"~Zian~ Hanya Dia Yang Aku Mau"

3.5K 132 15
                                    

-Zian pov-

Andai saat itu Aku tak mempercayai Mama, yang Aku pikir telah berubah, pasti semua ini tak akan terjadi, Aku tidak akan kehilangan Ariana seperti saat ini. Aku telah menghancurkan, memecahkan dan entahlah berapa benda yang Aku pukuli untuk melampiaskan kemarahanku, tak perduli luka ditanganku rasa sakitnya tak sebanding dengan sakitnya Aku yang kehilangan Ariana.

"KAMU DIMANA ARIANAA!!! " teriakku sekuat-kuatnya lalu memukul keras kaca rias yang sering Ariana gunakan untuk melihat penampilannya setelah mandi, tak Aku hiraukan darah segar mengalir ditanganku dan entah seperti apa penampilanku sekarang ini, rasanya Aku tak bernafsu untuk makan, bahkan tak ingin lagi kerja,  kehilangan Ariana membuatku juga kehilangan semangat, Aku sudah mencoba mencari istriku kemana-mana namun hasilnya nihil.

Suara pukulanku itu mungkin sangat terdengar kuat hingga membuat seluruh keluargaku menghampiriku, Aku mendengar suara dobrakan pintu kamar yang memang sengaja Aku kunci, walaupun Aku tak melihatnya tapi aku tau pasti itu Kak Gibran dan Kak Raka.

"Dekk.. Udah dong" suara Kak Raka yang terdengar jelas ditelingaku, Kakak yang nggak pernah manggil Aku dengan sebutan Adek kini menggunakannya, se-prihatin itukah Aku.

"Aku mau Ariana" gumamku pelan sambil duduk bersandar pada dinding dan mengantuk-antukkan kepala belakangku pada dinding, bilang saja Aku cengeng, ya.. Memang Aku cengeng saat Ariana tak ada didekatku Aku seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya.

"Mama lihat sendirikan, bagaimana Zian, apa Mama nggak kasihan melihat anak Mama seperti itu? " suara milik Papa, walaupun dikejauhan ambang pintu sana tapi masih bisa kudengar, Aku juga sedikit melirik Kak Ratna dan Kak Clara yang mengobati tanganku yang terus mengucurkan darah.

"Kembaliin Ariana Mah, kembaliin Ariana.. Dia milik Zian, Dia istri Zian Mah" ucapku terus-terusan rasanya lelah, Aku tak bisa bergerak lagi.

"Udah Dek, tenangin diri Kamu" ucap Kak Gibran kali ini.

"Gimana Gue bisa tenang Kak, andai Kak Ratna yang diposisi Ariana, apa Lo bisa tenang? " tanyaku pada Kak Gibran. "Lo juga Kak, andai Kak Clara diposisi Ariana apa Lo bisa tenang, Apa Lo bakalan diem aja, jawab Gue Kak, jawab jangan diem AJAA!! " Aku mengguncang kuat tubuh Kak Raka yang ada dihadapanku dengan tangisan dan sisa-sisa tenagaku.

"Zi.. Tenang" ucap Kak Gibran melepaskan tanganku yang mengguncang tubuh Kak Raka tadi, dan aku bisa merasakan juga tetesan air mata dari kedua Kakak iparku. "Jika Mama tidak mau memberitahu keberadaan Ariana, biar Kita cari sama-sama, Kak Gibran dan Kak Raka janji bakalan bantuin Kamu, asal Kamu juga janji nggak seperti ini lagi" ucap Kak Gibran sedikit menenangkanku.

"Zi, makan dulu ya" pinta Kak Ratna.

Aku menggeleng.

"Kamu harus makan, kalau Kamu sakit gimana bisa nyari Ariana" sambung Kak Raka, dan Aku menuruti mereka saat Kak Clara menyuapiku, sebenarnya Aku sangat malas untuk mengunyah nasi, tapi melihat kepedulian saudaraku dan Kakak-kakak iparku membuatku mau tak mau menuruti mereka, setidaknya menghargai mereka yang perduli terhadapku.

**

Sesaat kemudian.

"Walaupun Zian seperti ini, setidaknya Dia sudah jauh dari perempuan kampungan itu" ucap Ibu Lisna pelan.

Namun walaupun pelan pendengaran Zian masih bisa dengan jelas menangkap apa yang diucapakan Mamanya barusan, dengan eratnya Zian mengepalkan tangannya dan begitu gusarnya Zian bangkit hingga menabrak piring yang Ratna pegang tadi, serpihan kaca menjadi berserakan seluruh pasang mata kaget menatap Zian yang langsung berlari menghampiri wanita paruhbaya yang masih berdiri diambang pintu bersama suaminya, Zian melayangkan kepalan tangannya yang hampir mengenai wajah Mamanya, dadanya naik turun karena emosi yang begitu menggebu, kalau saja tidak memikirkan jika yang dihadapannya itu adalah Ibunya pasti sudah habis karena pukulannya, Zian lalu sedikit meredam amarahnya dan menurunkan kepalan tangannya.

"Semua orang tau jika surga ada ditelapak kaki Ibu, dan Zian sangat-sangat memahami itu, tapi apa pantas ada surga ditelapak kaki Ibu seperti Mama, Mama yang nggak suka melihat anaknya bahagia, bahagia Zian ada pada Ariana selamanya, Zian nggak akan pulang kalau tidak bersama Ariana" ucapnya, lalu memukul pintu kamarnya membuat luka yang terbalut perban tadi kembali berdarah, Zian berlari keluar,  dan beberapa menit kemudian terdengar suara mobil menyala, Gibran, Raka, Ratna dan Clara yang sempat tercengang dengan kejadian barusan yakin jika itu adalah Zian yang akan pergi dengan mengendarai mobil.

Gibran tak mau mengambil resiko jika terjadi sesuatu pada adik bungsunya dengan cepat dirinya berlari untuk menyusul Zian diikuti Raka, Ratna dan Clara, namun langkah mereka ikut terhenti saat Gibran menahan dirinya dihadapan orang tuanya terutama Mamanya. "Gibran dan yang lainnya akan membawa Zian pulang, bersama Ariana, menantu yang paling Mama benci dirumah ini" ucap Gibran kemudian berlalu.

"Cepatlah kalian susul adik kalian" ucap Pak Alvano begitu mengkhawatirkan anaknya.

"Pah, titip anak-anak ya" ucap Raka sebelum pergi, dan disambut anggukkan oleh Pak Alvano.

"Mama, lihat sendirikan salah satu dari mereka yang Mama sakiti, maka semuanya akan merasakan yang sama, cepat-cepatlah Mama sadar atau Mama akan menyesal kehilangan mereka semua" ucap Pak Alvano, kemudian berlalu meninggalkan istrinya yang hanya berdiri mematung.

Ratna dan Clara berusaha menghubungi Zian menggunakan handphone milik Gibran, memang tersambung namun tak ada balasan dari Zian.

"Gimana Kak ? Ada kabar dari Zian? " tanya Raka pada Kakak iparnya yang sejak tadi berusaha menelfon Zian, sedangkan Gibran fokus menyetir mobil.

"Zian nggak jawab Ka" balas Ratna.

"Hubungin terus aja Kak? " sambung Clara.

"Iya hubungi terus, sampai Zian mau ngangkat telfon dari Kita" tambah Gibran namun tetap fokus menyetir.

•••

"Bodoh,, Bodoh,, Bodoh" kesalnya sambil memukuli stir. "Bodoh,, Aku tak bisa menjaga Kamu Ri, ya Aku memang bodoh" rutuk Zian yang terus menyesali dirinya sendiri, Zian terus menyetir mobilnya tanpa tau kemana arah tujuannya, Zian hanya mengikuti kata hatinya, sejak tadi handphonenya yang tergeletak dikursi sebelah terus berdering, dengan gusar Zian mengambilnya dan hanya melihat siapa yang sedang menelfonnya ternyata Gibran, namun Zian tak mau menjawab panggilan dari Kakaknya dan mengembalikan lagi ponsel pintarnya ditempat semula, karena perhatiannya teralih pada ponselnya yang terjatuh Zian tak melihat kearah depan dan tak melihat jika ada kendaraan lain dari arah yang berlawanan hingga dirinya panik dan membanting setir untuk menghindari mobil dihadapannya yang malah membuatnya terperosok dan menabrak sebuah pohon besar, hantaman yang sangat kuat itu membuat kepalanya membentur dashboard mobil hingga mengeluarkan darah segar.

"Ariana.. Ariana, Aku akan menjemput Kamu sayang" gumamnya lalu, penglihatanya menjadi gelap hanya terdengar gaduh dari beberapa orang, mungkin suara warga sekitar yang menolongnya.


Mewek sendiri ngetiknya 😢😢

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang