***
Rivalda membuka kedua bola matanya perlahan. Walau masih agak kabur, tapi jelas Rivalda tau kalau sekarang dirinya berada di ruang uks.
Sorot matanya kini menangkap 3 orang sosok laki-laki yang duduk mengelilingi tempat Rivalda terbaring.
Dengan pandangan yang masih mengabur, Rivalda --berusaha-- menebak ketiganya.
Tapi sebelum Rivalda berhasil menebak mereka, ketiga laki-laki itu sudah bersorak heboh ketika melihat Rivalda terbangun.
Oh, tidak. Maksudnya, hanya satu di antara mereka yang bersorak.
"ALHAMDULILLAH, RIVAAALLL AKHIRNYA LO BANGUN JUGA." Kira-kira seperti itu kehebohan Catur, salah seorang di antara mereka bertiga.
Ya, sekarang akhirnya pandangan Rivalda sudah tidak mengabur lagi.
Gadis itu sebenarnya agak terkejut melihat siapa sebenarnya ketiga lelaki itu.
Si anak keempat, si kutu buku, dan.... si kutub es.
Karena posisinya yang tak nyaman, Rivalda berusaha bangun untuk bersandar di tembok. Tapi baru saja berusaha, ketiga lelaki itu dengan cekatan membantu Rivalda.
"Lo mau makan?"
Rivalda terkejut, sangat malahan. Pasalnya, yang menawarinya ini Farhan. YA FARHAN ADIYAKSA YANG TERKENAL LEBIH PEDULI DENGAN BUKU DARIPADA WANITA.
Karena perut Rivalda terasa kosong, ia mengangguk lemah.
"Oke." Farhan keluar begitu saja dari dalam UKS.
"Farika, mana?" tanya Rivalda dengan suara serak --yang lebih terdengar lemas--.
"Oh, tuh anak tadi nangis kejer waktu tau lo pingsan. Gue gak biarin dia nungguin lo, sorry ya. Biar dia ikut pelajarannya Pak Djumari, kan dia sering ketiduran tuh kalau tambah bolos kan tambah ketinggalan dia ntar," jelas Catur.
Pelajaran Pak Djumari alias pelajaran sosiologi. Yang mana, pelajaran tersebut adalah salah satu lintas minat yang didapat oleh angkatan mereka. Tentu sebagai anak ilmu pasti mereka akan malas bila diberikan pelajaran ilmu sosial, sekalipun itu dalam kaum kelas unggulan sekalipun.
"Kalian, bolos?" tanya Rivalda lagi.
"Iya hehe. Tadi sih nambah sama Gus Azmi, tapi tuh bocah ada latihan marawis ternyata."
"Kenapa?"
"Apanya?" tetap Catur yang menyahut. Irsyad hanua diam seperti biasa.
"Bolos."
"Kalau gue sih fifty fifty ya Val, separuh gue pengen jagain lo, separuhnya lagi gue emang pengen bolos wkwk. Kalau si Farhan sama nih bocah gatau ya."
"Gpp bolos?" tanya Rivalda, kini mengarah ke Irsyad.
Irsyad hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Terus yang nolongin gue siapa?" Rivalda baru tersadar, dia masih belum tahu siapa yang membawanya sampai di uks ini.
Omong-omong keadaan ruang uks tengah sepi. Hanya ada mereka bertiga --empat, bila ditambah Farhan--. Sang penjaga uks terkenal sering --istilahnya-- ngeluyur walau pada jam-jam seperti ini.
"Oh, yang nemuin lo pingsan tuh ini si manusia kutub tapi yang gendong lo sampai ke sini itu Rio."
Rivalda tercengang.
"Kok bisa Syad?" tanya Rivalda ke Irsyad.
"Ya, bisa."
Rivalda hanya tersenyum dan mengelus-elus dadanya.
"Udah oi, jangan ngobrol sama dia. Inget baru bangun, bisa-bisa pingsan lagi lo ngobrol sama si Biru. Namanya aja dah biru, sebiru laut sedingin es."
"Hmm, terus Rio?" tanya Rivalda kini berpaling ke Catur.
"Rio di kelas Val, dia minta maaf gak bisa nungguin lo. Takut bolos dimarahin maminya."
Rivalda mengangguk-angguk. Baru sadar, kalau Rio itu anak mami.
"Anak-anak lain bakal nengokin setelah jam ke-8, soalnya kebetulan Bu Reni hari ini kosong."
Lagi, Rivalda manggut-manggut.
Farhan yang sudah agak lama keluar, akhirnya kembali lagi tanpa tangan kosong.
"Sorry lama." Farhan berujar sembari memberikan sepiring nasi pecel ke Rivalda.
Rivalda pun menerimanya.
"Dan ini oreo buat lo si penikmat biskuit oreo."
Apa lagi ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[oreo & sepucuk surat]✔️
Teen Fiction↪↩ ️️˜"*°•.˜"*°• About Rivalda with her secret admirer between 8 boys from her classmates. •°*"˜.•°*"˜