Ima mencoba memejamkan matanya, tetapi tetap saja tidak bisa, dia memang kecewa karena tidak sesuai ekspetasinya. Namun, mengingat Ilham suaminya belum pulang juga ia merasa khawatir apalagi tidak ada kabar dari suaminya.
Hingga tak lama suara pintu terbuka jantung Ima berdegup begitu cepat, itu pasti suaminya lama menunggu tapi tidak menghampirinya hingga ia mendengar suaminya membuka pintu kamar mandi, Ima membuka matanya menatap kamar mandi itu tetapi, ia memutuskan untuk kembali memejamkan matanya berharap setelah ini Ilham akan menghampirinya.
Hingga tak lama pintu kamar mandi terbuka, namun selang beberapa lama saat ia membuka mata lagi, sang suami sudah tidak ada di kamarnya.
"Aku mengkhawatirkannya, tetapi mungkin dia tidak." Gumamnya.
Menit berlalu Ilham kembali, namun kali ini Ilham membuka pintu dengan sedikit terburu-buru Ima kembali pura-pura tertidur jantungnya berdetak cepat, secepat langkah Ilham yang kini menghampirinya.
Batin Ima bergejolak."Haruskah aku membuka mata, tapi rasanya aneh bagaimana kalau Kak Ilham malah terkejut, mungkin sebaiknya aku tetap dengan posisi seperti ini saja, lagi pula dia pasti akan menyusul untuk tidur juga." Namun ternyata ia salah, suaminya malah mengatakan sesuatu yang membuatnya sakit hati.
"Ima, sejak kapan kamu bangun?"
Tanya Ilham dengan tatapan terkejut."Sejak Kakak datang." Suara Ima di sertai dengan Isakkan, dan ini tentu membuat Ilham tak enak hati.
"Apa salahku? Kenapa Kakak seolah membenciku? Apa karena aku seperti anak kecil? Sehingga Kakak tidak pernah menganggapku sebagai seorang istri."
Deg!
Makin teriris mendengar perkataan Ima apalagi disertai dengan tangisan, ia tidak tau kalau ternyata Ima sudah bangun dan mendengar perkataannya tadi.
"Ima aku bisa menjelaskannya."
"Seharusnya Ima sadar dari awal, jika tidak ada cinta di hati Kakak," Ima menghapus air matanya sejenak.
"Awalnya Ima pikir menikah muda adalah keputusan terbaik dan Ima akan bahagia, tetapi ternyata Ima malah membebani Kakak." Ima melampiaskan semuanya, tidak mau lagi terlihat kuat dan saat ini juga ia biarkan suami melihat tangisannya.
Ilham bungkam, lidahnya terasa kelu dia tidak tau harus berkata apa, perkataan Ima sangat menusuk relung hatinya.
"Maaf, seharusnya Ima nggak memaksa waktu itu, Ima benar-benar egois." Karena rasanya terlalu sakit, Ima memilih kembali membaringkan tubuhnya memunggungi suaminya.
Apa yang sudah aku lakukan? Tangisannya, mengapa membuat aku sedih.
Punggung Ima bergetar menandakan jika ia tengah menangis begitu sakitnya, sejenak Ilham merasakan sesuatu yang aneh di hatinya denyutan yang sakit seperti halnya dengan cubitan, apa Ima juga merasakannya, ingin menenangkan, namun apalah daya Ilham hanya diam merasa ragu untuk menenangkan, hingga ia memilih untuk meninggalkan kamar. Mungkin dengan itu Ima akan sedikit tenang, ia takut jika ia bicara malah membuat suasana semakin rumit.
Jebluk (suara pintu tertutup)
Ima menoleh. "Bahkan Kak Ilham sama sekali tidak menenangkanku, terjawab sudah jika sebenarnya Kak Ilham memang tidak mencintaiku."
Denyutan di hatinya semakin sakit, sesakit tangisannya saat ini, sepertinya malam ini ia akan menghabiskan waktu untuk menangisi, menerima kenyataan bahwa memang tidak akan pernah ada cinta di hati suaminya.Ilham terdiam di ruang kerjanya, batinya berkali-kali memberontak, perkataan Ima, isakkan serta air mata semua membuat hatinya perih. Sebelumnya ia tidak pernah melihat Ima sesakit itu.
"Ah, apa yang harus aku lakukan? Kenapa malah begini? Apa nantinya Ima akan membenciku? Lalu bagaimana jika sampai dia pulang ke rumahnya? Bisa-bisa Ibunya kecewa padaku, oh ya Tuhan berikan petunjukmu, apa yang harus aku lakukan sekarang? sungguh tidak tega melihatnya seperti itu tetapi aku juga tidak punya keberanian untuk mendekatinya." Ilham berkata dengan frustasi sesekali mengacak rambutnya dengan kasar, malam ini hujan deras mewakili salah satu perasaan di antara keduanya yaitu perasaan Ima yang sedang di landa kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Marriage (Akan Diterbitkan)
RomanceCinta masa kecilnya kepada lelaki seusia Kakaknya, yang kini berlanjut saat Ima sudah beranjak dewasa. Ima menagih janji Ilham untuk menikahinya. Sementara usia Ima terbilang masih cukup muda. Namun tidak membuat Ima menyesal akan keputusanya untuk...