Aku bersyukur melihat namaku di papan score bagian atas dengan perolehan nilai tertinggi. Tak kusangka lagi-lagi buliran air mata ini merembes dari pelupuk mataku.
Aku membekap mulut mengucap rasa syukur sekarang aku telah melawati ujian akhir dibangku sekolah menengah atas...
Kuperhatikan teman-teman disekitarku banyak yang menangis entah karena dapat nilai jelek atau bisa jadi mereka juga terharu sepertiku. Masa-masa sulit akhirnya terlampaui juga
"Gila! Mamaku bisa-bisa mencincang tubuhku kalau lihat hasil ujianku begini"
"Haha masih mending dicincang nah aku bisa-bisa dibakar jadikan sate!"
Pembicaraan mereka terdengar ditelingaku. Betapa bahagianya orangtua mereka masih peduli dan mau memperhatikannya. Jangankan aku Fahrianna seorang bintang sekolah dan juara olimpiade matematika mamaku melirikku saja tidak pernah!
Aku tersenyum miris dan berlalu melewati kerumunan itu.
"Hei Fahrianna!"
aku melebarkan senyuman saat kulihat cowok paling berpengaruh di sekolah ini berlari mengejarku.
"Hai Gleen!"
Sapaku ramah. Gleen juga ikut tersenyum ramah
"Aku lihat lho tadi! Ya ampun hebat banget kamu dapat score tertinggi di sekolahan ini selamat ya Fa"
"Terimakasih... Tapi bukankah kamu juga mendapat score tertinggi nilai kita hampir sama" Gleen terlihat tidak setuju dengan pernyataanku."Aku malu dengan hasil yang kuperoleh lagipula aku masih kalah jauh dibawah kamu"
Heran ya sama anak-anak jaman sekarang. Bukannya senang dipuji ini malah merendahkan dirinya sendiri.
"Tidak kok aku rasa nilai kita imbang kamu ini juga bintang sekolah dan bahkan lebih cerdas dari aku nilaiku yang kamu lihat tadi cuma kebetulan Gleen"
Kulirik dibelakang punggungnya banyak anak yang berbisik-bisik buruk mengenai kedekatanku dengan Gleen maklumlah namanya juga idola sekolah.
Aku tidak mau kena amukan mereka atau bahkan lebih parah. Dari awal aku tidak nyaman berdekatan dengan Gleen cowok paling populer di sekolah. Padahal kita kan cuma berteman dan rival sekolah
"Ahh kamu selalu saja deh Fa... Oh ya besok waktu graduate kita photo bareng ya"
Aku semakin merasa tatapan mereka akan membunuhku.
"I-Iya"
Gleen mengulurkan tangannya untuk yang terakhir kali
"Congratulation Fahrianna dari dulu aku selalu iri padamu senang rasanya bisa menjadi rivalmu aku yakin orangtuamu pasti bangga sekali! aku harap kita akan bertemu kembali di masa depan"
Ucapnya sembari memperlihatkan senyuman manis. Berhentilah memperlakukanku manis Gleen bisa-bisa aku mati mendadak disini. Kamu terlalu baik padaku...
Aku memang menaruh sedikit rasa padanya tapi aku terlalu malu dan tak mau berharap lebih karena aku pikir cinta itu menyakitkan.
Aku berjalan ke arah kelas mengingat perkataan Gleen. Untuk apa menjadi yang terbaik jika orang yang ingin kita buat bangga sama sekali tak peduli.
Kalau kau tau keadaanku apa dia masih memujiku dan bilang jika orangtuaku bangga punya anak cerdas sepertiku? Tentu tidak....
Aku tidak punya siapa-siapa yang memperdulikanku. Iya... Lama-lama aku mengerti kalau berapa kali usaha yang kulakukan mama tak akan memperhatikanku dan bangga terhadapku.
Sungguh miris tapi itulah hidupku...
"Fahrianna! Fahrianna!" aku bangkit dari kasur dan keluar. Aku tidak mengerti tumben mama memanggilku
"Iya ada apa ma?" dia menatapku skeptis. Lalu mengulurkan tangannya

KAMU SEDANG MEMBACA
Slave of Love (END)
RomanceWarning : hanya untuk 18+ keatas! Apa kau akan menghukumku dan mengikatku jika aku tak menuruti perkataanmu... Aku tau tanpamu aku tak akan bisa menjadi seperti sekarang ini, segala perlakuanmu selalu kuingat tiap detiknya karena perintahmu adalah m...