[18] Ada Apa Dengan Mereka?

108 21 0
                                    

***

Sampailah Rivalda dan Rio di pekarangan rumah Irsyad.

Rumah Irsyad bisa dibilang cukup sederhana, tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar.

Di sekelilingnya pun ditumbuhi berbagai macam bunga dan sayuran.

Tapi, bukan itu yang menyita perhatian Rivalda.

Matanya malah terfokus pada jajaran sepeda motor yang terjejer rapi di depan rumah Irsyad.

Sepertinya.... Rivalda kenal dengan motor-motor itu.

"Yoo.."

"Hm."

"Kok nggak ngerasa asing ya sama motor-motornya?"

"Perasaan lo doang, itu motornya pelanggan warnet-nya Irsyad."

Setelah itu, tak ada untaian kata yang terlontar di antara keduanya.

Sekarang, Rivalda yang memimpin di depan Rio mulai masuk ke dalam ruangan yang difungsikan sebagai Warnet tersebut.

"Assala-" belum sempat Rivalda melanjutkan salamnya, ia sudah dibuat terkejut dengan gerombolan orang yang merubungi Irsyad -- Irsyad duduk di depan komputer sementara gerombolan itu berdiri -- .

Rivalda tidak akan dibuat terkejut kalau-kalau gerombolan itu bukanlah kawan-kawan sekelasnya --lebih parahnya lagi, ada Farika disana--.

"-mualaikum," dengan keadaan mulut masih ternganga, akhirnya Rivalda melanjutkan senyumnya.

Bukan hanya Rivalda yang terkejut, namun orang-orang yang berada dalam pun juga terkejut.

Sementara, Rio memasang wajah yang sulit untuk didefinisikan.

"Waalaikumsallam," jawab orang-orang di dalam.

Hening. Tidak ada yang berani berujar.

Rivalda menelaah satu per-satu gerombolan orang itu.

Ada sekira 11 orang di sana. Mulai dari Irsyad sendiri, Farika, Zeevana, Raisya, Farhan, Catur, Rendra, Aldo, Alya, Nandito, dan bahkan ada Azmi juga di sana.

Mereka berdesakan, ditunjang dengan ruangan warnet milik Irsyad yang tergolong minim tersebut.

"Eh, Alda masuk sini!" ujar Catur memecah keheningan, dan bahkan bukan sang empu-nya warnet yang mempersilahkan.

Irsyad--bahkan seluruh teman Rivalda yang lain-- masih terlihat tegang dan salah tingkah.

"Eh, iyaa," Rivalda mulai memasuki ruangan diikuti Rio di belakang.

"Ngapain ke sini?" sebuah nada sarkatis tiba-tiba dilontarkan Irsyad.

"E, emm," Rivalda gagu secara otomatis, entah mengapa.

"Jadi ceritanya wifi rumah gue error dan gue nggak ada kuota terus hp nya Alda lowbatt saat kita berdua mau browsing lirik lagu buat tugasnya Pak Andy, dan entah kenapa si Alda secara tiba-tiba ngusulin buat ke sini," Rio menyambar, menjelaskan segalanya dengan rinci.

Sebenarnya, dari tadi Rivalda merasa janggal. Semua teman-temannya seakan menatap Rio dengan tatapan menyalahkan. Entah, mengapa. Seakan Rivalda tidak tahu rahasia besar apa di antara seluruh teman-temannya.

"Oh," balas Irsyad sekenanya.

"Oke, yang kosong nomor berapa?" maksud Rio mungkin komputer mana yang sedang tidak digunakan.

"Semua."

Rio tak membalas ucapan Irsyad, ia langsung menggandeng Rivalda menuju salah satu komputer yang dilabeli angka 08, memang agak jauh dari gerombolan di depan.

Tapi, samar-samar Rivalda tetap bisa mendengar ucapan-ucapan seperti Sial, Kacau, Terus gimana sekarang? yang diduga berasal dari arah depan.

"Yo, mereka ngapain?"

"Ha?" Rio masih terfokus pada komputer di depannya

"Itu loh, mereka ngapain sih kesini?"

"Ya mungkin sama kaya kita kali."

"Tapi--"

"Udahlah Da, ngapain ngurusin mereka. Yuk sekarang kita fokus nyari lirik lagu-nya."

Rivalda terdiam. Namun dalam diam, ia merasa ada yang disembunyikan darinya.

Ia ingin menanyai Farika dengan tubian pertanyaan sekarang.

Cepat sekali, Rio menemukan lirik lagu yang ia cari.

Setelah me-save document-nya, Rio beranjak ke depan. Setia diikuti Rivalda dari belakang.

Ternyata, seluruh teman-temannya masih juga setia berada di sana. Seakan sudah ada lem yang tertempel sehingga menyebabkan mereka menancap di sana.

"Syad, print," komando Rio, Irsyad hanya mengangguk.

"Rik, ngapain lo kesini?" tanya Rivalda tiba-tiba.

"Sama kaya lo, ngeprint."

"Ngeprint apa?"

"Lirik lagu lah, buat tugas seni."

"Farhan kan punya printer?"

"Kan lagi rusak."

"Oh, kok lo nggak ada bilang ternyata rumahnya Irsyad warnet sih?"

"Wah, Rivalda berkamuflase jadi wartawan sodara-sodara," ujar Aldo seenaknya.

Rivalda tak menghiraukan. Dia masih menatap Farika dengan raut penuh tanda tanya.

"Da, udah nih," Rio mengucap, tapi masih saja tidak Rivalda hiraukan.

"Bentar Yo, gue pengen ngobrol sama Farika."

"Gue pikir lo tau."

"Udah sana Da sama Rio, nggak baik loh buat orang nunggu."

"Hmm, sebelum pergi gue ngerasa ada yang kalian sembunyiin? Bener kan?"

"Sekarang bukan waktu yang tepat buat lo tau," Nandito yang berujar.

"Udah yuk Da, duluan ya guys!" Bila tadi Rivalda yang menarik tangan Rio, maka keadaan berbanding terbalik sekarang.

***

[oreo & sepucuk surat]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang