[16] Hambar

102 22 1
                                    

***

Sesuai perjanjian kemarin, hari ini seluruh murid kelas X MIPA-1 benar-benar ditraktir oleh Aldo.

Tidak usah heran, Aldo memang anak orang kaya. Jadi, untuk urusan mentraktir 36 orang dengan semangkok bakso seharga Rp 5000 dan minuman seharga --rata-rata-- Rp 3000 itu bukanlah suatu hal yang besar.

Kedatangan ke-tiga puluh enam siswa dari X MIPA-1 secara bersamaan membuat seisi kantin terheran-heran.

Ya, bagaimana? X MIPA-1 ini jarang sekali kompak seperti saat ini. Mereka terkenal dengan kelas egois yang suka mementingkan urusan mereka sendiri dan susah untuk diajak kompak.

Tapi, untuk hari ini. Mereka kompak. Sungguh, perhatian yang luar biasa.

Beralih ke Rivalda, sekarang gadis penggemar oreo itu duduk bersama 7 orang lainnya.

Jadi, di kantin sekolah mereka itu disediakan banyak meja dan kursi panjang yang maksimal menampung 8 orang.

Entah, bagaimana bisa Rivalda bergabung dengan Azmi, Irsyad, Rio, dan Nandito. Kalau bergabung dengan Farika, Zeevana, dan Raisya di sampingnya sih tidak perlu diherankan.

Kini, mereka berdelapan tengah melahap bakso di hadapan mereka masing-masing.

Khusus Rivalda, ia mendapat menu khusus. Yasudah bisa ditebak apa, pasti sebungkus oreo lah.

Padahal, tadi pagi ia sudah mendapat oreo dari si secret admirer.

Setelah mereka semua selesai makan, mereka berbincang-bincang.

"Alda, kita sekelompok kan ya?" Rio yang mulai pembicaraan.

"Kelompok Seni?"

"Iya."

"Oh iya kayaknya."

"Alhamdulillah bukan gue yang sekelompok sama Rio, Da," Raisya menimbrug.

"Puji Tuhan, gue juga nggak sekelompok sama Raisa KW seribu," Rio sepertinya juga ikut menimbrug.

"Eh udah-udah," Rivalda menimbrug.

"Besok kita kelompok di rumah gue aja ya, Da," Pesan Rio.

"Oke."

"Modus lo mulus amat bro, kasian ada yang cemburu tuh wkwk," Nandito entah sejak kapan jadi Kompor seperti ini.

"Hahaha."

"Apaan sih?" Zeevana yang daritadi diam, ikut menimbrug.

Sementara Rivalda berfikir keras, mulai mencerna arti ucapan Nandito.

Apa mungkin si Secret Admirer itu antara Azmi dan Irsyad? Tidak mungkin kan kalau antara Rio dan Nandito?

"Kepo lu," Rio dan Nandito kompak.

"Heh Gus Azmi kalo kita kapan kelompokan?" Nandito mulai membuka suara untuk Azmi.

"Nama gue Muhammad Azmi Wijaya bukan Gus Azmi, serah lo. Pokoknya jangan besok, besok itu Jum'at gue mau ngaji," Azmi yang memang selalu tidak terima kalau dipanggil Gus Azmi.

"Oke deh, lusa aja."

"Bisa nggak sih, bahasnya nggak tentang kelompok Seni, eneg gue," Farika memberontak.

"Buset, sensi amat." Rio mengomentari.

"Hahaha, kasian tau mbak Farika sekelompok sama mas Farhan." Rivalda yang berbicara.

"HAHAHA," tawa semua orang pecah, tak terkecuali Irsyad yang dari tadi diam dan kecuali Farika tentunya.

"Nah gitu dong Irsyad, ketawa jangan diem mulu. Kalo gitu kan manis, eh iya ini mangkoknya gue balikin ya sama mau buang bungkus Oreo, byee," Ujar Rivalda yang langsung melangkah pergi sembari membawa tumpukan mangkok dan beberapa bungkus sampah.

Sekembalinya ia dari salah satu kios kantin yang menjual bakso, Rivalda melihat suatu pemandangan yang, hmm entah bagaimana bisa dia jelaskan.

Dia melihat Devan dan Shasya, sepasang kekasih itu sedang suap-suapan mesra di tengah keramaian kantin seperti saat ini.

Dulu, kalau ia melihat semua ini hatinya sudah seperti tersayat. Tapi, itu dulu.

Sekarang, beda. Tidak ada perasaan apa-apa. Hambar saja.

Syukurlah, itu berarti sudah jelas kalau memang Rivalda sudah betul-betul melupakan Devan Mahendra.

***

[oreo & sepucuk surat]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang