku pelan.

"Ups... penyamarannya gagal, kah?" bisik Megan.

Aku menghela nafasku. "Maafkan aku. Aku hanya.... Ingin berdansa?" kataku dengan ragu. Meskipun aku tidak melihat ke arahnya, aku dapat merasakan Mason menatapku dengan tajam. Aku dapat merasakan dirinya yang sedang menilai perbuatanku. Saat aku sudah mempersiapkan diri untuk dimarahi, Mason malah menertawaiku.

Aku menatapnya dengan bingung. "Kau memang gila," kata Mason setelah ia puas tertawa.

"Aku menganggapnya sebagai pujian," kataku sambil tersenyum kecil. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya ia pikirkan. Isi kepalanya sulit untuk kutebak.

"Kurasa kau harus sembunyi sekarang," ujar Mason sambil melihat ke arah Raja Jorge yang sedang mengobrol dengan seseorang yang kuyakini adalah Jullie.

Aku menarik tangan Megan dan memaksanya untuk mengikutiku. "Hei!" Megan sempat mengeluh dan meronta tetapi setelah beberapa saat, ia mengerti dan akhirnya diam.

Bukannya menjauh, aku malah berjalan lebih dekat ke arah Raja Jorge dan Jullie yang sedang asyik berbincang. Mereka terlihat sangat akrab dan itu terlihat salah di mataku. Aku menghentikan langkahku dan bersembunyi di balik pilar terdekat dengan posisi Raja Jorge dan Jullie. Aku tidak bisa terlalu dekat dengan mereka karena banyak yang menjaga mereka.

"Mengapa Jullie bisa sangat akrab dengan Raja Jorge?" tanyaku, tanpa sadar.

"Apa kau belum tahu? Jullie adalah teman lama Raja Jorge. Mereka sudah berteman sejak kecil," Jawab Mason yang ternyata mengikutiku sedari tadi.

Aku hampir tersedak liurku sendiri saat mendengar jawaban dari Mason. Teman masa kecil?

Tidak mungkin.

Semua ini terdengar bodoh.

Bagaimana bisa? Jika Jullie memang teman masa kecil Raja Jorge, lantas mengapa Jullie tega melakukan hal itu pada keluarga raja?

"Apa kau dengar itu, kak? Teman masa kecil?" bisik Megan padaku.

Aku tertawa canggung, tidak tahu harus memberikan respon apa kepada Megan. Ternyata semua ini tidak semudah yang kukira. Aku memang bodoh. Tidak mungkin semudah itu untuk membuktikan bahwa Jullie bersalah. Hal itu tidak pernah mudah. Terlebih lagi Jullie adalah teman masa kecil Raja Jorge. Tentu saja Raja Jorge akan lebih memilih untuk mempercayai teman masa kecilnya dibanding aku.

"Aku... permisi sebentar," kataku pelan. Aku berjalan meninggalkan Megan dan Mason yang terlihat kebingungan. Aku berdiri di samping meja yang di atasnya terdapat berbagai macam kue. Kue-kue itu terlihat sangat menarik. Tidak sedikit orang yang mengisi piring kosongnya dengan kue-kue manis itu. Aku hanya memerhatikan orang yang mengantre mengambil kue dan melihat apa reaksi yang didapatkan saat mereka memakannya.

Mungkin aku terlalu asyik dengan duniaku sendiri sehingga butuh beberapa menit untuk menyadari bahwa Jullie ada di dalam antrean tersebut. Sial! Ia tahu bahwa aku ada di sini dan aku dapat merasakan dirinya tersenyum penuh kemenangan melihatku yang sedang kebingungan.

"Tidak kusangka kau ternyata berani datang ke pesta yang bahkan tidak mengundangmu, Scars," kata Jullie.

Aku harus tetap tenang dan tidak boleh takut padanya.

Jullie mengambil kue buatannya lalu melahapnya. Ia kemudian melemparkan seringainya padaku.

"Kau pikir aku sebodoh itu? Ternyata kau tidak secerdas yang aku kira," ledeknya. "Aku sengaja membiarkanmu mencuri undanganku dan membaca resepku agar aku dapat bertemu denganmu di sini dan tidak kusangka rencanaku ini berhasil."

Aku hanya terdiam. Jujur, aku tidak tahu harus berkata apa. Bukannya aku merasa takut, hanya saja aku belum bisa menerima kenyataan bahwa aku sudah terjebak dalam perangkapnya.

Jullie mencengkeram tanganku dengan kuat. "Lepaskan aku!" kataku, setengah berteriak sambil meronta. Jullie mendesis dan menyuruhku untuk diam. Meskipun banyak orang di sekitar kami, tidak ada yang terlihat peduli. Mereka semua sedang menikmati kemegahan pesta ini. 

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang