Hai guys, maaf author baru nongol lagi, kalau emang cerita ini udah gk menarik author bakal tamatin yaa.. Oh ya, jangan lupa mampir ke fizoo dengan nama pena ShintaAgatha, mohon mampir ya guys."""
Ilham memarkirkan mobil di halaman rumahnya, dia segera bergegas untuk masuk ke dalam rumahnya, Ima pasti sedang menunggunya. Ilham tidak mau membuat hubungannya menjadi kacau lagi.
Pintu tidak terkunci, sehingga Ilham dapat masuk begitu saja. Matanya mencari-cari keberadaan istrinya.
Ilham berjalan ke arah dapur dilihatnya masakan Ima yang kini sudah dingin, seketika ia merasa bersalah pasti Ima kecewa padanya.Ilham segera menuju ke kamarnya, setelah pintu terbuka Ima sudah tidak ada di sana, entah perasaannya tidak enak sekarang.
Ilham membuka ponselnya, ternyata ada beberapa panggilan mau pun pesan dari Ima, Ilham memang sengaja mematikan dering ponselnya, tidak menyangka Ima akan menghubunginya sebanyak ini.
Lalu Ilham mencoba membuka salah satu pesan dari Ima, dan seketika kedua matanya langsung terbuka lebar.
Ima: Kakak dimana? Mama meninggal Kak. Aku sedang di rumah sakit sekarang.
Jantungnya terasa berhenti sejenak sampai akhirnya ia kembali berjalan ke luar untuk segera menuju ke tempat mertuanya. Ini sangat mengejutkan untuknya, sampai beberapa kali ia tidak fokus menyetir mobilnya.
Sementara itu, Ima masih menangis di pelukan Revan, Dokter bilang Mamanya sudah tidak bisa di tolong lagi dan ini begitu menyakitkan untuk Ima, padahal tadi siang Ima sempat bertemu dengan mamanya, pantas saja mamanya sudah bicara aneh mungkin itu sudah pertanda bahwa beliau akan meninggalkannya secepat ini.
"Kak, kenapa mama secepat ini meninggalkan kita." Isak Ima belum berhenti menangisi mamanya.
"Sabar, Dek, ini sudah takdir yang maha kuasa. Sekarang, Mama sudah tidak merasakan sakit lagi."
Ima tetap saja merasa bahwa ini terlalu cepat, dia masih butuh sosok seorang Ibu dalam hidupnya, selama ini hanya bergantung ke pada Ibu, setelah tiada dia mau berlindung kepada siapa. Ima semakin mengeraskan isakkannya.
Revan semakin sedih begitu mendengar isakkan Adiknya, sejak tadi Ima nangis histeris apalagi setelah melihat mamanya yang sudah di tutup kain kapan.
Ilham sudah sampai di rumah sakit, jantungnya berdetak sangat cepat bersamaan dengan langkah kakinya, sampai akhirnya dari kejauhan ia melihat keduanya, dan mempercepat lagi jalannya. Langkahnya terhenti ketika ia melihat Ima yang kini tengah berada di pelukan Kakaknya, seketika ia merasa bermalah seharusnya Ima berada di dalam pelukannya saat ini.
"Ima?" Suara itu membuat Ima dan Revan segera menoleh.
"Kak Ilham." Ima segera menghambur ke dalam pelukan suaminya, dia melampiaskan semuanya di sana. Ilham diam beberapa saat, dengan satu tangan menepuk punggung sang istri dengan lembut.
"Mama Kak, mama telah meninggalkan kita untuk selamanya," Isak Ima.
Revan yang melihat itu hanya menunduk, rupanya lelaki itu pun menangis, tidak bisa berpura-pura kuat menghadapi kematian Ibunya ini.
Ilham hanya diam, dan semakin mengeratkan pelukannya, dia tidak tau harus berkata apa sekarang, suasana kini sedang berduka.
Malam itu juga jasad Ibunya langsung di bawa pulang, tetapi akan di makamkan esok harinya. Berhubung ini sudah sangat malam, dan mereka juga sedang menunggu kedatangan mertua Ima yang ada di luar kota, serta kerabat lainnya.
***
Setelah jasad mamanya sudah di rumah, banyak tetangga yang kini berdatangan ke rumahnya untuk mengadakan yasinan, Ima bahkan tidak mau menjauh dari sisi mamanya. Sambil terus memeluknya, rasanya ia belum siap kalau harus melihat mamanya di kubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Marriage (Akan Diterbitkan)
RomanceCinta masa kecilnya kepada lelaki seusia Kakaknya, yang kini berlanjut saat Ima sudah beranjak dewasa. Ima menagih janji Ilham untuk menikahinya. Sementara usia Ima terbilang masih cukup muda. Namun tidak membuat Ima menyesal akan keputusanya untuk...