27 • All Words

1.7K 275 23
                                    

Aku terbangun perlahan-lahan, sampai aku menyadari apa yang tadi malam terjadi. Bukan sesuatu yang beresiko, tapi itu membuatku merasa hidup.

Aku melirik jam. Kami punya waktu setengah hari lagi sampai waktu keberangkatan. Aku mengguncang tubuh Jungkook untuk membangunkannya dan bergegas berganti baju.

Di kamar mandi, aku memakai turtle-neck hijau polos dan coat hitam, senada dengan celana panjang hitamku. Aku memutuskan untuk hanya menggerai rambut panjangku hingga setengah punggung.

Aku melihat ke cermin. Aku benar-benar seperti gambaran seorang gadis sehat.

Aku keluar, dan Jungkook ada di balkon. Dia tersenyum, lebih dari tersenyum, sewaktu melihatku. Dia Jungkook, tapi seperti bukan Jungkook, matanya tajam dan mengikuti langkahku.

Bagaimana dia bisa membuatku gugup hanya dengan menatap saja? Aku berhenti di pintu yang memisahkan kamar dengan balkon.

"Kemarilah," katanya, dan aku berdiri persis di sebelahnya. Jungkook membeku dan tangannya mencengkram pagar pegangan lebih erat.

Aku menoleh, disaat dia juga melakukan hal yang sama. Aku menyentuhkan bibirku ke bibirnya. Tanganku berada di bahunya, tengkuknya, punggungnya, terbenam di rambutnya. Tanganku tidak tahu harus berhenti dimana.

Tangan Jungkook mencengkram pinggulku terlalu keras, lalu aku melepas ciuman itu. Kening dan hidung kami saling bersentuhan.

Ini tidak boleh terjadi, tidak boleh lebih dari ciuman. Atau hidupku bisa mungkin akan hancur.

Satu ciuman akan mengarah ke sepuluh ciuman sampai muncul suara perut Jungkook yang keroncongan.

"Sepertinya kita harus makan sesuatu."

"Selain kau?" Jungkook mengecup bibirku lagi, lalu menggigitnya lembut. "Kau lezat, tapi tak bisa dimakan."

Aku hanya tertawa akan leluconnya, tapi Jungkook bilang dia tidak sedang melucu. Aku hanya merasa semuanya berbeda sekaligus tetap sama.

Aku tetap Eunbi. Jungkook tetap Jungkook. Tapi, entah bagaimana, kami lebih dari sekedar itu.

Restoran yang kami kunjungi terletak di pinggir pantai dan lumayan ramai. Meja kami menghadap laut, tapi tidak berada di luar.

Jungkook memesan lobster. Aku tidak pernah makan lobster seumur hidupku, tapi kurasa itu akan enak, karena Jungkook menyukainya.

Setelah pramusaji itu pergi, kami bertatapan, dan tertawa tanpa alasan. Atau, sebenarnya bukan tanpa alasan, tapi karena dunia saat itu sangat luar biasa.

Bagiku, bisa bertemu, jatuh cinta, punya kesempatan untuk bersana Jungkook adalah sesuatu yang jauh dari apa yang pernah kukira bisa terjadi.

Mungkin kalau kami hanya duduk disini dan tidak mengakui bahwa waktu terus berjalan, maka hari yang terlalu sempurna ini tidak harus berakhir.

11 February 2018

Sebenernya harusnya ini ga dipublish. Tapi kepencet. Terlanjur. Udah ada yang baca. Yaudah lah.

Bonus buat kalian wkwkwk ;)

next door wish ㅡ jungkook;sinb ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang