Sudah satu jam berlalu, Ilham masih merasakan tubuhnya yang terus bergetar hebat. Ini detik-detik dimana ia harus mengucapkan ijab kabul. apalagi melihat para tamu undangan yang sudah menghadiri pernikahannya, membuatnya benar-benar tidak karuan.
Hingga Pak penghulu segera mengucapkannya, dan di luar dugaan Ilham megatakanya dengan mudah tidak ada sedikit pun kesalahan atau suara tercekat di tenggorokanya, semuanya begitu lancar.
"Alhamdulillah Sah," ucap semua orang dengan bahagia. Ilham masih diam dia tidak percaya dengan apa yang sudah ia katakan tadi.
Apakah perkataannya bisa aku tarik kembali?
Pengantin wanita pun keluar dari bilik kamarnya berjalan dengan gaun indahnya yang melekat di tubuh mungilnya, ia berjalan di tuntun oleh sang perias menuju suaminya.
Para tamu undangan menatap dengan kagum sementara Ilham menatap dengan tatapan yang sulit di artikan, lelaki itu sampai tidak bisa berkedip tatapannya terus teruju kepada istrinya. Ima semakin mendekat ke arahnya jantungnya berdegup sangat kencang. Ima memang terlihat begitu cantik, dan anggun di matanya, dia benar-benar sangat terpesona.
Ima mengedipkan matanya dengan centil. "Akhinya kita sudah sah menjadi suami istri." Bisik Ima dengan suara serak basahnya membuat bulu kuduk Ilham langsung berdiri, rupanya gadis ini sedang menggodanya.
Aku sudah gila, kenapa aku malah menikmati kecantikanya. Ish sial!
Sadar Ilham jangan terkecoh. Batinnya.Tibalah sesi memasukkan cincin, Ima dengan wajah sumringah tidak terlewat sedikit pun untuk terus tersenyum, gadis itu menyodorkan jemarinya tidak sabar menerima cincin pernikahannya. Dengan perasaan tak karuan Ilham memasukkan cincin itu di jemari manis istrinya lalu di lanjutkan oleh Ima yang sama memasukkan cincin di jemari sang suami.
Ima mencium punggung tangan suaminya dengan lembut, sementara Ilham hanya diam padahal mereka berdua sedang di lihat banyak orang tetapi, Ilham tak sungkan untuk menarik tangannya yang tadi sempat di genggam oleh Ima. Ima mengerucutkan bibir tipisnya gadis itu tidak suka dengan penolakan Ilham.
Setelah ijab kabul selesai Ilham mau pun Ima berlanjut ke acara selanjutnya yaitu sungkeman yang akan mengundang air mata, Ima yang tidak punya Ayah merasa begitu sedih sehingga ia tidak berhenti untuk meneteskan air matanya. Kakak Ima yang memeluk Adiknya ikut menangis tetapi, tidak dengan Ilham lelaki itu terlihat biasa saja dengan tatapan dingin.
"Mama harap kamu bahagia. Jadilah istri yang baik untuk Ilham," ucap mamanya.
"Iya, ma, terimakasih sudah merawatku sampai saat ini."
"Iya sayang, mama bangga padamu, nikmatilah kebahagiaanmu sekarang, jangan nangis lagi, Ayahmu bisa sedih kalau liat kamu seperti ini." Ia menghapus air mata putri tercintanya. Setelah selesai berpelukan Ima segera menghapus air matanya, tangannya di tuntun oleh Ilham menuju kursi pelaminan.
"Sudah, jangan nangis terus, kita harus terlihat bahagia sekarang." Ilham lelaki itu berkata dengan dingin.
"Iya Kak, tapi air mataku ini malah terus keluar." Seraya mencoba menghapusnya dengan tangan terlihat sangat dramastis.
Melihat itu Ilham segera mengambil tisu yang ada di sampingnya tanpa pikir panjang ia menghapus air mata Ima, membuat Ima terdiam, hatinya sangat tersentuh dengan perlakuan suaminya barusan.
Wajah Ilham mendekat membuat debaran jantungnya semakin kencang. Sontak membuat Ima segera memejamkan matanya.
Astaga, Kak Ilham akan menciumku sekarang, walau ini terlalu cepat tetapi aku sudah tidak sabar. Batin Ima.
"Ima, apa yang kamu lakukan?" Suara itu mampu membuat Ima segera membuka matanya.
"Bukannya Kakak mau menciumku?" Tanya Ima dengan polosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Marriage (Akan Diterbitkan)
RomanceCinta masa kecilnya kepada lelaki seusia Kakaknya, yang kini berlanjut saat Ima sudah beranjak dewasa. Ima menagih janji Ilham untuk menikahinya. Sementara usia Ima terbilang masih cukup muda. Namun tidak membuat Ima menyesal akan keputusanya untuk...