27

868 84 0
                                    

Scarlett's point of view

Suara langkah kaki dan orang-orang yang terus memanggil namaku berhasil membangunkanku. Refleks, aku langsung berusaha berdiri dan membalas sahutan mereka.

"Landon? Apakah itu kau? Aku di sini! Landon!"

Dengan cepat, Jullie menutup mulutku dengan telapak tangannya. "Diam!" omelnya.

"Tidak! Aku tidak akan diam!" tolakku.

"Anak ini ...," Jullie menjambak rambutku. Aku menahan jeritanku karena aku tahu, Jullie hanya akan merasa senang melihatku kesakitan.

Dengan tenaga yang tersisa, aku mendorong Jullie hingga ia terjatuh. Aku langsung berlari menaiki anak tangga, tetapi berhasil dihentikan oleh Dexter dan Warren.

"Hentikan!" jerit Jullie yang sudah kehabisan kesabaran.

Ia menarik kerah bajuku lalu membanting tubuhku ke lantai dan memukulku dengan kencang hingga ujung bibirku mengeluarkan darah. Tak lama setelah itu, ia menarik bajuku dan memaksaku untuk berdiri lalu berjalan. Ia kemudian membuka pintu itu dengan kunci yang dipegangnya.

Jullie mengeluarkan pisaunya dan menempelkannya padaku. "Jika kau berbicara satu kata, kau dan teman-temanmu itu akan mati," ancamnya.

"Kalian mencari gadis sialan ini?" Suara Jullie mengejutkan kelima orang itu. Aku mengenal mereka kecuali dua orang yang berdiri di samping Pangeran Alastair. Dan ... di mana Landon?

"Scars!" seru mereka bersamaan. Aku hanya bisa menatap mereka karena jujur saja, bibirku terasa sakit bila aku membukanya.

"Dari mana kau ...,"

Jullie melirik pintu ruangan bawah tanahnya yang dibiarkan terbuka.

Mason memicingkan matanya dan bersiap untuk melawan Jullie. Ia maju selangkah, namun saat ia akan mengambil langkah lagi, Jullie mengancamnya.

"Jika kau melangkah lebih dekat lagi, aku tidak akan segan untuk membunuhnya," ancam Jullie sambil menggoreskan leherku. Aku mengerang kesakitan dan berhasil membuat kelima orang di depanku semakin cemas.

"Apa maumu?" Pangeran Alastair mulai naik darah. Tatapannya itu belum pernah kulihat sebelumnya. Bahkan suaranya terdengar dingin penuh kebencian. Ia sepertinya sangat mengkhawatirkanku.

"Tidak masalah jika aku memberitahu apa mauku atau tidak—kalian tidak akan menurutiku," jawab Jullie santai. Suaranya itu membuat telingaku sakit karena ia berbicara terlalu dekat dengan telingaku. Aku sudah muak mendengar suaranya itu.

Setelah Jullie memberikan isyarat pada kedua orang kepercayaannya, mereka mulai beradu pedang.  Dexter terus mengincar Megan. Sepertinya ia menganggap remeh kemampuan Megan. Aku  yakin, ia akan menyesal sudah mengganggunya.

Dexter terus berusaha untuk menggoreskan pedangnya pada kulit Megan, tetapi tidak semudah itu. Megan terus menahan tebasan pedangnya menggunakan pedangnya yang walaupun kecil, tetapi kuat. Suara pedang yang tadinya mencicit garang, kini berubah menjadi kecil seperti suara tikus yang ketakutan. Aku tersenyum ketika melihat Megan berhasil membuat pedang milik Dexter terpental dan meluncur turun pada genggamannya.

Namun, senyumanku langsung memudar ketika Megan terlihat hendak menusukkan pedang itu pada jantungnya. Aku tidak boleh membiarkan Megan menjadi seorang pembunuh.

"Megan ... jangan lakukan itu ... semua nyawa berharga," pintaku pelan. Mendengar aku  berbicara, Jullie menjambak rambutku.

Megan menatapku sesaat. Tak lama, ia kemudian menjatuhkan kedua pedang yang ia genggam lalu menyemprotkan air bercampur lada pada kedua mata pria itu dan melemparkan botolnya pada kepalanya. Harus kuakui, yang tadi itu benar-benar keren!

"Serahkan Scars sekarang juga!" tegas Pangeran Alastair setelah ia berhasil melumpuhkan Warren.

"Tidak!" tolak Jullie dengan histeris yang lagi-lagi membuat telingaku sakit.

"Lihatlah sekelilingmu! Kau sudah kalah! Apakah kau belum sadar juga?" Megan tampak sangat marah pada Jullie.

Aku dapat mendengar Jullie mendecakkan lidahnya dan bermaksud untuk menggoreskan pisaunya pada leherku lagi, tetapi Pangeran Alastair berhasil menahan tangannya. Jullie tampak terkejut karena tenaga pangeran itu ternyata cukup kuat.

Pangeran Alastair merebut pisau milik Jullie lalu menjatuhkannya di atas lantai. Ia kemudian menarikku dalam pelukannya, meninggalkan Jullie yang menjatuhkan dirinya.

Pangeran itu membawaku jauh-jauh dari Jullie kemudian kembali memelukku dengan sangat erat.

"Kau tahu? Aku sangat mencemaskanmu," bisiknya. Suaranya itu berhasil membuatku berlinang air mata dan pelukannya itu berhasil membuatku merasa hangat dan rasa sakitku seketika hilang.

Aku hanya membalasnya dengan tawa kecilku. Seandainya tenagaku masih tersisa untuk membuatku tetap sadar, tentu saja aku akan membalas ucapannya itu dengan kata 'terima kasih'.

Hal terakhir yang aku lihat sebelum semuanya berubah menjadi hitam adalah Landon yang sedang menungguku di luar rumah. 

-------------

Hai!

Cuma mau kasih tau aja kalo buku ini bentar lagi abis HEHE :(
Chapter ini spesial buat kalian yang setia nunggu update-an. Mohon maaf kalo chapter ini ngecewain dan masih banyak kurangnya.

As always, makasih buat support dari kalian!!<3

Val.

Scarlett (Book Two) : Winter SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang