Chapter 31

73.1K 7.1K 2.9K
                                    

Hai, masih ada yang sudi menunggu?
5400 kata untuk menebus keterlambatan. 🙏🏻

Warning! Mengandung kata kasar.
Mulmed: The Words Christina Perri

Happy Reading



Suasana ramai dan bising yang memekakan gendang telinga memenuhi setiap penjuru arena basket Universitas. Deretan kursi dipenuhi oleh banyak mahasiswa dari kampus ini mau pun kampus lain yang memang sengaja datang untuk mendukung jagoan masing-masing dalam pertandingan yang diselenggarakan sabtu siang. Pertandingan yang semula dijadwalkan minggu kemarin mundur karena perbaikan di arena permainan dan berbagai alasan dari pihak penyelenggara.

Hampir keseluruhan suporter dari tim masing-masing menyerukan kedua nama tim hingga suara mereka saling berbenturan tidak terkendali ketika melihat beberapa pemain telah memasuki arena. Lima pemain cadangan The Rawrs mulai duduk di kursi yang telah disediakan disusul oleh empat pemain tetap yang membuat suara gemuruh penonton semakin menjadi-jadi. Kurang Jason yang belum sama sekali menampakkan batang hidungnya padahal permainan akan segera dimulai.

Syok, itulah raut yang terpeta pada sebagian wajah orang-orang yang mengenal sosok yang tengah digandeng mesra oleh salah satu kapten terbaik tim basket kampus ini. Melihat wanita cantik yang tampak begitu familiar itu ikut mendampingi, membuat beberapa gadis saling berbisik penasaran. Tidak sedikit pula pria yang melongo menikmati pemandangan itu.

Sarah. Dia lah sosok yang tidak bisa semua orang abaikan kehadirannya.

Wanita itu mengenakan tank top putih di atas pusar yang menampilkan perut ratanya dengan bentuk otot yang kencang, dilapisi jaket The Rawrs berwarna Merah dengan desain bordiran di belakang punggung warna putih. Tidak perlu dipertanyakan seberapa mempesona penampilannya saat ini hingga berhasil mengalihkan mata para pria ke arahnya. Tidak sedikit juga wanita yang ikut memandang takjub melihat tubuh proporsional yang dimiliki Sarah.

"Kakak Sarah, silakan duduk," Ucap Yuji sambil membersihkan tempat duduknya mempersilakan dengan usil setelah Jayden mengenalkan Sarah pada teman-temannya yang sudah siap mengulurkan tangan sedari ia masuk arena.

Sarah tersenyum ramah menampakkan kedua lesung pipinya, menyambut sikap berlebihan Yuji. "Terima kasih, Yuji."

Jayden menggelengkan kepala melihat tingkah menggelikan temannya tanpa mau berkomentar.

"No problem, Kakak. Apa sih yang nggak buat Kak Sarah." Dia tersenyum begitu lebar seraya meninju angin. "Kalau aja kita kenal lebih dulu," Lantas menoleh pada Jayden. "Lucky bastard!" Gerutunya sambil meninju bisep lengan Jayden.

Jayden membungkuk, kembali tidak merespon kicauan Yuji memilih menaikkan kakinya ke bangku dan mengencangkan tali sepatunya.

Sarah ikut membantu agar tali tersebut terikat dengan rapi. "Kamu semangat dong. Muka kamu kelihatan lesu gini." Ia menempelkan tangannya pada wajah Jayden untuk mengecek suhu. "Pagi ini masih muntah seperti kemarin-kemarin? Masih mual?"

"Iya." Jawabnya seraya mengembuskan napas kasar. Lalu menoleh pada Sarah. "Cuma nggak apa-apa. Jangan khawatir. Tadi sebelum berangkat, aku udah minum obat pereda mual." Meski kadang tidak berguna. Lanjutnya dalam hati jengkel. Ia tidak mengerti mengapa lebih dari seminggu ini ia terus-menerus muntah di pagi dan malam hari. Dua kali dalam sehari benar-benar menjengkelkan. Perutnya bergejolak mual pada jam-jam tertentu seolah memiliki jadwal tetap.

"Kita ke dokter deh mendingan. Obat-obatan seperti itu sudah nggak mempan. Kalau dikonsumsi terus-terusan, nggak bagus untuk tubuh. Apalagi tanpa resep dari dokter langsung."

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang