Chapter 8

79K 6.8K 333
                                    

Hai...
Siapa yang satnite nya mantengin Wattpad dan gak kemana-mana? Angkat tangannya! 🙌🏻 Kasihan... 😂
Ya uda, gpp. Sama kita. 😌😌

Happy Reading

"Nak, bekas lukanya udah hampir hilang." Suara Neneknya di sebelah Lovely membuat kedua matanya terbuka perlahan. Ia mengucek dan menoleh ke samping melihat satu jendela telah dibuka.

Kemudian Lovely menatap neneknya, tersenyum hangat. "Udah jam berapa?"

"Setengah delapan," Rasa dingin kembali terasa di pipi dekat rahangnya ketika sang Nenek mengoleskan salep penghilang bekas luka yang tidak pernah absen setiap pagi dan malam. Luka yang ia dapat enam tahun lalu dari kecelakaan itu.

Lovely mengangguk, mendesah pelan. Sudah satu minggu Lovely tidak kemana pun. Berbaring di tempat tidurnya tanpa melakukan apapun. Ia ingin menyembuhkan diri, sebelum kembali bekerja seolah tidak ada hal buruk yang terjadi. Meski ia tahu, hidupnya tidak sama lagi setelah semua yang terlewati bersama lelaki itu.

"Nak, kamu itu kenapa? Kalau ada apa-apa, bilang sama Nenek. Jangan apapun kamu simpan sendiri. Tidak banyak yang bisa Nenek bantu, tapi doa untuk segala keluh kesahmu akan Nenek panjatkan pada Tuhan agar semua yang menjadi resahmu dihilangkan." Suara hangat itu merasuki indera pendengaran Lovely. Lovely mendongak, hatinya bagai teriris mendengar semua ucapan tulusnya.

Mata sayu itu berkaca-kaca, dan setetes bulir bening jatuh membasahi pipi keriputnya, membuat isak tangis Lovely perlahan keluar dari bibir. Ia telah membuat malaikat tak bersayapnya lagi-lagi menitihkan airmata karena kelemahannya.

Lovely sedikit bangun mencondongkan tubuh dan berhambur ke dalam pangkuannya, mendekap perut Neneknya yang duduk di tepi ranjang dengan telaten mengobati bekas luka yang tertoreh di pipi setiap pagi, dan sekarang, ia mencoba mengobati luka pedih di hati.

Setiap pagi dalam minggu ini, tubuh ringkihnya tergopoh menaiki satu per satu anak tangga hanya untuk sekadar mengecek keadaannya. Memastikan bahwa ia baik-baik saja. Memerhatikan keadaanya yang tidak berdaya menutupi kehancuran jiwanya.

Mengapa ia jadi bersikap keterlaluan seperti ini? Bukankah seharusnya ia yang menjaga dan melindungi tubuh rentanya? Mengapa selalu tubuh renta itu yang mengurusi segala kesialan yang menimpa hidupnya?

"Love...Lovely nggak kenapa-napa. Maaf udah bikin Nenek khawatir. Maaf. Lovely baik-baik aja." Tersedu-sedu ia mencoba menenangkan sang nenek, bahwa ia baik-baik saja. Akan baik-baik saja.

Belaian lembut pada rambutnya terus dilakukan oleh tangan neneknya. Ini terasa nyaman. Ia memejamkan mata meredamkan tangisan.

"Nak, bekas luka ini sebentar lagi hilang. Kalau kamu mau, Nenek ada tabungan. Kita cek ke dokter kulit supaya bisa dibersihkan secara merata. Kamu nggak perlu lagi pake masker itu untuk menutupi kecantikan kamu setiap hari." Dan tangisan Lovely pun pecah semakin keras meraung mengerat mendekap perut rata Neneknya.

Neneknya begitu khawatir melihat keadaannya yang seperti ini. Ia tahu. Hanya maaf yang bisa ia katakan untuk semua kesialan yang terjadi dan membuatnya tak berdaya seperti ini. "Maafin aku, Nek. Maafin aku." Ia menggeleng sambil terisak, "nggak perlu. Aku baik-baik aja. Maaf udah bikin khawatir. Maaf,"

"Kenapa nggak perlu? Nenek ingin lihat kamu tanpa masker itu. Supaya kamu bisa foto-foto seperti anak muda yang ada di tivi. Sambil senyum memperlihatkan deretan gigi putih kamu."

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang