Malam ini Ara duduk berhadapan dengan Kiren dan Aldi. Ia memerhatikan keadaan di sekelilingnya.
Jadi ini yang orang bilang double date?
"Gimana yang? Lo suka cafenya?" Galih kembali dari toilet, ia duduk di samping Ara. Ara hanya mengangguk kecil.
Dulu memang iya.. Ara bahagia dengan berbagai kejutan yang di berikan oleh Galih, but sekarang kan bukan dulu. Sekarang.. Ara tidak merasakan apa-apa walaupun Galih berusaha membuat malamnya menjadi sangat indah, tapi tidak ada rasanya, bahkan bisa di bilang hambar, malah membuat matanya berat karena kantuk.
Ara merasa ini hanya membuang waktu persiapannya untuk ujian nasional, tidak ada untungnya ia duduk di bawah lampu remang-remang, dilayani bak bidadari dari kayangan, di depan meja yang bertaburkan bunga merah, jelas-jelas Ara hanya menyukai bunga yang berbau keabadian. Sungguh tidak ada gunanya.
Makanan yang ada di depannya pun dari tadi belum ia sentuh sama sekali, nafsu makannya benar-benar sembunyi, walaupun Ara menyadari jika makanan yang tersaji adalah makanan-makanan favoritenya.
"Lo gak makan lho Ra.. nggak laper apa?" Kiren bertanya.
Aldi menoleh ke Ara sambil memasukan makanan yang ia tusuk dengan garfu. Aldi menangkap gerak-gerik Ara sedang tidak nyaman.
"Biar gue ganti makanannya ya?" Tanya Galih manis.
"Gak usah, gue gak laper kok". Galih mencoba mengerti dengan sikap Ara.
"Oke.. gue to the point aja ya sekarang.." Galih seperti berusaha akan menjelaskan sesuatu, "Jadi sebenernya kemaren.. perusaan bokap gue koleps, dan dia nyuruh gue sekeluarga buat pindah ke luar kota sementara".
Hening sesaat..
Ara, Aldi, dan Kiren berusaha memikirkan kata-kata yang pantas untuk pembahasan ini."Kita ngerti man, tapi seenggaknya lo kabarin kita.." sahut Aldi.
"Mana bisa gue hubungi kalian, abis pulang dari rumah Gara waktu itu.. bokap langsung nyuruh gue masuk mobil dan semuanya udah siap pergi," Galih menafik nafas, "Tragisnya hape gue juga di jual"
"Anjjir.. separah itu?" Aldi kaget.
Pantes dia gak nyium bau-bau kebusukan, orang messagesnya aja gak kebaca.
"Tapi sekarang udah fine-fine aja dong?" Kiren angkat bicara.
"Ya.. sesuai yang kalian liat".
"Lo sakit Ra?" Lanjut Galih, mungkin lelaki itu merasa Ara banyak diam dan terlihat tidak bersemangat.
Jelas Ara tidak bersemangat, raganya dimana.. hatinya kemana. Duduknya dimana.. pikirannya kemana. Disampingnya siapa.. di otaknya siapa.
Dengan tidak sengaja, mata Ara menangkap seorang gadis yang membelakanginya, dia sedang membuka tutup buku menu di meja yang lumayan jauh darinya, terasa perawakannya mirip dengan seseorang yang ia kenali. Ketika Ara berusaha mengingat memorinya, orang itu menoleh dan she's Dela.
Mam to the pus..
Dela melambaikan tangan. Dia berjalan mendekati meja Ara, tiba-tiba sesosok badan tegap menyamai langkah Dela. Sosok yang sedang Ara pikirkan, yang sedang Ara tanyakan, dan sekarang sosok itu ada di depan pandangan matanya.
"Kak Moa---"
Dengan gercep Gara merangkul pundak Dela. "Kalian lagi pada makan.. kalo gitu gua pamit duluan" Gara menyerobot perkataan adiknya.
Mendengar perkataan Gara, hati Ara sakit. Dia seperti bukan Gara, Ara tidak mengenalinya. Lelaki itu bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, seolah teman biasa, seolah tidak pernah ada kedekatan yang intents, seolah menyuruh untuk mengubur semua moment yang pernah terjadi.
"Kalian.. lagi ngapain?" pertanyaan Aldi membuat mereka tidak jadi meninggalkan meja.
"Ini adeknya elo kan Ga? Unyu banget si gemesh.." Sahut Kiren.
"Iya.. ini Dela, adek gue.. kita tadi lagi beli makan tapi udah selesai kok.. yuk dek" Gara dan Dela segera membalikkan badan.
Guratan tanya tampak jelas di wajah Dela, Ara tahu Dela menginginkan penjelasan atas apa yang terjadi. Tapi Gara seolah mengisyaratkan Dela untuk tetap diam.
"Eh bentar bro.." Galih mencegah Gara, "Lo bawa mobil kan? Gue mau titip Ara dong, lo anterin ke rumahnya yaa.. nyokap gue minta jemput sekarang nih, gapapa kan?"
Like.. mendengar detak jantung yang berhenti di mesin tututututut.
Ara hanya diam meremas tas clutch yang ada di atas pahanya, ia tidak tahu apa yang akan terjadi jika satu mobil bersama kakak beradik itu. Ara tidak bisa membayangkan betapa awkwardnya jika itu terjadi, ia belum merancang kata-kata yang pantas untuk menjelaskan pada Dela.
Ara tahu, point penting yang akan Dela tanyakan adalah siapa lelaki yang ada di sampingnya, apa yang harus Ara lakukan jika berita ini sampai ke orang tuanya Gara. Bisa ribet urusannya.
Perasaan Ara benar-benar tidak nyaman, mungkin kalau ia pulang sendiri malam ini tidak masalah, toh ini juga tidak terlau malam. Ara belum siap dengan consequent yang ia hadapi jika nanti di cecari banyak pertanyaan dari Dela.
Fix Ara akan menolaknya.
"Ngga---"
"Oke.. gue bisa" Gara menyergah ucapan Kiren yang tentu saja tidak akan mengijinkan Ara berhubungan dengan Gara lagi.
Ini tidak sesuai expected Ara.
Ya oke.. Di sisi lain Ara memang senang semobil sama Gara, tapi.. Ah yaudahlah gimana nanti."Kalo sama kalian kan beda arah, mana takut ganggu lagi. Ya udah ya.. Bye Ra.." Galih mengacak lembut rambut Ara dan pergi.
Sepeninggal Galih, Dela langsung melilitkan tangannya pada tangan Ara dan mengiring untuk berjalan mendahului semuanya.
"Kita balik Di, Ren" ucap Gara.
Terasa aneh sekali tingkah Dela, tangan Ara tidak ia lepaskan sedetikpun. Hati Ara bergejolak memikirkan jawaban yang pantas jika di tanya nanti. Dela mempercepat langkahnya sehingga jauh dari jangkauan Gara di belakang mereka.
"Dek.." Ara bertanya-tanya, perasaannya campur aduk, mengapa Dela menuntunnya memasuki gedung bioskop bukannya masuk parkiran.
"Kita emang lagi beli makan buat Ibu, tapi tadi Kak Gara janji mau nonton Dilan"
-------------------------------------------------------------
Sebenarnya apa aku ini,
Kelakai yang mengering,
Kertas tanpa pena,
Atau merpati tanpa surat?Nafichy M~
KAMU SEDANG MEMBACA
KAHERO [Complete]
Teen Fiction#1 in Good [28 Agustus 2019] #1 in Kasmaran [20 Februari 2019] #1 in Gara [20 Februari 2019] #1 in Jatuh Cinta [12 Oktober 2019] Ini adalah sebuah cerita yang di awali dengan perselingkuhan. Yang ada di hati Ara sekarang bukan Galih lagi, mungkin...