26 • A Moment

1.7K 283 13
                                    

Dari: Hwang Eunbi
Untuk: geniusbunny97@gmail.com
Subjek: (Tidak ada)

Anakku bersamamu? Apa dia baik-baik saja? Tolong jawab aku.
_______________________________________

Dari: Hwang Eunbi
Untuk: geniusbunny97@gmail.com
Subjek: (Tidak ada)

Aku tahu Eunbi bersamamu. Kau tidak mengerti apa penyakitnya. Tolong bawa Eunbi pulang.
_______________________________________

Dari: Hwang Eunbi
Untuk: geniusbunny97@gmail.com
Subjek: (Tidak ada)

Tolong beritahu aku kalian ada dimana, kumohon. Eunbi bisa sakit kapan saja.
_______________________________________

Aku mendekap ponsel Jungkook erat-erat. Aku merasa bersalah dan panik dan takut sekaligus. Melihat bagaimana kecemasan eomma membuatku ingin kembali padanya dan berkata bahwa aku baik-baik saja. Tapi bagian lain dalam diriku tidak rela untuk meninggalkan dunia baru yang mulai kukenal.

Aku benci karena sekarang aku sadar waktuku dan Jungkook lebih singkat dari yang kukira. Besok sore kami harus sudah kembali ke Seoul.

Mataku terpejam terlalu lama sampai Jungkook selesai mandi dan duduk di sampingku. "Apa kau baik-baik saja? Kau harus memberitahu ibumu."

Jungkook duduk sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah, air masih menetes dari ujung rambutnya. "Aku baik-baik saja. Dan akan selalu baik-baik saja."

Aku menunduk kembali ke ponsel Jungkook.
_______________________________________

Dari: geniusbunny97@gmail.com
Untuk: Hwang Eunbi
Subjek: (Tidak ada)

Eomma, ini aku Eunbi. Tolong jangan cemas, aku baik-baik saja. Tolong jangan takut, aku akan segera pulang. Aku mencintaimu.
_______________________________________

Aku memencet tanda kirim dengan satu tarikan nafas. Lalu menyerahkan ponsel Jungkook kembali padanya.

Dia menaruhnya di atas meja. Kemudian dia berbaring di atas kasur dan menarikku ke dada bidangnya.

"A..apa yang kau lakukan?"

Jungkook hanya terus tersenyum sambil memainkan rambutku. "Kau tidur di bagian kiri, hm?"

Dia berguling, lalu jatuh di atas karpet di sisi kiri tempat tidur, dan tetap di sana. "Kenapa aku tidur di sisi kiri sendirian, tapi kau tidur di lantai?"

Aku berusaha menariknya ke atas kasur tapi dia tetap bergeming. "Mungkin untuk antisipasi."

Dia memejamkan matanya. "Antisipasi apa?" balasku.

Jungkook tidak menjawab. Aku bergeser ke kiri untuk memperhatikannya dari atas kasur. "Teman," jawabnya.

Aku menarik kepalaku dan tersipu. "Kau sepertinya penggila hal romantis," komentarku.

"Ya. Tentu saja."

Kami terdiam. Tidak ada satupun yang mengeluarkan suara. Hanya ada suara angin yang berhembus dari AC, mendorong udara mengitari kamar.

Beberapa hari yang lalu, satu hari di dunia luar kupikir sudah cukup. Tapi sekarang, tidak sama sekali. Manusia selalu menginginkan lebih dari apa yang mereka punya, bukan? Mereka tidak akan pernah puas.

Setelah aku menjalani satu hari ini, ku ingin lebih. Aku tidak yakin 'selamanya' akan cukup.

Jungkook menghela nafasnya panjang dan kasar sampai aku bisa mendengarnya jelas. "Aku gugup."

"Kenapa?" Aku menatapnya lagi dari atas kasur. Dia masih menutup kedua matanya dengan satu lengan.

"Dengan orang lain, aku belum pernag merasakan seperti apa yang kurasakan padamu." Jungkook mengatakannya dengan terburu-buru seolah itu hal yang sudah lama yang ingin ia keluarkan.

"Aku juga belum pernah merasa seperti ini," bisikku.

"Tapi buatmu ini beda." Dia menyingkirkan lengan yang menutup matanya.

"Kenapa? Kenapa beda?"

"Ini yang pertama buatmu, Bibie. Tapi untukku ini bukan yang pertama."

Aku diam. Jungkook diam. Awalnya aku sedikit marah karena perkataannya. Tapi aku sadar bahwa Jungkook tidak sedang menolak perasaanku. Dia hanya takut, mengingat pilihanku sangat minim. Bagaimana jika aku memilih Jungkook karena tidak ada pilihan lain?

Jungkook menarik nafas lagi. "Aku tidak butuh siapapun. Di dalam kepalaku aku tahu aku pernah jatuh cinta, tapi rasanya tidak seperti ini. Jatuh cinta padamu jauh lebih baik daripada semua yang sebelumnya."

Aku menahan nafasku gugup. "Rasanya seolah ini yang pertama dan terakhir sekaligus satu-satunya."

Aku menghembuskan nafasku bersamaan dengan kalimat terakhir Jungkook. "Aku tahu hatiku sendiri. Ini salah satu dari sedikit hal yang tidak benar-benar baru untukku. Rasanya juga seolah ini yang pertama dan terakhir sekaligus satu-satunya," balasku.

Kemudian dia naik kembali ke atas kasur dan berbaring tepat di sebelahku.

"Aku mencintaimu, Bibie."

"Kau sudah tahu jawabanku, Jungkook."

Aku meringkuk di dalam dada bidangnya. Aku bersumpah ini sangat nyaman, paling nyaman dari yang paling nyaman di dunia ini.

Kami tertidur sambil berpelukan. Tidak ada yang berbicara, karena saat ini tidak ada kata-kata yang penting untuk diucapkan.


1 February 2018

next door wish ㅡ jungkook;sinb ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang