Chapter 2

109K 8.4K 552
                                    

Hai... lama ya 😂😂 Maaf. Ini semacam penyakit kalau memulai itu berat. Kayak rindunya Dilan ke Milea. Ada ide, tapi males menuangkan. 🌚Apalagi udah luamaa banget nggak nulis. Ada ya sekitar 3 bulan. Jadi masih agak kaku gitchuu...

Happy reading

***
"Jay, lo ada hoodie nggak? Ketek dedek belum dicukur nih. Dedek malu," suara Jason di sebelah Jayden sambil mengapitkan kedua lengannya seperti perawan yang malu-malu meong minta dimaki. Pria 23 tahun itu memang hanya mengenakan kaus oblong tanpa lengan.

Jayden tidak sama sekali menggubris, santai mengeringkan rambutnya yang basah di depan cermin dengan handuk kecil. Ia terlihat bak model yang akan melakukan pemotretan. Jaket denim yang tidak ia kancingkan, celana jeans dengan sedikit sobekan di bagian lutut ala anak muda jaman sekarang, kaus dalam hitam dan sepatu AJ telah melekat sempurna melapisi tubuh tinggi tegapnya saat ini.

"Sini gue cukurin ketek lo. Gue sisain bulunya aja." Yuji, temen Jayden keturunan Jepang sekaligus teman satu tim basketnya yang menyahuti cicitan Jason.

"Boleh, Ji. Biar kapok."

"Tampol gak ya, tampol gak ya biar nggak kebiasaan. Dedek kan minta tolong sama bang Jay. Bukan situ. Dih..." Setelah acara membandingkan keperkasaan milik masing-masing seperti biasa saat mandi bersama hari ini, kamar mandi khusus pria itu kembali rusuh karena ucapan Jason yang tidak bisa diam barang sekejap.

"Cepet. Ini angin berbondong-bondong masuk ke tubuh dedek." Seru Jason.

"Geli, sumpah, Jas. Geli..." seru mereka.

Jayden memutar bola mata. Saat ini ia sedang dalam suasana hati yang tidak keruan sehingga diam adalah emas tengah ia kibarkan. Ia berjalan melewati Jason ke lokernya, dan mengeluarkan hoodie berwarna merah melemparkan kepada Jason. "Masuk angin namanya. Pake acara angin masuk berbondong-bondong segala. Nambahin narasi aja lo!"

"Ya kan biar penjabarannya kedengeran keren." Sambil mengenakan hoodie yang tadi Jayden lemparkan. Ia meraih handuk putih pemberian wanita tidak dikenal di lapangan. "Ini anduk buat lo. Tadi dia nyuruh ngasihnya ke elo. Itu lho yang teriak minta dimasukin. Lo balikin gih. Bilang aja, 'keringatku terserap dengan sempurna.' gitu. Baik 'kan gue ngajarin?"

Jayden membuka dompet meraih tangan Jason meletakkan 1 lembar uang 2 ribuan ke tangannya. "Dua ribu, man. Lumayanlah buat bayar parkir. Mumpung ada receh gue." Jayden mencangklong ranselnya keluar dari kamar ganti bersama sebagian orang yang telah selesai termasuk iblis jantan di sebelahnya yang mengikuti.

"Jay, serius. Ini dari cewek yang minta dimasukin. Keringet gue halal. Ini ambil. Jangan malu-malu."

Jayden menepuk kepala belakang Jason. "Masukin apaan sih. Orang-orang liatin kita jadi salah tangkap lo ambigu gitu."

"Ada pesan juga dari Clara. Katanya, dia sayang." Jason memasukan handuk kecil yang tidak diterima Jayden ke dalam tasnya. Ia juga tidak tahu siapa pemilik handuk ini. Tidak terlalu memerhatikan karena tadi begitu ramai.

"Too. As a good friend. Yea i do liked her too," Di tempat parkir, mereka memasuki mobil keluaran baru mereka masing-masing mencari restoran untuk mengenyangkan perut di sore mendung ini.

**

"Ramen extra pedas." Suasana restoran begitu ramai pengunjung sore ini. Di tambah, cuaca mendung di luar dengan tiupan angin yang berhembus dingin menusuk kulit membuat beberapa orang singgah untuk menghangatkan diri. Suara dari chef restoran ramen Jepang itu membuat seorang gadis dengan langkah yang diseret dan setengah wajahnya yang ditutupi masker, menghampiri.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang