PART 9

107K 1.8K 7
                                    

"Apa tidurmu nyenyak?" tanya Edgardo dengan senyum hangatnya.

Lalu Rose melihat di balik selimut yang menempel pada mereka berdua ketika teringat bahwa bisa saja Edgardo berbuat macam-macam padanya. Ternyata Rose masih mengenakan pakaian lengkap.
Edgardo terkekeh saat melihat tingkah Rose.

Dengan sigap Rose menjauh dari tubuh Edgardo.
"Kau terlihat nyenyak hingga kau mendengkur" bohong Edgardo dengan kekehannya.

"Aku? Mendengkur? Benarkah? Dan apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rose bertubi-tubi.

"Ya.. kau mendengkur, dan apa yang aku lakukan disini? Jelas aku tidur" jawab Edgardo dengan santai dan bangun dari ranjang king size itu.

"Tapi kenapa kau tidur disini? " tanya Rose mulai geram.

"Memangnya aku harus tidur dimana? Ini apartementku" kata Edgardo hendak memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamar itu.

Drttt..drttt.. 

Edgardo yang hendak memasuki kamar mandi berhenti dan mengambil ponselnya yang berbunyi.

"halo ayah" sapa Edgardo.

...

"Baiklah ayah aku akan segera pulang" kata Edgardo lagi setelah mendengar perkataan ayahnya.
Lalu Edgardo menutup pembicaraannya dan kembali masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa menit Edgardo keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

"Cepatlah mandi kita akan segera kembali ke mansion" kata Edgardo menyuruh Rose yang sedang pura-pura tidur, dan Edgardo tau soal itu.

Rose tidak bergerak tetap memejamkan matanya.

"Jika kau masih berpura-pura tidur aku akan.."

"Baiklah aku mandi" kata Rose dengan cepat saat mendengar Edgardo ingin mengancamnya.

Dengan wajah cemberut dan bibirnya yang berkerucut bergegas ke kamar mandi. Lagi-lagi Edgardo terkekeh melihat tingkah Rose.

GERARD

"Kau tak perlu khawatir dengan Flower" kata Dijhe pria sialan ini yang ada di depanku.
Bagaimana bisa Rose ada di tangan Edgardo dan aku bisa tenang? Pria sialan itu membuatku makin geram, aku melirik pada Dijhe.

"Dan kau..mengapa kau menculik Rosku waktu itu?" kataku dengan tatapan tajam.

"Karena aku mencintainya" kata Dijhe santai. Mendengar perkataan itu aku berdiri dan meraih kerah Dijhe hingga Dijhe ikut berdiri. Tangan kananku mengepal di udara yang sudah siap memukul wajah Dijhe.

"Wow..wo wo.. Santai men, aku kesini tidak untuk ribut" kata Dijhe sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada.
Aku melepas cengkeraman kerah Dijhe lalu kami duduk kembali.

"Tenang. Apa kau akan memukul wajah semua orang satu per satu yang menyukai Flower?"

"Jangan sebut dia Flower" sahutku cepat saat perkataan itu keluar dari mulut pria brengsek di depanku ini, aku merasa dia lelaki yang paling dekat dengan Roseku.

"Ini mulutku, kau tak punya hak untuk itu.. Dan benar aku orang yang paling dekat dengan Flowerku"

"Flowerku!!!" kataku dengan suara meninggi karna geram, "Dia milikku" kataku lagi menekankan. Cihh.. Rose memang milikku, Dijhe benar-benar sombong

"Bahkan kau juga menyebutnya Flower bukan?" ejek Dijhe dengan senyuman sarkatisnya, kurasa benar.

"Jadi kau tenanglah aku yakin Edgardo tidak akan berbuat macam-macam pada Flower" kata Dijhe lagi, ya.. sudah lama Edgardo sangat menginginkan lahan kedai kopi yang dimiliki Dijhe dimana Flower bekerja dulu, tapi dia bersikeras menolak berbagai tawaran yang di berikan Edgardo.

"Kurasa aku akan pergi sekarang" kata Dijhe beranjak dari kursi depanku dan berjalan keluar.

"Pria sialan" gumamku yang mungkin masih di dengar Dijhe.

"Kau juga" kata Dijhe dengan kedipan satu mata dan senyumannya sebelum benar2 keluar dari ruangan kerja kantorku, apakah dia berusaha menaikkan kemarahanku? Dia benar-benar sialan.

Drrttt..ddrrrrtr..

Aku melihat ponselku yang bergetar terpampang nama 'ayah' di layar.

"Halo ayah" sapaku.

"Gerard? Ayah sudah di rumah cepatlah kemari"

"Baiklah ayah aku akan segera pulang"

Ayah sudah pulang dari London? Edgardo pasti membawa Rose pulang juga. Aku bergegas pulang ke rumah.

My Brother Is Too Protective (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang