24

902 83 0
                                    

"Kurasa sebaiknya kita kembali sekarang," kata Mason.

"Tidak. Kita harus mencarinya," bantahku.

"Megan, wajahmu terlihat pucat. Apa kau sakit?" Tanya Pangeran Alastair. Ia langsung menyentuh keningku dengan tangan kanannya.

"Sepertinya kau demam." Pangeran Alastair memberi isyarat pada salah satu ksatria pribadinya untuk memberikan mantelnya padaku. Ia kemudian menyelimuti tubuhku dengan mantel ksatrianya itu.

"Aku tidak apa-apa, sungguh," kataku. Meskipun aku tahu kondisi tubuhku sedang tidak baik, aku menolak untuk berhenti mencari Scars sekarang. Aku masih ingin menelusuri hutan ini lebih jauh lagi. Jullie bisa bersembunyi di mana saja.

"Kita kembali sekarang," perintah Mason pada anak buahnya. Para ksatria istana itu langsung berhamburan keluar rumah dan menaiki kudanya masing-masing.

"Kalau begitu aku akan pergi sendiri saja," kataku tanpa keraguan sedikitpun.

Aku pun bergegas pergi keluar rumah ini dan menaiki punggung Ivory yang kami temukan saat kami memeriksa rumah Landon.

"Hei, hei, tunggu dulu." Landon menahan Ivory dan itu menyebabkan Ivory berdiri dengan kedua kaki belakangnya.

"Kau sedang sakit dan hari mulai gelap. Aku tidak akan membiarkan Jullie menangkapmu juga,"

"Aku tidak berencana untuk tertangkap,"

"Kita harus kembali sekarang juga,"

"Tidak mau!"

Mendengar jawabanku yang selalu bertentangan dengan yang ia inginkan, Landon pun hanya bisa menghela nafasnya. Tiba-tiba, ia tersenyum padaku dan berkata, "Kau meman benar-benar keras kepala. Sama sepertinya."

Aku hanya membalasnya dengan tertawa kecil.

"Scars pasti akan senang jika ia dapat melihatmu yang sehat dan ceria seperti biasanya. Kita harus kembali sekarang, oke?" kata Landon yang tidak menyerah untuk membujukku.

Usaha Landon dalam membujukku itu membuahkan hasil karena pada akhirnya, aku menyetujuinya. Jujur saja, kepalaku mulai pusing dan tubuhku mulai menggigil.


Maafkan aku, Scars. Aku berjanji, kami pasti akan menemukanmu.

***


Landon mengompres keningku menggunakan kain yang sudah dibasahi dengan air hangat. Malam ini, aku diperbolehkan untuk bermalam di dalam kamar tamu istana. Aku bertemu dengan tangan kanan Raja Jorge yang bernama Devano. Ia bersikukuh menyuruhku untuk menginap di sini meskipun aku sudah menolak tawarannya beberapa kali. Katanya, semua itu adalah perintah dari Raja Jorge

"Tenanglah, Megan. Mason dan yang lainnya kembali mencari Scars setelah beristirahat," ujar Landon sambil meletakkan kain basah itu pada keningku.

"Aku ingin ikut dengan mereka," pintaku.

Landon tersenyum lalu menjawab, "Tidak akan aku izinkan dengan kondisimu yang seperti ini."

Aku memutar kedua bola mataku karena kesal. "Ayolah! Ini hanya demam ringan dan aku bukan anak kecil!" gerutuku.

Landon pun tertawa mendengarku. "Jika kau memaksakan tubuhmu, maka kau hanya akan memperburuk kondisi tubuhmu sendiri. Bagaimana jika kita bertemu dengan Jullie dan yang lain sedangkan wajahmu pucat dan kau tidak kuat untuk melawan? Kau pasti akan kecewa," ceramahnya.

Aku mendecakkan lidahku. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Landon barusan itu benar dan aku kesal karena tidak bisa membalasnya lagi.

"Untuk sekarang, kau harus beristirahat," tambahnya. Ia mengambil kain dari keningku lalu mencelupkannya ke dalam ember kecil berisi air hangat.

"Apa kau memperlakukan Scars seperti ini juga?" tanyaku penasaran.

"Maksudmu?" Landon memeras kain itu sehingga menimbulkan suara air yang berjatuhan ke atas ember.

"Langsung saja ke intinya, apakah kau menyukainya?" tanyaku lagi.

Landon terlihat tidak nyaman dengan pertanyaanku barusan.

"Maa—"

"Ya, Aku menyayanginya." Meskipun ia tersenyum, terlihat jelas bahwa ia merasa sedih.

"Kenapa kau terlihat sedih?" tanyaku.

"Tidak ada harapan untukku," jawab Landon. Ia meletakkan kain yang ia genggam pada keningku.

"Kenapa kau tidak mencoba dulu?"

"Tidak perlu mencoba lagi karena ia menginginkan Pangeran Alastair," jawabnya sambil menatapku.

"Apa kau akan memberitahu Scars tentang perasaanmu?"

Landon mengalihkan pandangannya. Ia memandangi langit-langit kamar lalu tersenyum kecil.

"Aku tidak ingin merusak hubungan pertemanan kami," jawabnya kemudian.

Aku tidak mengerti mengapa ia rela merasakan sakit hanya karena seorang perempuan lain yang hanya menganggapnya tidak lebih dari seorang teman. Mungkin karena aku terlalu muda untuk urusan seperti ini.

"Maaf aku sudah mengganggu waktu istirahatmu," katanya yang kemudian menatapku kembali.

"Tidak apa-apa. Lagipula kau harus mengeluarkan hal yang mengganggumu pada setidaknya satu orang yang kau percayai untuk membuatmu merasa lebih baik," jawabku sambil membalas senyumannya.

"Aku akan kembali untuk mengganti kain pada keningmu setengah jam lagi. Selamat tidur, Megan," katanya lalu pergi meninggalkanku sendirian di kamar ini.

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang