My heartbeats

8.7K 281 3
                                    

Saat kembali ke kamar debaran jantungku semakin keras sampai aku sulit mengendalikannya. Wajahku panas sekali dan aku memegangi kedua pipiku menepis pikiran-pikiran kotor itu.

Aku sebal dia masih suka menggodaku.
Hati dan tubuhkukan masih belum siap mental bisa-bisanya dia mengatakan kepemilikannya lagi kepadaku. Aku kesal mengetahui bahwa aku masih tawanannya.

"Apa-apaan dia itu, dasar tak punya malu!"

Aku memukul bantal kemudian menenggelamkan wajahku kedalamnya sembari mengutuknya. Seharusnya aku sudah lupa tapi entah saat pulang ke rumah ini dan bertemu dia lagi. Arrgh entahlah aku bingung mau menjelaskannya.

Aku ketiduran sampai tak terasa paginya Henry meneriakiku pas ditelinga. Aku langsung bangkit kaget, karena terbiasa di asrama hidup ketat tapi ya tak begini juga. Saat bersama Henry aku serasa menjadi anggota militer saja.

"Ayo bangun pemalas!"
"Apa-apaan sih, bisa-bisanya cowok masuk kamar cewek" Henry bersedekap merampas guling yang kupakai menutup wajahku. Aku memekik marah.

"Oh ya aku lupa kamu kan bukan cowok!" ucapku kesal dia seenaknya merampas bantal dan gulingku.

Aku lupa pakai selimut jadinya sebelum aku pakai untuk pelindungku Henry sudah menyingkirkannya duluan.

"Berisik! Cepat bangun mandi dan ganti bajumu hari ini kamu ada jadwal photo-shoot" saat mengucek-ngucek mata, otakku lambat mencerna hingga mendengar penjelasan Henry dan terkejut.

"Baru pulang aku sudah dikasih pekerjaan?!"
"Entahlah tiba-tiba ada yang minta kamu jadi model mereka ya aku terima saja tawarannya, itu bisa meningkatkan karirmu"
"Tapi ini terlalu cepat, akukan juga butuh santai dan udara segar!"

Henry memperhatikan seluruh ruanganku seksama sesekali matanya melihat satu persatu barang-barang kosmetik dimeja rias hingga tas-tas branded yang kubeli dari paris menggantung di tempatnya dekat almariku.

"Santaimu sudah terlalu cukup! Hebat sekali sampai bisa beli barang-barang branded di kota paling terkenal dengan kemewahannya" sindirnya. Huuh bilang saja dia iri dengan barang-barang milikku.

"Dimana perginya Fahrianna gadis lugu dan polos itu ya?" tambahnya dengan nada mengejek dan mendramatisir yang membuatku muak. Dia menyebalkan sekali. . .
"Terserah" aku beranjak mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.

Photo-shoot hari ini berjalan lancar. Aku mendapat banyak kenalan wajah baru. Mereka begitu terbuka dan ramah. Setiap dua kali dalam seminggu aku harus menghadiri bermacam-macam studio dan lokasi photo yang berbeda.

Entah dari mana Henry bisa mendapat tawaran banyak pekerjaan langsung untukku. Soal apa tujuan semua photo-shoot itu urusan Henry. Aku hanya menjalankan dan memperoleh tujuanku sendiri.

Henry mengatakan beberapa jadwalku yang lain dan memberi pengarahan. Aku setengah malas mendengar, Kanya datang membetulkan tampilanku.

"Kamu sexy sekali posemu semakin keren" puji Kanya antusias dan bersemangat. Aku tertawa matanya berbinar-binar senang.

"Aku hanya mencoba sebaik mungkin" jawabku santai.

Lalu kedua mataku mencari Henry disekitar tak kutemukan wujudnya. Aku malah menemukan sesosok yang tak kupercayai mata kepalaku.

Di dekat para staf berdiri seorang pria tinggi besar berpakaian hitam dan berkacamata hitam.
Aku tahu pasti wajah dibalik kacamata hitam itu. Dia memakai kemeja hitam yang agak terbuka dibagian kerahnya. Kenapa dia berpakaian sekeren itu?

Yang mengherankan ngapain pria ini di studio? Dia tidak salah alamatkan? Mataku masih menatapnya, aku tahu dia juga menatapku gara-gara kacamata hitam itu aku tidak bisa melihat ekspresi apa yang diperlihatkan sekarang. Si photografer memanggilku dan aku kembali ketempat shoot.

Slave of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang