Chapter 27

64.5K 6.7K 2K
                                    

Hai... minal aidin walfaidzin yaa 🙏🏻 Maaf baru bisa ngucapin sekarang. Kalau aku ada salah kata, mohon dimaafkeun. 🙏🏻🙆‍♂️

Akhirnya chapter ini kelar. Ini seriusan ngerjainnya sampe hampir empat harian. Lumayan tertatih karena memang sibuk banget sama keluarga besar kalau lebaran. Ke sana-ke mari gitu lah 😂


Happy Reading

Mungkin, bukan tentang rasa sakitnya melihatmu mencintainya. Tapi, hancurnya itu mengingat aku selangkah lebih jauh dari tangan yang pernah menggenggam dan mengatakan kita akan terus jalan bersama.
Selangkah yang tidak bisa kuhela karena kedua tangan itu telah memiliki genggaman sendirinya.




Jayden memasuki apartemen, dan tanpa mengatakan apapun pada Sarah yang tengah menggosok rambut basahnya dengan handuk di depan televisi yang menyala, ia menghempaskan tubuh tingginya ke sofa dalam keadaan tengkurap. Untuk beberapa saat, ia bergeming dalam posisi itu. Kedua tangannya berada di sisi tubuh.

"Kau kenapa, Eden? Apa wajahmu tidak sakit berbenturan langsung dengan sofa seperti itu?" tanya Sarah, dengan aksen Amerika yang kental.

Jayden belum menjawab. Sarah menghampiri dan menepuk bokongnya. "Hey, kau tidak mungkin tidur 'kan? Lepas sepatumu dulu."

Jayden menggeleng kecil sebagai jawaban penolakan.

"Temanmu sudah pulang?" tanya Sarah tidak mengacuhkan sepatu yang tetap melekat pada kakinya.

"Hm,"

"Dia tidak mau kauantar?"

"Hm," Jayden kembali berdeham untuk menjawab.

"Temanmu cantik,"

"Hm," jeda sejenak, "benar." Ia menjawab dengan dehaman tetapi sekarang disertai gumaman pelan dibalik bungkaman sofa.

Sarah tersenyum kecil seraya membungkus rambut basahnya dengan handuk. "Tumben kau mengiyakan ketika aku mengatakan seseorang cantik. Biasanya kau akan menjawab, 'biasa saja."

Tidak ada sahutan. Kening sarah berkerut samar melihat gelagat anehnya. Jayden kadang memang lebih banyak bungkam. Tetapi kebungkamannya kali ini agak ganjil.

Tangannya kembali menepuk-nepuk bokongnya. "Ayo, anak nakal mama yang tampan. Cepat mandi dan kita ma,—"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Jayden menangkap pergelangan tangan Sarah membuatnya agak terlonjak. Dia menolehkan kepala ke samping meraup udara yang sempat tersendat sesak dibalik busa sofa. "Aku frustasi,"

"Huh?" Sarah mengernyit bingung tiba-tiba dia berkata seperti itu. Suaranya serak dan sepasang matanya sayu berwarna kemerahan. Dia tampak lelah atau mengantuk. Ia tidak yakin.

"Aku tidak tahu bagaimana membuatmu percaya bahwa aku lebih baik dari tunanganmu," Jayden mengubah posisi menjadi telentang. Kepalanya ia sandarkan di lengan sofa tanpa melepaskan cekalannya seraya tersenyum. "Kapan penantianku akan berakhir?"

Sarah sempat khawatir melihat Jayden tampak lemah sesaat lalu. Ia pikir ada hal lain yang mengganggunya. Ternyata alasan Jayden uring-uringan seperti ini karena dirinya. Well, ini bukan hal baru.

"Eden, bukankah kita berdua sudah sepakat mengenai ini? Kita sudah sama-sama tahu, kita tidak mungkin bersatu. Kau berhak mendapatkan wanita yang lebih muda darimu. Kau..."

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang