[17] Ngumpul?

102 22 0
                                    

***

Sesuai perjanjian kemarin, hari ini --tepatnya hari Jum'at-- Rivalda melaksanakan kerja kelompok dengan partnernya, Rio Andryos Stevano.

Ini adalah kali pertama Rivalda satu kelompok dengan Rio, karena kalau biasanya ia pasti akan sepaket dengan Farika. Kalaupun kelompok yang lebih dari dua orang, pasti dengan Raisya, Zeevana, atau mungkin saja bisa dengan Catur dan Farhan.

Tapi, kali ini berbeda.

Rasanya canggung.

Ditambah sekarang posisi keduanya sedang berada di rumah Rio berdua. Tidak, sebenarnya tidak berdua.

Ada banyak pekerja dari Rumah Rio yang mendominasi, akan tetapi sedari tadi mereka hanya lalu lalang. Tidak benar-benar bersama dengan Rivalda dan Rio.

Rivalda masih berkecamuk dengan pikirannya. Sementara, Rio sedang berkutat dengan laptopnya.

Sebenarnya, Rivalda memikirkan fakta baru yang ia dapatkan setelah singgah di Rumah Rio beberapa menit lalu.

Rivalda baru tahu, ternyata Rio dan Irsyad adalah tetangga dekat. Dekat sekali, rumah Rio tepat berada di samping Rumah Irsyad. Tapi, kenapa kelihatannya mereka tidak sedekat itu ya?

Mereka jarang bertegur sapa.

Ya memang, Irsyad jarang sekali berinteraksi --mengobrol-- dengan teman-teman yang lain. Mungkin kalau dipresentasikan, setiap hari 99% nya Irsyad hanya mengobrol dengan Azmi.

Tapi, ini berbeda. Tetangga seharusnya harus saling akrab bukan?

Apa mungkin, mereka ada masalah pribadi?

"He Alda, ngelamun aja!" Rio memekik, baru sadar kalau sedari tadi Rivalda hanya diam.

"Eh, maaf maaf," lamunan Rivalda buyar begitu saja.

"Ngelamunin apaan?" Rivalda baru tahu, diam-diam Rio punya sifat kepo.

"Hmm, nggak ada."

"Yang bener aja. Udahlah Da, jujur aja. Gpp."

"Jangan marah tapi ya?"

"Marah? Ya enggak lah. Ngapain?"

"Hmm, gue bingung sama kalian."

"Kalian? Gue sama siapa?"

"Lo, sama Irsyad. Kalian berdua tetanggaan. Tapi kalian nggak begitu akrab. Kenapa?"

"Hmm... Perasaan lo doang kali. Ya emang sih gue lebih deketnya sama Nandito. Dan dia deketnya sama Azmi."

"Kalian, ada masalah pribadi?"

"Hah, ya enggak lah. Apaan sih jadi bahas gue sama Irsyad. Ini gimana tugasnya?"

"Eh, oh iya hehe."

"Jadi gimana?"

"Lagunya?

"Iya, lo maunya nyanyi lagu apa?"

"Serah deh, asal jangan Akad. Gue nggak suka. Terlalu, apa ya. Ah pokoknya nggak suka deh."

"Perfect?"

"Nyanyi Perfect?"

"Iya. Lo mau kan?"

"Hah? Itu kan lagu yang dinyanyiin Aldo buat Alya?"

"Ya terus kenapa?"

"Ya, eumm gimana ya."

"Apasih? Rivalda kok jadi gaje gini?"

"Masa sih?"

"Ck, pokoknya perfect ya!"

"Cih, pemaksaan."

"Hehehe, kali ini aja."

"Yaudah lah," Rivalda memasang wajah menyerah.

"Nyari liriknya dulu ya?" tanpa perlu jawaban dari Rivalda pun sebetulnya Rio tetap akan melakukannya.

Terbukti, setelah berucap seperti itu Rio kembali menghadap laptopnya dan seperti sedang mengetik sesiatu disana.

Sepersekian detik berlalu, entah mengapa Rio tiba-tiba mendesah. Seperti sedang kesal dengan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Rivalda, refleks.

"Ck, wifi rumah gue error nih. Mana gue nggak ada kuota lagi," terlihat jelas ada nada kekesalan di setiap ucapan Rio.

"Yaudah, pake hp gue aja dulu," Rivalda mengeluarkan handphone-nya dari dalam tasnya.

Namun naas, sepertinya Dewi fortuna tidak berpihak kepada keduanya. Handhphone Rivalda lowbatt.

"Duh, lowbatt Yo. Lupa bawa charger sama pb juga!"

"Gue ada sih charger. Dicharger dulu?"

"Nggak usah. Itu kelamaan dan buang-buang waktu aja."

"Terus gimana?"

Rivalda nampak berpikir. Mencari solusi yang tepat dari permasalahan ini.

Ah, ya! Rivalda baru ingat!

"Rumah Irsyad kan Warnet? Numpang kesana tentu boleh dong?" Ya. Itu juga fakta baru yang diketahui oleh Rivalda. Memang, dia tahu dan masih ingat betul kalau Irsyad memiliki mesin printer di rumah. Akan tetapi, ia tidak tahu kalau Irsyad mendirikan Warnet.

"Hah?"

***

[oreo & sepucuk surat]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang