Surprize!

4K 148 2
                                    

Henry menemukanku yang terduduk lesu sambil terisak dibawah. Aku yakin dia bersimpatik dengan keadaanku yang menyedihkan.

"Hei... Apa kamu baik-baik saja?"
"Dia jahat! Dia sama sekali tak memperdulikanku" teriakku memaki orang yang tak ada disini.
"Rianna"
"Aku menang dan berhasil menaikkan pamor perusahaannya, dia tak ada disampingku. Maunya apa sih lelaki itu?!"

Henry ikut berjongkok disisiku seperti biasa menggosok punggung dan menenangkanku. Hanya dia yang mengerti diriku.
"Mungkin tuan El masih sibuk jadi dia masih belum sempat menemuimu. Jangan kecewa gitu lah.. Dia tak mungkin melupakanmu"
"Aku melihatnya tadi Henry, makanya aku mengejarnya tapi apa? Dia malah menjauh. Dia sama sekali tak peduli kepadaku!"
"Hei tenangkan dirimu gurl kamu bisa membahayakan bayimu"
"Ayahnya tak memperdulikanku. Aku tak peduli"
"Oke..oke.. Kita sekarang pulang dulu yaa. Kamu harus istirahat, kasihan kamunya dan bayimu"
"I hate him!"

Henry mengangguk-angguk memaklumi tingkahku yang mengalahkan sifat anak kecil usia lima tahun. Aku merengek membuat Henry menghela nafas lelah. Tidak usah begitu juga kan, kesannya dia bosan padaku dan aku tersinggung!

"Kamu meledekku!" celetukku. Lama-lama Henry menyebalkan sekali.
Kami sudah berada didalam mobil.
"Apa maksudmu?"
"Kamu juga tak peduli padaku!"
"Haa?" Henry memandangku semakin bingung. Kenapa dia jadi manajer blo'on sih.. Tumben sekali IQ nya jadi dongkol gitu.

"Turunkan aku di apartemenku" ucapku cepat ke pak supir.
"Kamu harus kembali ke mansion!"
"Aku tidak mau"
"Rianna aku tidak mau kau disana sendirian" mulai deh mode manajernya on. Padahal tadi dia tak peduli padaku.
"Terserah aku, lagipula tak ada yang mengerti perasaanku!" kutunjukkan wajah cemberutku agar dia paham.
"Rianna"
"Stop! Aku tak butuh bantahan lagi" lagi-lagi dia menghela nafas seolah aku sumber masalahnya saja.
"Oke kita ke apartemenmu. Aku akan menemanimu" oke setidaknya tidak di rumah lelaki brengsek itu.

Entah sejak kapan aku sudah ada di apartemenku dan aku sudah berada dikasur, terlebih lagi ini sudah pagi?? Ya ampun berapa lama aku ketiduran. Aku mengucek mata melihat tubuhku masih berbalut gaun mewah yang masih setia menempel. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka Henry masuk membawa nampan berisi nasi goreng udang dan segelas susu hangat.

"Sudah bangun sleepyhead" ejeknya dipagi buta.
"Kamu masih belum pergi?"
"Padahal aku membuatkan makanan untukmu, dan kau malah mengusirku.. Dasar tak tau terimakasih" aku mengambil sepiring nasi itu dan memakannya lahap.
"Kau makan kayak orang kere aja" aku tersedak dan terbatuk-batuk. Henry peka menggosok punggungku lembut.

"Hati-hati kalau makan hadduh kayak anak kecil saja" meski dia suka sekali mencibir tapi hatinya selembut kapas.
"Andai kamu suamiku, aku pasti bahagia sekali dimanjakan olehmu" kedua matanya melotot lebar tak percaya. Memangnya aku salah bicara yaa?
"Memangnya kau mau menikah denganku?" serasa lamaran saja dia memandangku serius begitu.

Andaikan aku jatuh cintanya sama Henry hmm beda lah nasibku sekarang. Bisa saja aku menyembuhkan trauma jatuh cintannya kan...

"Hei.. kamu serius ingin menikah denganku? Jangan bercanda!" aku tidak sadar kalau wajahku membentuk ekspresi serius dan mengharap. Henry menyentil dahi menyadarkanku.
"Nikahilah lelaki yang sudah jelas menawarkan kehidupan indah untukmu. Yaitu lelaki idamanmu..." sindiran itu sudah jelas di berikan padaku mengingat situasiku. Dasar lelaki tulang lunak..
"Begitu takutnya kau dengan pernikahan"

Aku merutuki mulut ember ini. Sudah jelas Henry membenci pernikahan, lagipula dia pernah mencintai seorang wanita tapi ternyata wanita itu tidak memiliki perasaan yang sama dengannya ditinggal selamanya pula. Aku merasa kisah yang dimiliki Henry memiliki sad ending. Padahal kalau dia niat jatuh cinta lagi, suatu saat cintanya pasti terbalas.

Slave of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang