___________________________
19:43
Tok.. Tok... Tok...
Otak dan hatinya sangat lelah, matanya ngantuk, tubuhnya baru saja dia rebahkan diatas ranjang. Namun mau tak mau Samudra harus bangkit dari posisi enaknya.
Samudra membuka pintu kamarnya, yang terlihat dari balik pintu adalah Sandi--Papa Samudra.
"Ada apa pa?" tanya Samudra terlihat santai.
"Sam, papa ingin bicara.."
Terlihat keseriusan diwajah Sandi, tanpa berfikir panjang Samudra mengangguk cepat.
Samudra mengekori Sandi hingga turun ke lantai bawah, karena kamarnya memang berada di lantai dua.
Kemudian Sandi duduk di sofa diikuti oleh Samudra yang duduk dihadapannya.
"Sam, setelah lulus nanti urus perusahaan papa," Samudra sangat sangat sangat tidak tertarik akan hal ini.
"Tapi pa.. Sam nggak ngerti bisnis-bisnis kayak gituan, lagi pula Sam pengennya jadi jaksa bukan pengusaha," ucap Samudra jujur, tidak berniat ingin berbohong.
"Jika kamu sungguh-sungguh papa akan kuliahkan kamu di luar negeri, kamu akan memperdalam ilmu pembisnisan disana," baru saja Samudra ingin memberontak, tapi Sandi lebih dulu membuka suara. "Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan meneruskan perusahaaan?!"
Kuliah di luar negeri memang impiannya, tapi cita-cita Samudra bukan itu. Yang dia inginkan adalah menjadi jaksa bukan pengusaha seperti yang Sandi mau.
"Gimana sama kak Elsa?" Samudra menghela nafas, agar berbicara sesopan mungkin tanpa menggunakan emosi "Emang anak perempuan gak boleh pa?"
"Papa maunya kamu Samudra!" tegas Sandi.
"Sam pengennya jadi jaksa pa.. Please.." mohonnya selembut mungkin, sesopan mungkin.
"Sam.. Kamu berani bantah papa?!" suara Sandi naik satu tingkat.
Tidak mungkin Samudra memberontak lagi, jika Sandi saja tidak mau merubah keputusannya. Samudra juga tidak ingin menjadi anak durhaka, tapi Samudra juga sangat ingin menjadi jaksa.
"Papa akan turuti apa saja yang kamu mau, asalkan kamu mau menjadi penerus perusahaan papa.."
Samudra terus berfikir, dia tidak ingin apapun. Dia hanya ingin menjadi jaksa bukan pengusaha.
"Pikirkan baik-baik," setelah itu Sandi bangkit dari sofa lalu berjalan menuju kamarnya.
Samudra mengusap wajahnya kasar, hari ini benar-benar sial. Terlalu banyak pilihan untuknya.
-----
Di tempat lain, dari tadi Aleta hanya membulak-balik gelisah dengan posisi tiduran diatas ranjang.
Pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah, rasa penasaran, dan rindu. Aleta merubah posisinya jadi duduk kemudian mengambil ponselnya diatas meja sampingnya.
Membuka aplikasi whatsapp, untuk memastikan ada chatting masuk dari siapa saja?
Perhatiannya menarik dengan nomor yang tidak dikenalinya, tanpa foto profil dan nama. 6 chatting dari nomor itu? Tapi siapa? Aleta bahkan tidak mengenalinya.
Dengan rasa penasaran, Aleta membuka chatting si pemilik yang hanya tertera nomor saja tanpa foto profil.
08129XXXXXXX
Aleta

KAMU SEDANG MEMBACA
ALETA
Teen Fiction[END] Selamat berimajinasi untuk hubungan Aleta dan Samudra. Copyright, 2017.