Problems

6.2K 256 10
                                    

Semua gosip serta berita konyol dimedia membuat hari-hariku semakin ditumpuki bejibun pekerjaan yang mengurangi hari liburku. Yah mau dikata apa, sekarang karir adalah hidupku. Kalau bukan karena aku dijual dan dibeli aku tak akan menjadi sekarang. Bukannya aku bersyukur dijual, aku pasti tak terima dan marah harga diriku hancur.

Apalagi orang yang menghancurkan hidupku adalah mamaku sendiri....

Anak mana yang merasa bangga dijual ibunya. Tentu saja aku merasa terkhianati oleh kelakuan tak bertanggung jawab mamaku tersayang nan tercintah. Di malam hari aku duduk di ruang tv memakan popcorn seolah-olah nonton film di bioskop dan puas menikmati ruangan ini sendiri dengan lcd slim berukuran besar.

Suara derap langkah cepat menandakan ada penghuni lain berjalan kemari. Kutengok kebelakang Kanya membawa sepiring cookies coklat dan dua kaleng soda dimeja. Wajahku berseri, ohh pintarnya asisten pribadiku tanpa kusuruh dia tahu sendiri apa yang kubutuhkan.

"Ahh sudah lama kita tidak menonton film bersama" aku memutar film barat season baru kesukaan kita. Kita memang ada ritual menonton film disaat waktu luang setelah kerja keras tiap hari full.

Aku mengambil kue yang terletak dipiring sambil mengobrol membahas film yang kita tonton.

"Sepertinya akan ada season 3" Kanya tidak menoleh dan masih menonton lurus layar lebar rumahan itu.
"Benarkah? Wahh aku tak sabar menunggu trailer-nya!"
"Oh ya gimana kencanmu waktu nonton film dia bersama?" tambahnya kali ini tersenyum menggoda membuatku memiringkan kepala.
"Maksudmu Ryan?"

"Iyalah siapa lagi! Habis itu kalian berkencan kan" beberapa hari yang lalu aku menepati janji dengan Ryan untuk pergi bersamanya menonton filmnya.

Tidak kusangka bagus dan menyentuh. Kukira dia ahli akting peran pria mempesona yang digilai banyak cewek seperti kehidupan aslinya. Siapa menyangka si perayu ulung bisa memerankan tokoh laki-laki pekerja keras yang menaruhkan nyawa demi orangtuanya. Aku hampir menangis saat ibunya sakit-sakitan dan meninggal. Adegan paling menyentuh dan mengharukan...

Akting Ryan tak perlu ditanyakan, dia menakjubkan dan mendalami peran apapun untuknya. Aku senang melihat orang yang serius dalam pekerjaan dan sesuai kemampuannya.

"Ya ampun ngelamun lagi.. Jangan-jangan kamu bayangin mesra-mesraan ditempat gelap" ihh dasar sok tahu. Asisten yang keponya tingkat dunia selalu usil dengan kehidupan pribadiku.
"Dasar mesum! Kalau punya otak itu jangan dipakai dengan hal-hal yang tak bermutu, akhirnya rusak kan pikiranmu" cibirku biar mulut comberannya bisa berhenti sejenak.

Dia mendorong bahuku main-main dengan cengiran tak berdosa.

"Aku memang pergi dengan dia, tapi bukan Berarti aku berkencan seharian dengannya lagian aku punya janji sendiri kok" ucapku malu-malu.

Aku sukses membuat wajah Kanya kaget. Seperti ramalanku sebentar lagi dia akan menghujaniku dengan berbagai pertanyaan gilanya.

"Awww janji sama siapa? Cowok lain ya?!!" aku memutar bola mata malas.
"Ehhh siapa? Siapa?" aku menunjuk dramatis di layar agar Kanya teralihkan tapi gadis ini masih gigih memaksaku memberitahunya.

"Kalau sudah waktunya aku pasti memberitahumu"

Dia mengamati ekspresiku beberapa detik.
"Apa dia orang berharga bagimu? Selingkuhanmu? Kalau benar dia penting, berarti dia ibumu?!" ya ampun ini orang asal nebak kata kayak game saja. Bisa-bisanya dia nuduh aku selingkuh. Lagipula siapa yang pacaran dengan si aktor bermulut manis itu!

"Oh.. Bicara tentang ibumu aku punya sesuatu, sebentar!" Kanya teringat sesuatu dan mengambil tas di meja merogoh isinya.

Aku melirik buku kotak panjang ditangannya. Menyodorkan padaku.

Slave of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang