Is it Love?

7.9K 254 8
                                    

Siapa menyangka kalau aku akan dipasangkan photo bersama kuntilanak itu dengan tema bestfriend jangan harap sahabat, teman aja tidak, musuh sih iya. Apa yang dipikirkan pihak management untuk berpose dengan wanita gila itu.
Aku melirik dibalik bulu mata palsu cetarku wanita itu dengan cantiknya berganti pose sesuai intruksi. Tak ada komentar pedas dari photografer yang terkenal sikap galak dan tegas.

Ya kuakui Bella sangat profesional kalau menyangkut dunia model dan curangnya dia tidak terkena semprotan sang photografer galak. Padahal dulunya aku sering dikomentari pedas dan tak tanggung-tanggung dicaci bahkan dijuluki payah dan amatir. Pokoknya kata-katanya sadis dan menyebalkan!
Aku saja hampir depresi.

Kita beristirahat Kanya menghampiriku membubuhi make up-ku yang terkena keringat. Kita diberi pengarahan dan membahas siapa yang paling pantas menjadi cover majalah yang paling ditunggu edisi minggu ini.

Aku kaget sekali kalau Ryan yang akan muncul di cover sebagai aktor pria naik daun yang membintangi film layar lebar yang akhir-akhir ini menjadi trending topic. Harus ada pendamping model wanita dengan penampilan serta keelokan tubuhnya yang harus menarik perhatian banyak orang agar terjual banyak.

Aku tak habis pikir dari mana ide itu didapatnya..

"Kamu beneran mau ikut bersaing?" tanya Henry duduk disofa samping meja rias. Wajah dan kedua tangannya ditekuk. Tanda dia tak setuju dan meminta kejelasan.

"Iya"

"Jadi pasangannya Ryan... Ryan si penggoda dan perayu ulung?!! Ditambah kamu harus bersaing sama si kunti gendeng itu!"
"Memangnya kenapa? Aku tak masalah kok" kali ini Kanya ikut nimbrung.
"Jadi kover kan malah bagus, kenapa kau larang?" tanyanya pada Henry, dan pria itu malah balas melototinya.

"Masalahnya Rianna dan Bella harus pandai menyesuaikan gaya dan ekspresi saat bersanding sama perayu gila itu, mana yang memiliki chemistry satu sama lain.. Maka wanita itu berhak jadi cover bareng dia" jelas Henry dengan mimik kesal. Mungkin dari awal Henry memang tidak setuju aku bersaing lagi dengan Bella.

"Aku mau jadi cover majalah itu, jadi aku tak mau menyiakannya" ucapku berputar didepan kaca memperhatikan baju yang barusan kuganti.
"Itu benar, maju saja... Henry memang cerewet lebih baik kau tak usah dengarkan dia"

"Aku bilang begitu karena aku khawatir, laki-laki itu terkenal buaya! Dan lagi si kunti itu licik!" tekan Henry sekali lagi mencoba menyadarkanku. Aku duduk disamping Henry dan tersenyum.

"I'm okay Henry, aku yakin kali ini aku berhasil. Kau harus percaya kepadaku"

Aku meraih tangannya dan menatapnya yakin. Akhirnya dia menghela nafas dan beralih mengelus puncak kepalaku.

"So stubborn. Baiklah jika ada apa-apa bilang saja, sampai pria itu berulah aku pastikan burungnya tidak selamat"
"Astaga Henry!!"

"Ya ampun... Aku seperti nonton drama romantis saja, sayangnya Henry bukan cowok beneran jadi klise. Yaah kalian seperti nenek dan cucunya haha"

Sapu tangan melayang dan menempel pas diwajah Kanya yang dari tadi mengoceh. Gadis itu terperanjat dan memekik kencang. Padahal cuma dilempar sapu tangan teriakannya alamak...
Gimana kalau sapu lidi yang melayang. Bisa-bisa teriakannya mengalahkan suara harimau sumatra lagi.

"Gila.. Masa aku cantik begini dibilang tua udah nenek-nenek dasar rabun!"

Aku keluar meninggalkan pertengkaran kecil itu, aku capek melihat pertunjukan Tom & Jerry yang episode-nya belum kelar sampai sekarang.

Mataku tak sengaja menemukan seorang pria berdiri dibelakang layar mengobrol dengan seseorang yang memakai jas rapi pula. Jantungku langsung berdentum lebih cepat aku memegangi dadaku mencoba untuk mengatur irama kecepatannya. Kenapa tiap memandang sosoknya seluruh tubuhku membara. Mataku membulat tahu kalau ada seorang wanita tinggi cantik yang kupikir juga seorang model berdiri didekatnya.

Slave of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang