Ilham menyandarkan tubuhnya di atas sofa lelaki itu tengah memegang pelipisnya yang kini terasa begitu pening. Jangankan untuk bekerja memikirkan perjodohannya dengan Ima saja membuatnya menambah beban.Ilham memang sudah dewasa tapi di umurnya yang saat ini ia masih belum bisa menikah dengan Ima. Ilham masih ingin bebas dan mengejar karirnya, tetapi karena sebuah perjodohan membuat ia harus melupakan Impiannya. Ima akan menjadi istrinya yang artinya kewajibannya berubah besar, sebentar lagi gadis itu akan mengacaukan hidupnya.
"Rasanya sudah lama tidak seperti ini." Revan menyusul untuk menyandarkan tubuhnya di atas sofa milik Ilham.
"Arghh rasanya masih sama sofa ini terasa empuk." Revan masih sibuk dengan sofanya.
"Astaga anak ini." Ilham hanya menggeleng.
"Terakhir kita bareng kapan, ya?" Revan mencoba mengingat-ngingat.
"Setelah lulus SMA mungkin, setelah itu gue sibuk kuliah, lalu mengurusi perusahaan bokap."
"Ah ya, lo memang beruntung sekali punya orang tua tajir, lah gue habis lulus SMA malah menganggur susah banget nyari kerja." Keluh Revan.
"Jadi, mau kerja sama nggak?"
"Memangnya gue bisa apa Ham? Tau kan sekolah aja sering bolos, beda denganmu bolos nggak bolos tetap aja pintar."
"Ya sudah, biar gue carikan nanti kasihan sekali teman gue yang satu ini, gue pikir sudah sama suksesnya."
Padahal kalau saja Revan mau, Ilham bisa memasukkannya ke tempat kerjanya, tetapi lelaki itu sendiri yang tidak mau jadi ia tidak bisa memaksanya.
"Udah siap belum?" Kali ini Revan sengaja mengalihkan pembicaraannya.
"Siap apa?" Ilham mengerutkan keningnya.
"Nikahin Adik gue lah."
"Van, kayaknya gue nggak suka sama Adik lo deh." Ilham masih membaringkan tubuhnya, terdengar helaan nafas kasar darinya.
"Gimana-gimana? Coba di ulang sekali lagi!"
"Gue nggak suka sama Ima." Tegas Ilham
Cetak!
"Eh buset, sakit woi!" Sambil mengelus kepalanya yang baru saja kena sentilan dari Revan.
"Lagian lo nyebelin banget sumpah, udah sejauh ini malah bilang gitu."
"Lo kan tau, dari dulu gue anggap Ima itu ya cuma Adik doang."
"Gak bisa gitu dong, Ima itu harus lo nikahin, lo tau kan Ima orangnya kaya gimana? jangan buat Adik gue kecewa. Sumpah ya, gue nggak bakal maafin lo kalau sampai nggak nikahin Ima, masalahnya semua udah di siapin,Ham." Revan mulai terpancing emosi.
"Argh kalem dong, lo enak ngomong gitu coba kalau ada di posisi ini pasti akan mengatakan hal yang sama. "
"Enggak lah, kalau gue ya, udah tinggal ikuti aja, apa susahnya? Lagian usia lo juga udah matang."
Ilham menatap dengan kesal, rupanya bicara dengan Revan malah semakin membuatnya pusing.
"Pokoknya gue nggak mau tau, lo itu harus nikahin Adik gue kalau enggak, ya kita akhiri persahabatan ini." Setelah berkata itu Revan malah berlalu dari hadapannya.
"Argh dasar Kakak sama Adik sama kaya bocahnya, bisanya cuma ngancem doang."
Ilham berdecak dengan kesal, menikah dengan Ima seolah menjadi masalah baginya. Sebenarnya bisa dia menolak tetapi, apa tidak malu sebagai lelaki menolak. Bukankah seharusnya perempuan yang bisa seperti itu, kalau sampai ia menolak bukan bermasalah dengan keluarga Ima saja, tetapi dengan keluarganya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Marriage (Akan Diterbitkan)
RomanceCinta masa kecilnya kepada lelaki seusia Kakaknya, yang kini berlanjut saat Ima sudah beranjak dewasa. Ima menagih janji Ilham untuk menikahinya. Sementara usia Ima terbilang masih cukup muda. Namun tidak membuat Ima menyesal akan keputusanya untuk...