11. Bersalah

4.5K 220 15
                                    

Sejak terbangun di pagi hari, Ilham masih mendiamkannya bahkan saat sarapan pun Ilham  tidak bicara sepatah kata pun, ini membuat Ima benar-benar merasa begitu menyesal telah membuat Ilham kecewa.

Ima tidak tau bagaimana menghadapi seseorang yang tengah marah karena ini pertama kalinya dirinya menghadapi Ilham yang sedang marah pada dirinya.

"Kak, apa Ima nggak bisa di maafin?" Tanya Ima dengan suara memohon, namun Ilham masih diam.

"Kak, aku bisa kok bawa Rian biar jelasin semuanya."

Brak!

Ilham menggebrak meja seraya berdiri membuat Ima sempat terpelonjok kaget, lalu lelaki itu tanpa sepatah kata pun sudah berlalu dari hadapannya, Ima membuang nafasnya dengan kasar Ima menekan pelipisnya yang terasa begitu pusing, ia benar-benar telah membuat Ilham membencinya sekarang, dan mungkin tidak termaafkan.

***

Ima datang lebih awal dari biasanya, ia masih menunggu sampai restorannya buka, Ima bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari sana. Ia menatap restoran yang ada di hadapannya itu, tempat yang telah membuat semangatnya membara, tetapi sekarang ia tidak bisa lagi melanjutkan untuk bekerja. Karena, kedatangannya ke sini untuk mengundurkan diri, walau rasanya berat tetapi demi keutuhan rumah tangga ia pun harus merelakan pekerjaannya.

Tak lama Ima melihat mobil Rian yang kini baru saja datang, pantas ketika ia sampai Rian sudah ada di sini, ternyata lelaki itu selalu datang lebih awal. Ima memutuskan untuk tetap dengan persembunyiannya, karena ia juga penasaran dengan sosok Rian sebenarnya, siapa tau ia akan mendapat petunjuk.

Ima terheran melihat Rian yang sedang di hormati oleh para pelayan restoran.

"Selamat Pagi, Pak." Mereka memberi hormat.

"Ima belum datang 'kan?" tanya Rian.

"Aman Pak, biasanya juga karyawan datang lebih siang dari Bapak."

"Syukurlah, mana seragam saya, ingat ya! Jangan sampai Ima tau penyamaran saya ini."

"Aman Pak, dia tidak akan tau kalau Bapak adalah pemilik restoran ini," ucap lelaki yang sudah menjadi kepercayaannya itu.

Ima membelalakkan matanya begitu mendengarnya, ia memang tidak berdiri terlalu jauh, jadi bisa mendengar percakapan keduanya, dan sangat terkejut begitu tau Rian adalah pemilik restoran ini, Ima malah merasa kecewa seharusnya Rian tidak membohonginya.
Ima segera memberanikan diri untuk mendekat, sehingga membuat Rian terkejut dengan kehadirannya.

"Ima?" Panggilnya.

"Ima, kenapa malah diam?" Rian berusaha menutupi keterkejutannya.

"Maksud kedatanganku ke sini, untuk keluar dari pekerjaan," 

"Kenapa Ima? Ada masalah apa? Kenapa begitu tiba-tiba?"

"Tidak perlu tau alasannya, lalu, kenapa kamu membohongiku? Aku sangat terkejut begitu tau kamu pemilik restoran ini," Ima mengalihkan pembicaraannya.

"Ima, ada alasan kenapa aku membohongimu."

Ima membuang nafasnya dengan kasar, entah apa alasannya yang jelas sekarang ia merasa kecewa karena sudah di bohongi.

"Aku menyamar jadi pelayan karena aku... ingin membantumu." Mereka sudah duduk sekarang, dan Ima yang berada di sebelah Rian menatap Rian.

"Kenapa ingin membantuku?" Ima bingung, untuk apa Rian membantunya.

"Karena aku tidak tega melihatmu bekerja seperti saat itu, apalagi sampai di marahi oleh karyawanku, aku tau kamu belum terbiasa makannya aku bantu." Jelas Rian.

"Seharusnya kamu jujur saja dari awal, kalau kamu itu adalah pemilik restoran itu, dengan itu aku tidak akan bersikap mode teman padamu." Suara Ima mulai lembut, membuat Rian merasa lega, dia menatap Ima.

"Aku malah lebih suka kamu bersikap seperti biasa padaku."

"Tapi rasanya tak sopan, selama ini aku melihatmu sama seperti diriku hanya orang biasa, tetapi aku salah, kamu adalah orang terhormat, pantas saja selam ini banyak sekali keanehan selama kamu berada di sisiku." Ima menunduk.

"Ima, tolong jangan merasa bersalah, anggap saja semua itu aku lakukan karena aku ingin membantumu sebagai temanku."

"Tapi, Ima merasa tidak sopan dengan segala sikap Ima padamu saat kerja, rasanya begitu memalukan, mungkin itu juga yang buat mereka seakan membenciku."

"Aku minta maaf ya, bukan maksud ingin kamu tidak di sukai mereka, tetapi aku cuma ingin menjadi teman baikmu, dengan caraku menyamar jadi karyawan aku bisa dekat denganmu." Ima tidak mengartikan apa-apa dengan perkataan Rian, ia anggap niat Rian itu baik hanya caranya yang salah.

"Ya sudah, lupakan saja, kamu nggak salah kok kamu justru sudah baik padaku."

Ima kembali berkata, namun kali ini suaranya berubah seperti menyimpan kesedihan, Rian terdiam sejenak.

"Kamu serius ingin berhenti bekerja? " tanya Rian.

"Ya, aku serius."

"Kenapa begitu? Kamu baru seminggu masa harus berhenti, apa karena aku membohongimu? Sungguh jika karena itu maafkan aku." Suara Rian terdengar bersalah.

"Bukan itu, karena sebelum aku mengetahuinya tadi, niatku kemari memang untuk memberitahu ini. Soalnya, suamiku marah, dia sudah salah paham, mengira aku selingkuh denganmu."

"Tapi kamu sudah menjelaskannya kan, bahwa kita itu cuma teman?"

"Sudah, tetapi dia tetap tak percaya, bahkan berujung mendiamkan aku." Wajah Ima semakin bersedih, Rian yang melihat itu merasa bersalah. Memang, sejauh ini ia terlalu dekat dengan Ima yang seharusnya tidak boleh, secara Ima sudah berkeluarga, tetapi rasa yang tumbuh ini membuatnya ingin selalu berada di sisi Ima.

"Kalau begitu izinkan aku menemui suamimu, nanti aku jelaskan, supaya Ilham tidak salah paham."

"Jangan! Kak Ilham malah makin marah nantinya, biarlah seperti itu, aku bisa menyelesaikan sendiri." Menunduk sedih.

"Aku benar-benar merasa bersalah, maaf ya sudah buat rumah tangga kamu seperti ini."

"Kamu tidak salah kok, lagi pula bukan masalah itu saja. Kak Ilham marah karena aku yang diam-diam bekerja, dia merasa harga dirinya sedang di jatuhkan, dan aku menyadari kesalahanku. Seharusnya aku tidak seperti itu, dan pentingnya izin terlebih dahulu."

"Yang sabar ya, ini cuka kesalah pahaman, suamimu mungkin masih kesal, nanti juga dia akan kembali seperti biasa." Rian sedikit menepuk pundak Ima untuk menenangkannya, ia bisa melihat betapa sedihnya wanita di sampingnya itu. Tentu saja tidak enak rasanya didiamkan oleh pasangan.
***

Unconditional Marriage  (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang