12: About Him

960 77 0
                                    

Kicauan burung membangunkanku. Aku terbaring di atas sofa di ruang tamu dalam rumah Landon dengan selimut yang menutupi tubuhku. Aroma daging yang dibakar membuat perutku berbunyi. "Oh! Kau sudah bangun!" kata Megan yang sedang membakar entah daging apa.

Aku menggosok mata kananku. "Itu hasil buruanmu?" tanyaku. Megan mengangguk lalu menjawab, "Daging kelinci pertamaku."

"Cepatlah bersihkan dirimu. Bukankah malam ini ada acara yang harus kita datangi?" tanyanya.

"Iya.. kau benar.."

Saat hendak mandi, aku menghentikan langkahku. "Tu—tunggu dulu. Kau tahu darimana aku akan datang ke pesta itu?" tanyaku.

Megan menatapku dan tersenyum. "Aku melihat undangan di atas meja. Tenang saja, kak! Aku akan datang bersamamu karena aku juga mendapat undangannya," jawab Megan riang.

Yah, kurasa itu bukanlah masalah lagi untukku. Lagipula Megan juga mengetahui Jullie. Mungkin sebaiknya ia tahu tentang rencanaku. Aku akan memikiran itu selagi aku membersihkan tubuhku dari bau tak sedap.

"Hei, kak, kenapa Warren langsung melepaskanku saat kau membisikan kalimat itu?" Tanya Megan sembari menyantap daging bakar.

Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi menjawab, "Entahlah. Mungkin ia takut?" jawabku tak yakin.

Aku menemaninya menyantap sarapan dengan duduk di sampingnya dan di saat inilah aku memutuskan untuk memberitahu Megan tentang rencanaku dan aku yang tidak boleh melewati perbatasan.

"Jika kau tidak boleh menginjakkan kaki di Desa Arabella, bagaimana kau bisa mendapatkan undangan dan membeli gaun?" Tanya Megan.

"Aku hanya punya dua kesempatan dan ditemani oleh Goso, si penjaga perbatasan itu. Tentang undangan—aku mencurinya dari Jullie," jawabku.

Megan mulai berbinar kembali. "Keren! Kalau begini aku jadi makin semangat membantumu!" kata Megan dengan penuh semangat. Ia sangat berbeda dari kemarin. Aku tahu ia pasti belum dapat menerima kepergian ayahnya—hanya saja, aku tidak mengerti bagaimana caranya menyembunyikan kepedihan itu dengan senyuman lebar dan mata berbinarnya.

Hari ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Aku tidak suka salju. Aku tidak suka kedinginan sedangkan Megan sangat menyukai musim dingin. Ia bahkan membangun boneka salju di depan rumah Landon. Yang aku lakukan hanyalah duduk di depan perapian, memikirkan bagaimana caranya agar aku dapat pergi ke istana bersama Megan.

Karena terlalu asyik memikirkan pesta dansa, saat aku menoleh ke luar, Megan berada jauh dari rumah Landon. "Megan!" panggilku. Ia hanya melambaikan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya, memperlihatkan pisau padaku. Ia kemudian melempar pisau itu tepat mengenai kepala boneka salju yang sudah ia buat. Tentu saja pisau itu menembus kepala boneka salju itu dan melayang masuk ke dalam rumah—menancap tepat pada dinding di belakangku. Jika aku tidak menunduk, aku bisa mati.

Megan kembali masuk ke dalam rumah dan meminta maaf padaku. "Kau itu hebat, tapi ceroboh," kataku sambil mengambil pisau yang menancap pada dinding itu. Megan pun terkekeh.

"Bolehkah aku melihatmu memanah?" pinta Megan.

"Aku sudah memperlihatkan kemampuanku. Bolehkah aku melihatmu sekarang?" pintanya lagi.

Aku tidak menolak dan mengambil busur dan anak panahku lalu kami berdua berjalan ke luar mencari tempat yang pas.

Aku meminta Megan untuk berdiri di sampingku sebelum aku membidik pohon yang jaraknya lumayan jauh di depanku. Gerakanku terhenti karena ingatanku tentang pertama kali Landon mengajariku cara memanah kembali padaku dengan tiba-tiba. Kalau saja aku tidak bertemu dengannya waktu itu, aku tidak akan semahir ini dalam memanah. Mengingat suaranya yang lembut menjelaskanku tentang dunia memanah membuatku menurunkan kedua tanganku yang tadinya sudah dalam posisi siap melepaskan anak panah. Aku jadi semakin tidak sabar untuk bertemunya malam ini.

"Kenapa?" Tanya Megan yang kebingungan melihaku.

Aku menggeleng dan melemparkan senyum kecil pada Megan lalu berkata, "Posisi badan harus rileks." Seraya mengatur posisi tubuhku agar lebih rileks.

"Pegang bagian busur harus agak longgar. Pegang dengan dua jari pada grip posisi di bawah anak panah dan satu jari di atas anak panah," lanjutku sambil mengikuti ucapanku.

"Saat ingin menarik tali pada busur, siku tangan yang memegang harus sejajar dengan tanah dan menjauh ke belakang dari badan dan jangan lupa mengambil nafas sebelum menembak. Jari pegangan tali harus rileks dan jangan lepaskan secara mendadak. Saat ingin melepaskan anak panah, keluarkan nafas dan rileks,"

Aku melepaskan anak panah hingga menancap tepat pada di tengah-tengah batang pohon. "Itulah yang Landon ajarkan padaku," sambungku.

Megan memberiku tepukan tangannya dengan semangat. "Siapa Landon?" Tanya Megan kemudian. 

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang