[09] Sensasi

123 20 0
                                    

***

"Oi, nglamun aja mbak," ucap seseorang yang entah sejak kapan berada di samping Rivalda.

Lamunan Rivalda buyar seketika, kemudian ia menolehkan kepalanya ke sumber suara.

"Rendra? Sejak kapan lo di sini?"

Ternyata seseorang tersebut adalah seorang Narendra Wisnu Pratama yang biasanya tak pernah absen berada di samping Aldo.

Akan tetapi, hari ini sepertinya mereka berdua terpisah. Ada apa?

"Sejak kemarin Da."

"Ah, seriusan Ren."

"Ya sejak tadi lah Da, salah sendiri ngelamun terus.Ngelamunin apa sih? Devan?" tanya Rendra bertubi-tubi.

"Apasih, enggak," elak Rivalda.

"Jangan gamon ya Da, Devan udah bahagia sama Shasya."

"Bawel, iya iya." Entah mengapa, Rivalda sudah merasa sedikit lebih tenang dari biasanya saat Rendra membicarakan Devan dengan Shasya.

Padahal, sebelumnya ia terus-terusan berada dalam penyakit yang disebabkan virus galau. Galau tentang Devan yang ternyata sudah memiliki Shasya.

Hmm, hanya Allah yang tahu sepertinya.

"Hmm, lo gak akan pulang?" memang, bel pertanda pulang sekolah sudah berdering semenjak setengah jam yang lalu.

Rivalda tak lekas pulang, entah mengapa ia ingin melamun di kursi panjang depan kelas.

Farika yang biasanya menemani Rivalda pulang sampai depan gerbang atau syukur-syukur diantar sampai depan rumah--saat ia mengendarai motor sendiri-- sudah pulang semenjak tadi. Sepertinya Farika sedang ada urusan yang sangat penting.

Terlihat, ia tadi terburu-buru.

"Pulang, tapi nanti. Lagian rumah gue deket kan."

"Oh, hmm."

"Tumben seharian gak nempel sama Aldo?" Rivalda pun mulai menanyakan apa yang sedari tadi ingin ia tanyakan.

"Lagi pengen menyendiri aja." Raut wajah Rendra berubah seketika.

Ah, sepertinya Rivalda salah bertanya. Mungkin, Rendra sedang ada masalah pribadi dengan Aldo.

"Gue........................... berantem sama Aldo." Rendra mengakui sesuatu yang bahkan Rivalda sudah tak penasaran dengan hal tersebut.

Rivalda terperanjat, kaget. Ia langsung mendelik ke arah Rendra dengan aura bingung.

"Kok bisa?"

"Dia suka sama cewek, dan gak pernah cerita apapun ke gue, tau-tau dah mau ditembak aja. Selama ini gue dianggap apa?" Rendra ternyata punya sisi lebay juga.

"Suka sama siapa? Jangan-jangan Elvia?"

"Heh, ngawur aja lo Da. Ya bukanlah."

"Hehehe, lah terus siapa?" jujur Rivalda semakin penasaran dengan hal-hal yang berhubungan dengan Aldo.

"Ada pokoknya, temen sekelas kita."

Wah? Jangan-jangan?

Rivalda tidak salah kan kalau berharap?

Rivalda berharap orang yang disukai oleh Aldo itu adalah dirinya. Ya, walaupun Rivalda tau betul proporsional wajahnya tak sebanding dengan siswi-siswi cantik di sekolahnya dan terlebih lagi, seorang Aldo Muhammad adalah musuh bebuyutannya.

Tapi ya, Rivalda masih tetap berharap.

Itu semua hanya karena suara azan yang dikumandangkan Aldo.

Betul-betul mempesona.

Lebih dari senyum memikat Devan.

Pun juga lebih dari sensasi oreo yang setiap hari ia makan

***

Sore hari, Rivalda pamit pergi kepada Ibunya untuk membeli peralatan tulis.

Jarak toko peralatan tulis yang berada di samping sekolah--yang berarti tidak jauh dari rumah Rivalda--, sehingga seorang Rivalda Al  Khawarizma Maysella lebih memilih untuk berjalan kaki.

Sepanjang perjalanan, Rivalda masih terus memikirkan ucapan Rendra siang tadi.

Ada pokoknya, teman sekelas kita.

Hfft, entahlah Rivalda menjadi seorang yang mudah berharap akhir-akhir ini.

Tepatnya, setelah ia terbelenggu dalam virus Galau dari Devan Mahendra.

Sekarang ia malah berharap dengan Aldo Muhammad si tampan tapi cerewet.

Hah, ya begitulah adanya.

Melamun terlalu dalam, membuatnya sampai tak sadar kalau ia sudah sampai di depan toko peralatan tulis yang menjadi tujuan utamanya tadi.

Setelah tersadar dan mulai mengembalikan pikiran jernihnya, Rivalda melihat kenampakan yang terletak di arah dalam.

Ssst, bukan kenampakan makhluk halus tentunya.

Rivalda melihat 4 orang laki-laki yang sepertinya ia kenal disana.

Hipotesa Rivalda mengenai identitas keempat laki-laki tersebut adalah ;

1. Catur Wangseto Aji, si anak keempat.

2. Farhan Adiyaksa, si kutu buku.

3. Irsyad Al Biruni Zakaria, si cuek.

4. Muhammad Azmi Wijaya, ustadznya kelas.

***

[oreo & sepucuk surat]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang