"-Ariana- Aku Membenci Ini"

4.3K 139 6
                                    


-Ariana pov-

Aku kembali merasakan pusing yang disertai dengan mual, rasanya Aku ingin sekali mengeluarkan semua yang ada diperutku namun tak mau juga keluar, rasa pusing ini hampir saja menumbangkan tubuhku, untung saja Zian cepat menangkap tubuhku.

"Kamu kenapa sayang? " tanya Zian padaku.

"Nggak tau Zi, pusing rasanya Aku ingin muntah" balasku sambil memegangi kepalaKu.

"Aku anterin kedokter ya, Kita kedokternya" Zian sepertinya begitu khawatir padaku.

"Nggak mau, Kamu kekantor aja sana" Aku mendorong pelan tubuh Zian, Aku tak mau jika Zian harus bolos kerja lagi.

"Yaudah Kita turun ya sarapan" ajaknya kemudian dan Aku menurutinya kali ini, tapi tetap saja dimeja makan Aku tak mau memakan roti yang ada dihadapanku, rasanya bertambah mual jika melihar roti itu. "Ayo Ri, kalau Kamu nggak mau kedokter, setidaknya Kamu mau makan" paksa Zian padaku.

"Ariana kenapa Zi? Sakit? " tanya Kak Raka pada Zian yang bisa kudengar dengan jelas.

"Nggak kenapa-napa Kak" sahutku lebih dulu.

"Katanya pusing Kak, Aku suruh makan malah mual katanya" jujur Zian.

"Jangan-jangan Ariana hamil Zi" sambung Kak Clara yang tak membuatku kaget lagi, karena terkaannya itu sangatlah salah karena Aku sudah mengetesnya dengan taspack, yang ada rasa kecewa itu kembali menusukku, Aku ingin sekali memiliki anak seperti Kak Clara dan Kak Ratna, Zian mengusap pelan punggungku seakan memberiku kekuatan.

"Apa benar itu Ri? " tanya Papa Alvano yang sepertinya ikut menyimak pembicaraan anak-anaknya.

"Nggak Pah, Ariana udah coba pakai tespack dan hasilnya negatif" balas Zian yang membuatku rasanya ingin meneteskan air mata, namun sekuat diri Aku menahannya.

"Kak gimana sih rasanya menjadi seorang ibu? " tanyaku pada Kak Clara.

"Bukannya Kakak nggak mau cerita Ri, entar Kamu rasain sendiri gimana indahnya menjadi ibu, biar surprize" balas Kak Clara.

"Gimana kalau Mama yang anterin Ariana periksa kedokter " sangat jelas suara Mama Lisna yang menawarkan diri ubtuk mengantarku kerumah sakit, seketika membuatku terbelalak tak percaya, dan akhirnya Mama Lisna mulai respect kepadaku.

"Mama serius? " tanya Papa Alvano tak percaya.

"Iya serius, Kamu mau kan, Ri? " tanya Mama Lisna kemudian, dengan cepat Aku mengangguk begitu antusias ingin sekali cepat-cepat pergi bersama Mama.

"Iya Mah, Ariana mau, makasih ya Mah, kalau gitu Ariana siap-siap dulu" ucapku benar-benar girang.

"Aku aja deh yang anterin ya, ya, ya.. " ucap Zian menahan lenganku

"Kan Aku sama Mama, Kamu kekantor aja ya" balasku perlahan pada Zian, hingga Zian menurutiku.

Aku menunggu Mama mertuaku didepan teras, dengan pakaian rapi Aku sangat bersemangat ini pertama kalinya Mama Lisna mau sedikit dekat denganku Aku tak memperdulikan pusing yang masih mendera kepalaku yang penting hari ini Aku akan pergi dengan Mama mertuaku.

"Buruan" ucap Mama Lisna berlarian kecil menuju kemobil, membuatku sedikit kaget.

"Baik Mah" balasku mengikuti Mama Lisna menuju mobil yang terparkir, ternyata Pak Totok sudah siap untuk mengantarku dan Mama Lisna kedokter.

•••

Cukup lama Kami diperjalanan, Aku tak tau dokter mana yang akan Kami tuju sejak tadi hanya Mama mertuaku yang mengintruksikan Pak Totok untuk lewat jalanan mana, ini sudah sangat jauh karena sudah hampir 1 setengah jam Kami menempuh jalan.

"Oiiaa,, maaf ya Ri, Kita harus ketemu teman Mama dulu" ucap Mama Lisna memecah keheningan diantara Kami.

"I-iya nggak papa Mah" balasku canggung, karena selama ini sulit sekali untuk dekat dengan Mama Lisna.

Beberapa menit kemudian, setelah Kami sampai disuatu tempat yang memang lumayan sepi Mama Lisna memintaku untuk melihat temannya yang sudah sampai atau belum, tanpa pikir panjang tentu Aku menuruti perintahnya agar Mama Lisna semakin respect padaku. Aku celingukkan mencari teman Mama mertuaku yang tadi dimaksudnya, namun tak ada siapapun disana sesaat kemudian Aku merasakan dorongan kuat hingga tubuhku terjatuh dan berguling-guling, setengah tersadar Aku mendengar suara yang begitu tak asing untukku.

"Jika Aku tidak bisa mendapatkan Zian maka tidak ada juga yang boleh memiliki Zian, akhirnya musnah juga Kamu, Ri" Aku berusaha mengingat suara milik siapa tadi, namun semuanya berubah menjadi gelap.

•••

Bau obat-obatan begitu menyeruak dihidungku, rasanya kepalaku begitu pusing, dan tubuhku sakit-sakit seperti habis dikeroyok puluhan orang, samar-samar penglihatanku mulai jelas dan Aku terbaring disebuah tempat tidur, yang kulihat untuk pertama kalinya adalah seorang ibu-ibu paruhbaya yang berdiri disamping tempat tidur untukku berbaring.

"Sa-saya ada dimana? " tanyaku sambil memegangi kepalaku yang masih terasa pusing.

"Jangan terlalu banyak bergerak, istirahatlah dulu" ucap ibu paruhbaya tadi, yang sepertinya Aku pernah melihatnya, bahkan suaranya Aku masih mengingatnya. "Jangan khawatir Kamu aman disini" lanjutnya kemudian.

"I-ibu siapa? " tanyaku.

"Kamu pernah menolong Ibu sewaktu Ibu hamil, didalam bus dan kini Allah mengizinkan Ibu untuk membalasnya" balas Ibu itu, yang membuatku berpikir keras mengingat-ingat siapa orang ini. "Namamu Arianakan" lanjutnya lagi.

"Bagaimana dia tau namaku" pikirku, sambil mengingat-ingat, Aku mencoba untuk bangun dengan dibantu ibu itu. "Pelan-pelan" ucapnya.

"Maaf apa kita pernah bertemu bu ?" tanyaku sopan.

"Tentu, Kamu pernah menolong Ibu sewaktu dibus" ucap ibu itu, yang membuat memoriku kembali berputar beberapa tahun lalu saat Aku dan Zian didalam bus dan bertemu seorang ibu-ibu hamil, ya Ibu yang dihadapanku ini adalah Ibu-ibu hamil yang kusuruh duduk dikursiku saat didalam bus, dan Aku juga memberinya air mineral saat itu.

"Jadi ibu itu, ibu-ibu hamil yang kutemui saat dibus dulu? " tanyaku kemudian, dan disambut anggukkan oleh ibu itu.

"Sekarang keadaan berbalik, saat Kamu hamil, Allah mengizinkan ibu untuk membalas kebaikan kamu" ucap ibu itu membuatku terbelalak.

"Apa? Ibu bilang Aku hamil? " tanyaku tak percaya.

"Iya, tadi dokter memberitahukan Ibu, untung janinmu tak apa-apa saat ibu menemukan Kamu didasar jurang" jelas si ibu.

"Bagaimana? Kamu sudah sadar? " tanya seorang wanita yang memakai pakaian serba putih.

"Iya sudah sadar dia, dok" balas ibu, dan Aku hanya tersenyum.

"Yasudah kamu boleh pulang, tapi bagaimana kamu bisa pingsan didasar jurang" tanya dokter tersebut.

"Ceritanya panjang, dok" balasku.

"Beruntung janinmu tidak kenapa-kenapa" ucap dokter, yang semakin membuatku percaya jika Aku sedang hamil.

"Benarkah saya sedang hamil dok? " tanyaku memastikan lagi.

Dokter itu tersenyum sambil mengangguk.

Aku begitu bahagia, senang bukan kepalang, akhirnya apa yang selama ini Aku dambakan tumbuh didalam sana, tapi Aku juga membenci keadaan ini, kenapa disaat berita bahagia ini Zian tak ada disampingku, Zian tak tau jika darah dagingnya saat ini tumbuh bersamaku, kenapa ini harus terjadi denganku dan Zian.

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang