1. Di Tagih Janji

8.9K 452 29
                                    

Hai readers aku tegaskan sekali lagi yaa, aku sudah mengubah alur cerita ini dan pasti akan sedikit berbeda jadi untuk kalian yang sudah membaca dengan jauh mohon baca dari awal lagi yaa biar nyambung bacanya.

***
Jalanan terlihat begitu licin, bahkan membuat beberapa kendaran menjadi terjebak di tengah hujan, namun kini hujan sudah mulai mereda.  Lelaki berpakaian kemeja hitam itu menatap jam tangannya, raut wajahnya sedikit resah karena malam ini ada acara penting yang akan di adakan oleh orang tuanya, dan mengharuskannya untuk datang, sementara taxi yang di tumpanginya kini terjebak di tengah jalan.

"Pak, saya mau turun saja di sini!"

"Kenapa Mas? Hujan belum reda, biar saya antar sampai tempat tujuan," ucap supir taxi. Namun lelaki itu tetap kekeuh. 

"Ini uangnya, saya benar-benar sedang terburu-buru." Terlihat kegelisahan di wajahnya saat ini, setelah memberi supir itu uang, dia keluar dari mobil membuat Pak supir merasa bersalah karena tidak bisa mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Sepertinya hujan tidak ia pedulikan, ia tetap menerobos hujan dan berlari kecil.

Setelah menerobos hujan yang memang tidak terlalu deras, akhirnya ia sampai. Sejenak menepuk jasnya yang sedikit basah, begitu juga menenangkan detak jantungnya, walau jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat ia berhenti dari mobil, tetap saja nafasnya sedikit ngos-ngosan dan sedikit lelah. Setelah semuanya rapi ia segera melangkah menuju sebuah rumah kediaman sahabatnya, sejenak menatap rumah itu kini perasaannya mulai tidak enak.

"Ilham?" Ibunya menatap terkejut. Penampilan Ilham sangat berantakan dengan jas yang basah dan rambutnya yang acak-acakan.

"Kenapa pakaianmu basah?" lanjut Ibunya Revan, mereka semua menatap Ilham membuat lelaki itu merasa risih.

Ilham membuka jas itu sehingga hanya memakai kemeja putih saja yang untungnya masih sedikit kering.

"Maaf ma, Tante. Aku datang terlambat juga dengan keadaan yang memalukan ini. Mobilku masuk bengkel aku terpaksa naik taxi online, tetapi karena hujan alhasil jalanan macet, dan aku memilih turun dan berjalan kaki untuk sampai ke sini." Jelasnya panjang lebar. Tentu ini mengundang rasa empati pada mereka.

"Ya ampun, kenapa kamu tidak mencoba menghubungiku? 'kan aku bisa jemput," ucap Revan sahabatnya.

"Iya, kamu bisa hubungi Ibu juga, Nak." 

"Ya sudah, yang penting Ilham sekarang ada di sini. Ayo duduk, Ham!" Timpal Ayah Ilham.

"Kamu lebih baik ganti pakaian dulu, pakai saja baju Revan!" ucap Ibunya Revan.

"Ah tidak usah Tante cuma basah sedikit."

"Yakin nih? Takutnya nanti kamu masuk angin."

"Ilham benar-benar tidak apa, Tante," jawab Ilham meykinkan.

"Baiklah kalau begitu, Nak."

"Berhubung Ilham sudah di sini, jadi tunggu apalagi? Kita mulai saja acaranya!" ucap Ibu Ilham dengan wajahnya yang sangat kegirangan, membuat Ilham menatap penuh tanya.

"Memangnya ada acara apa ini, ma?" Tanya Ilham malah bingung, ia menatap sahabatnya yang kini tengah duduk seraya tersenyum ke arahnya.

Ilham baru sadar dimana dirinya sekarang, ini adalah rumah Revan sahabat masa kecilnya, dan terakhir kali ia datang kemari ketika perpisahan saat dirinya akan pergi kuliah keluar kota, sudah lama tidak berkunjung ke sini dan sekarang dia terpaksa harus datang walau sebenarnya dia beberapa kali menolaknya.

"Ima, dia kenapa belum ke sini, ya?" ujar Ibu Revan.

Ilham menelan salivanya dengan paksa, jantungnya berdetak sangat cepat suasana mendadak horor. Ima, ia menyadari nama itu Ima yang selalu mendatanginya setiap malam yang beberapa hari lalu menghubunginya membuatnya begitu ketakutan, tanpa menjelaskan maksud, dan tujuan ia dimintai datang ia sudah bisa menebaknya.

Unconditional Marriage  (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang