Prolog

16.6K 619 51
                                    

Hai readers mohon maaf ya aku terpaksa harus mengubah semua alur cerita ini agar bisa terus nyambung, karena aku sudah terlalu lama vakum. Semoga kalian suka dengan ceritanya.

***

"Pokoknya kalau sudah besar nanti, aku mau nikahnya sama Kak Ilham aja, ma." Ima berkata dengan polosnya pada sang Ibu.

"Tapi sayang, Kak Ilham 'kan lebih tua dari kamu kalau dia besar nanti kamu baru umur berapa?"

"Aku tidak mau tau pokoknya aku mau nikahnya sama Kak Ilham saja, karena cuma dia yang selalu baik sama aku!" Ibunya menggelengkan kepalanya tak percaya anak seusia ini sudah bicara soal pernikahan.

"Duh gimana ya Nak, Ilham? Sepertinya Ima sudah benar-benar tergila-gila sama kamu," ujar Maya Ibu Ima.

Ilham yang sedari tadi berada di sana mendekat ke arah Ima lalu mengelus rambutnya dengan lembut dan seketika Ima langsung terdiam.

"Kak Ilham, nanti kalau sudah besar mau nikah sama aku 'kan?" Tanya Ima seraya memasang wajah melasnya.

"Iya, nanti kalau kamu sudah besar, Kakak pasti nikahnya sama kamu." Sambil mencubit kedua pipi Ima dengan gemas, lalu tersenyum dengan begitu manisnya.

"Janji yah?" Ima mengacungkan jari kelingkingnya.

"Iya janji." Jari kelingking mereka saling bertautan.

"Kalau bohong nanti Kakak akan Ima cekik." Seketika Ilham langsung tertawa ekspresi bocah ini begitu lucu, selalu membuatnya terhibur.

"Hahaha iya Kakak janji Ima."

"Tuh 'kan ma, Kak Ilhamnya juga mau nikah sama aku horeeee." Teriaknya girang seraya memeluk Ilham dengan erat.

"Jangan di pikirkan Nak, Ilham, anggap saja bercanda," ujar Maya.

"Iya Tante, Ilham paham."

Ilham hanya tersenyum saat melihat Adik dari sahabatnya yang usianya baru jalan 7 tahun itu, sedangkan dirinya sudah berusia 18 tahun.

"Kalau begitu sekarang Ima cepetan mandi nanti Kakak ajak naik sepeda."

"Tapi di mandiin sama Kakak, ya!" Mohonnya. Ima merengek seraya menarik seragam SMA milik Ilham.

"Ima, Kak Ilhamnya mau pulang dulu kasihan 'kan, dia juga sama harus mandi, nanti kalau udah selesai pasti ke sini lagi, iya kan Ilham?"

"Iya Tante, Ilham nanti ke sini lagi."

"Ya udah, Ima mau mandi dulu deh, tapi janji ya kakak harus balik lagi."

"Siap putri kecil." Jawaban Ilham membuat Ima kegirangan.

"Dadah kakak." Dengan segera bocah itu berlalu ke arah kamarnya.

Sementara Ilham sudah berdiri lagi, ia membuang nafasnya dengan lega. Entah gadis itu lebih suka dengannya dibanding Kakaknya sendiri.

"Nak, Ilham jangan di pikirin apa kata anak Tante, dia hanyalah anak bocah yang ... haduh Tante pun tidak tau harus ngomong apa lagi, dia puber belum saatnya," ucap Maya seraya menggelengkan kepala.

"Iya Tante, aku juga ngerti kok, Ima itu anaknya lucu selalu ada saja yang buat Ilham tertawa, jadi enjoy saja setiap dengar perkataan konyolnya."

"Kamu memang lelaki yang baik, auramu begitu lembut dimata anak kecil makannya anak Tante tergila gila." Maya tersenyum.

"Benarkah? Wah pantas saja anak bocil pada nurut," ucapnya sambil tertawa.

Setelah memastikan Ima mau mandi, akhirnya Ilham memutuskan untuk pulang. Sudah cukup bermain-main di sini, Ilham memang begitu dekat dengan keluarga Ima mengingat persahabatannya dengan Revan Kakak dari Ima, sudah seperti keluarga makannya sepulang sekolah Ilham selalu menyempatkan waktu untuk ke sini.

"Kayanya Adik gue itu kesemsem deh sama lo, lo memang ganteng bro lihat, bocah seusia itu aja udah naksir sama lo." Suara itu muncul dari arah lain, ternyata dia adalah Revan Kakak dari Ima.

"Kenapa harus bocah, ya? Yang seumuran gitu."

"Awas lo jangan lupa kalau udah gede kawinin Adik gue, ya!" ucap Revan sedikit tersenyum menjengkelkan.

"Gila kamu ya, gue bahkan nggak berpikir sejauh itu."

"Lo harus tanggung jawab atas ucapan lo, lo tau 'kan gimana Ima Adik gue, yang kalau dia ingin apa pun harus di turuti."

"Ima masih kecil, dia pasti akan lupa masa saat ini di masa depan."

Lagian untuk apa Ilham harus memikirkannya, di saat usianya dewasa nanti Ima akan bertemu dengan banyak lelaki di luar sana sudah pasti gadis itu akan menemukan pasangannya.

"Kalau Ima ingat, terus nagih janji gimana?"

"Gue bakal kabur."

"Yakin, lelaki apa yang kabur ninggalin janjinya?"

"Udah deh Van jangan membuat kepala gue tambah pusing."

"Ya sudah, kamu pulang sana, tapi jangan lupa nikahin Adik gue kelak!" Diiringi tawa lagi, bahkan kali ini lebih renyah dari sebelemunya.

Suara itu tiba-tiba terus berulang-ulang di telinganya.

"Tidak!" Teriaknya.

Nafasnya terengah-engah jantungnya berdetak sangat cepat, baru saja Ilham terbangun dari mimpinya. Mimpi yang setelah sekian lama ia lupakan namun, tiba-tiba mimpi itu kembali hadir. Mimpi yang selalu membuat hidupnya merasa terancam sampai saat ini, Ilham tidak tau harus apa jika bertemu dengan Ima lagi kelak yang jelas Ilham tidak bisa bertanggung jawab atas ucapanya di masa lalu.

"Semoga Ima tidak menagih janjiku," gumamnya dengan resah.

Drrrrt... Drrrrt...

Ponselnya bergetar menampilkan satu panggilan di sana, nomor itu tidak ada namanya berarti nomor baru, Ilham sempat ragu dan akhirnya ia mengangkat panggilan itu.

"Hallo! Selamat pagi, semangat kerjanya Kakak, ini aku Ima, Save nomernya, ya!" Suara cempreng yang khas.

Sontak Ilham melempar ponsel itu ke atas kasurnya, baru saja ia mimpi buruk sekarang malah di kejutkan dengan suara orang yang ada di mimpi itu.

Ima, gadis itu menghubunginya setelah sekian lama. Padahal ia sudah tidak pernah berkunjung lagi kerumah Ima. Hubungannya dengan Revan pun sudah mulai merenggang dikarenakan sibuk dengan aktivitas masing-masing sampai tidak satu kontak lagi. Tetapi, kenapa gadis itu bisa mendapatkan nomornya?

"Sial aku sedang dalam bahaya," ucapnya ia mengacak rambutnya dengan kasar.

"Hallo, Kak Ilham! Kamu tidak apa-apa 'kan? Kenapa diam saja?" Suara itu masih muncul dari ponselnya. Ilham lupa bahwa dia belum mengakhiri panggilannya dengan segera ia mengambil ponselnya.

"Maaf anda salah sambung."

Tut... tut... tut...

Ilham mengakhiri panggilannya, sementara di tempat lain Ima sedang kembali menghubungi nomor Ilham namun malah tidak aktif sepertinya lelaki itu memblokir nomornya.

"Masa sih salah sambung? Orang nomor ini jelas ada di Facebooknya Kak, Ilham." Ima menggerutu dengan kesal.

Susah payah mencari nama Facebook Ilham ujung-ujungnya malah salah sambung, Ima merasa sangat sedih sekarang.

"Kenapa susah sekali mencari Kak Ilham? Sudah begitu lama dia tidak pernah datang lagi. Hubungannya dengan Kak Revan pun sudah tidak seperti dulu, kemana sebenarnya lelaki itu?" gumamnya.

Ima membuang nafasnya dengan kasar, Ilham hilang bak ditelan bumi. Dia pindah rumah keluar kota menetap di sana dengan keluarganya dan Ima tidak pernah mendengar lagi kabarnya.

Sungguh Ima sangat merindukan lelaki itu ingin bertemu walau hanya bertegur sapa. Mungkin Tuhan belum mengijinkannya untuk bertemu, tetapi ia berharap semoga suatu saat Ilham dan dirinya akan segera di pertemukan.

****
Novel ini sudah di revisi, dan ada sedikit perubahan alur jadi disarankan baca ulang 🙏
Guys, jangan lupa mampir juga di novel yang sedang ikut event, dengan judul Asmara dalam Dendam.

Unconditional Marriage  (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang