[10] Kertas HVS

123 23 0
                                    

***

Rivalda memasuki toko tersebut, mencoba memastikan apakah hipotesanya tadi benar atau tidak.

Setelah mendekat, barulah terbukti kalau hipotesa Rivalda memang benar adanya.

Keempat laki-laki tersebut ialah Catur Wangseto Aji, Farhan Adiyaksa, Irsyad Al Biruni Zakaria, dan Muhammad Azmi Wijaya.

Rivalda dibuat terkejut, karena ternyata mereka sedang sibuk memilih-milih tumpukan dus kertas HVS yang sepertinya akan mereka beli dan sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Rivalda.

"Assalamualaikum wr.wb. ," salam Rivalda.

Terlihat jelas, mereka seperti sedikit terkejut.

"Waalaikumssalam wr.wb. ," jawab mereka pada akhirnya.

Tiga dari empatnya, langsung menatap wajah Rivalda.

Sementara satu lainnya, tengah menunduk. Seperti sedang mencari uang receh di lantai.

"Kalian mau beli apa?"

"Oh ini, mau beli kertas HVS." Catur yang menjawab.

"Oh, buat apa?"

"Persediaan kertas di rumahnya Irsyad buat ngeprint udah habis." Tetap Catur yang menjawab. 

Entahlah, ketiga lainnya seperti tersangka yang tertangkap basah melakukan tindak pidana.

"Kok tumben berempat?" Rivalda terus menghujati mereka dengan pertanyaan.

"Ini, kan ada tugas kelompok bahasa indonesia yang disuruh ngeprint ituloh."

"Loh, bukannya tugasnya berdua aja?"

"Iya, gue sama Farhan cuma numpang ngeprint aja."

"Bukannya Farhan punya print sendiri ya?" Rivalda jelas tahu, anak-anak sekelasnya sering menyuruh Farhan untuk mengeprint dokumen di rumahnya.

"Oh, itu mesin printnya Farhan rada error Da."

"Gitu ya? yaudah gue mau kesana beli pulpen sama pensil dulu ya, Assalamualaikum."

"Waalikumsallam."

Dengan jarak yang agak jauh, Rivalda mendengar dengan jelas helaan nafas dari keempat laki-laki teman sekelasnya tersebut.

Seperti, mereka terbebas dari sesuatu yang mengancam mereka.

Hmm, ternyata bukan Rivalda saja yang aneh, teman-teman laki-laki sekelasnya pun juga aneh.

***

Saat sudah mendekam di kamar, Rivalda baru memikirkan sesuatu yang aneh--lagi--.

Sembari memakan oreo, ia memikirkan kalau seseorang yang mengiriminya oreo selalu memberikan surat hasil ketikan yang tentunya selalu dari kertas HVS.

Entah mengapa, Rivalda menyangkut-pautkan si Secret Admirer-nya dengan keempat laki-laki yang tadi ia temui sedang ingin membeli kertas HVS.

Apa mungkin yang mengiriminya oreo benar satu diantara keempatnya?

Dasar Rivalda, padahal baru beberapa jam lalu ia masih berharap kalau yang menjadi Secret Admirer-nya adalah Aldo.

Rivalda memang se-labil itu.

Daripada hanyut dalam kebingungannya, cepat-cepat Rivalda membuka buku pelajaran di sekolah untuk membacanya.

***

Besoknya, Rivalda berangkat ke sekolah pagi-pagi buta seperti biasanya.

Sesampaimya di kelas, aktivitas pertama setelah duduk yang dilakukannya adalah mengecek kolong meja.

Si Secret Admirer-nya memang tidak memiliki jadwal khusus untuk mengiriminya Oreo.

Setelah mengecek, beruntungnya sudah terdapat oreo yang pasti diberikan oleh Si Secret Admirer.

Buru-buru Rivalda membaca surat yang pasti tertempel di bungkusan Oreo tersebut.

Teruntuk Kamu Penikmat Biskuit Oreo,

Jangan berharap kepada Aldo, atau kamu akan sakit untuk kedua kalinya.

Dari Saya Penikmat Senyum Kamu, yang Cemas.

HA? MAKSUDNYA APA?

Memangnya kenapa kalau ia berharap dengan Aldo? Ada yang salah?

Dan, yang terlebih penting, darimana dia tau kalau Rivalda berharap dengan Aldo?

Padahal, tidak ada orang lain yang tau.

Pikiran Rivalda mengenai itu semua mendadak hilang, saat ia melihat Rendra yang datang ke kelas berdua dengan Aldo.

Memangnya sudah baikan?

Rasa penasaran Rivalda sudah di atas ambang batas, pun selanjutnya ia merogoh ponselnya dari saku seragamnya dan mulai mengetikkan sesuatu di sana.

Bahkan, oreo dan sepucuk surat yang sudah dia dapat itu, ia geletakkan begitu saka di atas meja.

Berikut adalah hasil ketikan Rivalda yang sudah terkirim beberapa detik yang lalu kepada penerimanya.

Rivalda : Udah baikan?

***

[oreo & sepucuk surat]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang