"Rianna!" Aku menoleh ke sumber suara.
Debaran jantungku makin keras aku merasa seperti maling ketangkep basah. Mungkin karena efek perbuatan yang tidak seharusnya kulakukan. Aku tak tahu harus bagaimana lagi.
"Oh Henry ada apa pagi-pagi memanggilku?" Seperti orang tanpa dosa, aku membalas panggilannya dan memasang senyum manisku.
Henry memperhatikan penampilanku dari atas kebawah dan keatas lagi. Apa jangan-jangan dia tahu lagi aku menyembunyikan sesuatu darinya.
"Kamu kok pakai baju yang sama dari kemarin?" Tuh kan... Henry memang curiga, mana dia hafal dengan pakaian yang kukenakan bisa-bisa dia tahu juga underwear yang kupakai saat ini.
"O-ohh...i-ini..aku lagi suka aja pakai baju ini hahahahah" aku takut dia tahu kalau aku berbohong.
Alasan macam apa itu tidak nyambung sama sekali. Aku mencoba sebiasa mungkin tapi sepertinya aku gagal. Aku memang tidak ahli berbohong!
"Hmm..tapi kamu berjalan ke arah kamarmu, memangnya kemarin--"
"Ahh.. Henry kamu belum sarapan kan? Aku akan buatkan salmon saus tiram kesukaanmu, dari kemarin aku selalu ingin mencoba memasak itu lho!" Aku sengaja menyela perkataannya dan mengalihkan. Sudah kuduga dia curiga.
"I-iya..tapi Rianna kemarin kamu benar-benar tidak apa?" Mati aku...
Pertanyaan macam apa itu? Apa Henry tahu sampai dia menanyakan tentang keadaanku kemarin. Suatu penyesalan yang tak akan pernah bisa kembali seperti semula. Semakin merasa bersalah saat membohongi Henry dan bersikap biasa didepannya.
"Memangnya kamu tahu, ada apa denganku kemarin?" Ucapku ragu-ragu penasaran dengan dugaannya. Tatapannya berubah menggelap.
"Tentu saja aku tahu, kemarin si kuntilanak membuat karirmu hancur dan mamamu yang tak bertanggung jawab muncul seenaknya!"
Ohhh aku salah paham kukira dia membahas kejadian malam bersama pria itu. Syukurlah Henry tidak tahu, aku tidak mau dia mengintrogasiku bertanya macam-macam saat tahu aku keluar dari kamar El Geraldo.
"Rianna?" Aku terperanjat hingga kurasakan hembusan nafasnya didekat wajahku.
"I-iya ada apa?"
"Yaah malah ngelamun.. Pasti mikirin kemarin"
"Tidak! Aku tidak memikirkannya!" Aku tidak sadar kalau sudah berteriak spontan.
Henry memandangku heran dan sedikit curiga"Maksudku, aku tidak memikirkan masalah itu lagi begitu" tambahku agak canggung. Yaa meski tatapan Henry tak pernah berhenti meneliti ekspresiku.
"Benarkah? Kamu tidak bersedih lagi?"
Melihat Henry mengkhawatirkanku semakin membuatku merasa bersalah.
"Iya, maaf aku membuatmu khawatir"
Wajah Henry berubah melembut dan dia langsung memelukku. Kukira dia akan marah atau mengintrogasiku macam-macam.
Setelah itu aku ke kamarku ganti baju, karena aku sudah mandi di kamar si Gerraldo. Sayangnya dia pergi seenaknya tanpa memberitahuku. Memangnya aku istrinya? Aku tidak punya hak memarahi atau bertanya menyebalkan!
Di Rumah aku bingung tidak mendapat tugas apapun, mengingat pekerjaanku sebagai model gagal. Aku tidak bisa menuntut Henry lebih jauh. Sekarang tinggal bagaimana rencana El Gerraldo selanjutnya. Dia pemegang kekuasaan atas diriku sebenarnya.
Aku berjalan-jalan mengelilingi rumah aneh memang, jalan-jalan kok hanya didalam rumah. Tapi bagiku aku masih belum terbiasa dengan rumah sebesar ini. Penghuninya tidak sampai sepuluh orang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slave of Love (END)
RomanceWarning : hanya untuk 18+ keatas! Apa kau akan menghukumku dan mengikatku jika aku tak menuruti perkataanmu... Aku tau tanpamu aku tak akan bisa menjadi seperti sekarang ini, segala perlakuanmu selalu kuingat tiap detiknya karena perintahmu adalah m...