*Beberapa tahun kemudian*
Aku berjalan-jalan di taman sembari memperhatikan lingkungan sekitar yang ramai pengunjung. Ada yang berpasangan ada juga yang satu keluarga membawa anak-anaknya. Cerahnya mentari pagi membuatku tersenyum.
"Wahh kita tertinggal!" Adelia yang disisi kiriku merengut mendapati bocah yang kita perhatikan tadi menghilang entah kemana.
"Kau benar, kok bisa bocah itu menghilng begitu saja! Kemana dia?" aku sama sekali tak menemukan tubuh kecil itu didepan.Dimana dia?!
"Ya ampun Rianna... Kau bicara seperti dia setan aja, yuk kita cari"
Kita mengitari tempat duduk di dekat pohon-pohon rindang tak ketemu. Kita pergi ke tempat bermain anak-anak. Kutelusuri kepala berwarna coklat ditiap beberapa anak yang bermain disana.
Ya ampun dimana anak itu?
"Ahh itu dia!" Adelia yang pertama kali menemukan bocah kecil yang sedang melihat keatas mainan perosotan anak-anak yang lain.
"Zen!"Aku berlari seketika ada wanita yang menarik perhatianku. Wajahnya kusut seperti tidak terawat.
"Ada apa Rianna?""Ma..mama.." gumamku disela-sela bibirku yang bergetar. Wanita tidak melihatku, aku ingin mengejarnya memastikan benarkah wanita tadi mamaku? Wajahnya beda sekali dari kami terakhir bertemu.
Wajah cantiknya telah berubah...
Mataku beralih pada Adelia yang lebih mendahuluiku mendekati anak laki-laki. Sekilas wajahnya nampak sedih tapi setelah melihat kami berdua wajahnya berubah cerah. Tapi kepalaku tak pernah lupa dari wajah wanita itu. Benarkah itu mama?
"Mommy! Aunty!" aku menariknya untuk menjauh dari mainan berbahaya itu dan memeluknya.
"Dasar! Dari mana saja kamu sayang?"
"Maen pelosotan" jawabnya cadel.Aku mengusap rambutnya dan memeluknya sekali lagi. Aku ingin memastikan kalau yang kupeluk benar-benar Zen putraku.
Adelia ikut berjongkok dan mengelus kepala Zen lembut."Tuh lihat kamu sudah membuat mommy-mu jantungan tahu!"
"Mommy napa?" dia menjawabnya dengan wajah heran. Tidak tahu apa kalau aku takut dia diculik atau tersesat! Aku panik bukan main.
"Mommy-mu khawatir kamu tidak kembali. Jadi jangan ulangi lagi yaa Zen" ucap Adelia memasang senyuman maklum pada anak balita didekapanku.Aku bersyukur dengan Adelia berada disampingku. Adelia adalah satu-satunya sahabat yang kuakui kemampuannya. Dia gadis yang sangat berbeda dari kebanyakan teman-teman yang kupunya selama ini.
Mata Zen berbinar-binar ketika mendapat kode dari Adelia dan mata kehijaunya menatapku berharap.
"Maafkan aku mom"
"Iya mommy sudah memaafkanmu, lain kali jangan buat mommy khawatir setengah mati ya" aku mencoba menetralkan nafasku dan menunjukkan senyum lembut padanya.
"Zen nakal" dia terisak mengakui kesalahannya. Air matanya merembes dibajuku.Ohh anakku... Aku tidak bermaksud menyalahkanmu. Jadi merasa bersalah deh.
Adelia tertawa melihat situasi ini. Zen memang pintar dan cepat tanggap dengan situasi disekitar. Aku bangga pada anakku!
"Hahh dasar keluarga cemara! Membuatku iri saja" cibir Adelia. Zen mendongak.
"Onty ayok maen!" ya ampun Zen, padahal barusan aja dia nangis langsung mintak main. Cepat banget pulihnya..
"Oke ganteng--"Suara dering ringtone mengagetkan kami bertiga. Ternyata ponselnya Adelia dan dia mengangkat langsung.
"Okee..iya..iya aku mengerti" begitu saja dan dia menutupnya.
"Ada apa?" wajahnya nampak gelisah.
"Keperluan?" dia mengangguk, ekspresinya tak terbaca. Dari siapa itu? Mungkin kakaknya? Atau Alan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Slave of Love (END)
RomanceWarning : hanya untuk 18+ keatas! Apa kau akan menghukumku dan mengikatku jika aku tak menuruti perkataanmu... Aku tau tanpamu aku tak akan bisa menjadi seperti sekarang ini, segala perlakuanmu selalu kuingat tiap detiknya karena perintahmu adalah m...