15: The Night

981 93 0
                                    

Ia tersenyum padaku. "Kau datang rupanya. Tenang saja, aku tidak akan memberitahu siapa pun," katanya.

"Apa topeng dan riasan wajahku ini belum cukup untuk menutupi identitasku?" tanyaku.

Pangeran itu tertawa kecil lalu menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak mengenali rambut indahmu itu, Scars?"

Kenapa pula ia harus menjawab dengan cara seperti itu. Sungguh tidak adil! Tawa kecilnya dan kalimatnya itu membuat pipiku semakin merona dan jantungku berdegup kencang. Aku berusaha menyembunyikan wajahku yang semerah delima, tetapi sepertinya aku gagal karena tawanya tidak juga berhenti.

"Kau tidak perlu menyembunyikan wajah merahmu seperti itu. Kau terlihat manis begitu," katanya pelan.

Sial! Ia tidak pernah gagal membuatku menjadi salah tingkah seperti ini. Bahkan untuk membuka mulut pun terasa sulit bagiku saat ini.

Pangeran Alastair mulai menggerakan tangannya menyusuri rambut panjangku. "Scars, aku,"-ia memandang ke arah lain dan terlihat sedang berpikir sejenak, lalu kembali memandangiku-"Scars, maukah kau—" lagi-lagi perkataannya terhenti. Terpotong lebih tepatnya karena seseorang datang menghampiri kami dan meminta Pangeran Alastair untuk menemui Putri Scarlett Rose yang sudah berdiri di depan tangga.

Pangeran Alastair melepaskan tangannya dari rambutku. Ia kemudian berkata, "Maaf." Lalu pergi meninggalkanku yang masih berdebar tak karuan. Aku hanya dapat memandanginya dan Putri Scarlett Rose palsu yang sedang berbincang-bincang. Melihatnya berbincang dengan Putri Scarlett palsu—maksudku Diana, membuatku kesal. Terlebih lagi ketika pengumuman yang dibacakan tentang Diana yang akan berdansa dengan Pangeran Alastair dan lagu dansa mulai diputar. Aku berjalan mencari posisi yang lebih dekat dengan mereka berdua karena semua orang mulai berkumpul mengelingi sang pangeran dan putri yang akan berdansa. Saat lagu diputar, mereka mulai berdansa. Sesekali Pangeran Alastair mengangkat tubuh Diana dalam gerakan dansa itu. Melihat hal itu, berhasil membuatku merengut kesal.

Entah hanya perasaanku atau memang kenyataannya, Pangeran Alastair tidak memandangi kedua mata Diana melainkan ia terus melirik ke arahku. Kami sempat saling bertatapan satu sama lain dan setiap mata kami bertemu, ia melemparkan senyum padaku, entah apa maksudnya.

Dansa kedua pasangan pangeran dan putri raja itu ditutup dengan Diana yang membungkukkan badannya dan Pangeran Alastair yang berlutut. Acara itu dilanjutkan dengan orang-orang yang mulai mencari pasangan untuk berdansa bersama. Lagu yang diputar berganti menjadi lagu yang lebih cepat temponya. Mereka yang sudah mendapat pasangan, berdansa mengelilingi Pangeran Alastair dan Diana yang melanjutkan dansanya.

"Belum dapat pasangan?" Tanya Megan yang tiba-tiba sudah berada di sampingku. "Belum,"jawabku datar.

"Kulihat kau memerhatikan Pangeran Alastair sedari tadi. Apakah kau begitu berharap untuk dapat berdansa dengannya?" ledek Megan.

Aku mendorong Megan yang terkekeh dengan pelan. "Jangan pikir aku tidak melihatmu bersamanya tadi," kata Megan lagi. Aku hanya mendengus kesal.

"Permisi," kata seorang lelaki pada Megan, "Bersediakah kau?"

"A—Aku ..." Megan menatapku. Terlihat jelas bahwa ia belum pernah berdansa sebelumnya dan tidak ingin membuat dirinya malu di depan lelaki itu.

Aku mendorong punggung Megan dengan pelan sehingga Megan berjarak lebih dekat dengan lelaki itu. Keduanya saling merona. "Ba—baiklah." Akhirnya Megan setuju untuk berdansa dan menyambut tangan lelaki itu yang terhulur padanya. Aku melambaikan tanganku pada Megan yang terlihat panik. Tawa kecilku lepas melihat Megan yang terus menginjak kaki lelaki itu saat mereka berdansa. Aku jadi teringat akan dansa pertamaku.

***


"Scars?" panggil seseorang dengan suara yang kukenal. Tidak salah lagi. Ia adalah Landon.

"Landon?" tanyaku memastikan. Landon melepaskan topeng yang ia kenakan dari wajahnya. "Iya, ini aku, Landon," jawabnya.

"Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanyanya.

"Aku mencuri undangan Jullie," jawabku pelan.

"Dengar, Landon, Aku ... sejujurnya aku belum menemukan cara untuk membuktikan kebenarannya. Banyak sekali yang ingin aku bicarakan bersamamu tapi—"

Perkataanku terpotong karena Landon meletakkan telunjuknya di depan bibirku.

"Ayo." Landon mengulurkan tangan kanannya dan mengajakku berdansa. Aku menatap kedua matanya untuk sesaat lalu tersenyum sebelum menyambut tangannya. Kami berdua berjalan ke lantai dansa dan kami mulai berdansa sesuai irama lagu yang diputar. Untungnya aku masih ingat setiap gerakan dansa, jadi kaki Landon tidak terinjak olehku. Kami tidak berbicara selama berdansa—kami menikmatinya. Aku dan Landon hanya saling bertatapan dan saling melemparkan senyuman tulus, melupakan segala masalah untuk sesaat. Landon mengangkat tubuhku untuk beberapa kali dalam gerakan dansa dan itu membuat jantungku berdebar dengan kencang.

Setelah setengah jam berdansa, lagu dansa itu selesai diputar dan yang lainnya mulai menyantap makanan. Di saat inilah aku melanjutkan kalimatku yang terpotong oleh Landon. Meskipun aku sangat menikmati berdansa, aku harus tetap memberitahu Landon tentang kue yang dibuat Jullie.

"Jadi, kau yakin Jullie memasukkan racun ke dalam kuenya?" Tanya Landon sambil memelankan suaranya.

Aku mengangguk.

Landon memegang kedua bahuku dengan kedua tangannya. Ia melihat ke arah kanan sebelum akhirnya ia menatapku kembali. "Scars, aku tahu kau berusaha menyelamatkan kita semua dan tentu saja aku memercayaimu, tapi untuk memberitahu orang sebanyak ini untuk tidak memakan kue di pesta ini dan meyakinkan mereka bahwa kue itu beracun, bukanlah hal yang mudah. Mereka hanya akan menertawakanmu." Landon menatapku lurus.

Aku mengalihkan pandanganku darinya. Aku tahu. Aku tahu itu bukanlah hal yang mudah dan tentu saja aku gagal.

"Lagipula kita juga belum tahu kue yang mana yang diracuni," sambungnya.

Aku kecewa pada diriku sendiri. Mengapa aku begitu bodoh? Mungkinkah karena aku dibutakan oleh dendam dan benci? 

"Maafkan aku, Landon. Aku ... tidak memikirkannya matang-matang," kataku pelan.

Landon tersenyum tipis dan mengusap kepalaku pelan.

----

Hai hai :v

part ini lebih panjang dari biasanya karena ... kalo dipisah menurut aku jadi kurang klop aja di hati //plak// 

Makasih semua yang uda mampir buat baca + kasi vomment + sabar nunggu update-an tanpa kepastian :v

Have a good day y'all!

Val.

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang