Chapter 1

225K 10.6K 472
                                    

Haii... akhirnya bisa posting cerita baru. Anggap aja ini pembukaan. Pendek banget. Cuma nge-tes doang 🌚🌚 Aku masih lumayan agak ribet. Cuma kalo gak dipaksain posting bagian pertama, takut molor lagi sampe 2 bulan mendatang. Belum ada mood nulisnya 😂😂


Happy reading

Suara sorakan para mahasiswa menggema menyemangati tim basket mereka yang saling memperebutkan bola untuk dimasukan ke keranjang lawan. Seluruh pemain telah dibanjiri keringat, namun kekuatan bermain mereka masih stabil meski deru napas mulai tersenggal tidak beraturan. Babak terakhir permainan hari ini, dan kemenangan akan disandang setelahnya oleh salah satu tim.

The Rawrs. Nama dari klub basket jagoan kampus melakukan serangan tanpa henti agar bisa keluar sebagai pemenang. Poin mereka telah unggul cukup jauh dari lawan. Hanya perlu mempertahankan tetap di angka itu sampai waktu permainan yang kurang dari lima menit itu berakhir.

"Jayden Oppa... Ayo masukin, masukin!" teriak seorang perempuan muda sambil mengangkat-angkat papan bertuliskan nama salah satu pemainnya.

Bahu wanita itu disenggol kasar oleh perempuan seksi di sebelahnya. Dengan sinis, dia berkata, "Lo pikir dia kakek-kakek pake acara panggil Opa segala! Ngomong dijaga, ya. Masukin, masukin, apa maksud lo?! Udah, sana minggir." Sambil mendorong hingga perempuan malang itu hampir terjungkal ke depan.

Mengalah. Perempuan itu langsung bergerak ke bangku belakang. Malas jika harus beradu mulut dengan perempuan yang selalu dipuja banyak pria tapi kelakuan seperti medusa. Apalagi setahunya, Clara—memiliki grup popular sendiri di kampus mereka, termasuk Jayden. Kapten basket yang sekarang namanya tengah diserukan hampir semua orang di sana karena berhasil menambahkan poin di menit terakhir dan membawa timnya berhasil keluar sebagai pemenang.

"Anjirrr... menang lagi!" seru Clara melambaikan tangan dengan antusias ke arah Jayden sambil berlarian menuruni anak tangga hendak menghampiri. "Kesayangan gue emang oke..."

"Hot gila, Jay!" Ucap teman di sebelah Clara bernama Flo.

"Mine!"

Jayden membuka headband dan kaosnya yang telah dibanjiri keringat sambil bertos ala pria dengan sesama tim basketnya, dan mau tidak mau harus berbaur dengan beberapa wanita yang minta foto entah untuk alasan apa. Padahal ia bukan selebriti. Ini berlebihan. Sebagian dari mereka mengambil fotonya secara candid, dan beberapa meminta—yang langsung ia tolak.

"I'm not a celeb." Ucapnya setiap kali dimintai foto.

"Congratulation, boo!" Seru Clara tanpa aba-aba memeluk tubuh Jayden yang bermandikan keringat. Hanya dia yang berani menerjang membuat sebagian perempuan merasa iri. Clara berjinjit sebab Jayden sangat tinggi. Diperkirakan tingginya sekitar 185 sentimeter dengan tubuh berotot yang pas.

"Woo... get a room lah kalian." Teman-temannya berseru. Jayden melepaskan lengan Clara di lehernya tanpa segan meski sekarang mereka menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Gue mau mandi. Keringetan nih," Dengan susah payah ia keluar dari kerumunan teman-temannya yang belum selesai menumpahkan rasa girang. Jason menyusul—berjalan bersisian sambil mengelap keringat dengan handuk yang diberikan oleh perempuan yang tidak diketahui namanya.

"Si Clara pasti langsung positif itu tadi. Mukanya pas meluk lo kayak lagi di puncak birahi. Merem-melek. Harusnya lo jangan lepasin dulu. Biar klimaks." Celetuknya. Jayden tidak menggubris, sudah biasa mendengar celotehan kotor temannya mengingatkan dia pada seseorang.

Ia menyampirkan kaus di bahu tetap berjalan melewati para mahasiswi yang menatapnya mupeng. Ia bertelanjang dada mempertontonkan tubuh atletisnya dengan percaya diri. Suara Clara dan perempuan lainnya pun masih terdengar jelas sedang membicarakan bagian-bagian tubuhnya yang tadi sempat perempuan itu raba. V-line yang luar biasa, bisep lengan yang kekar nan keras, dan abs di perutnya yang tercetak hampir delapan bagian.

"Gerah gue." Tukas Jayden jengah.

"Lo serius nggak tertarik sama dia, Jay? Lumayan tuh, icip dikitlah."

Jayden tersenyum tipis. "Seksi sih. Cuma belum nge-klik." Seperti pria normal lainnya, penilaian dia mengenai Clara, hanya satu kata. Seksi.

"Yaelah, tinggal pelorotin celana doang pake acara ngeklik segala."

"Sesat lo!" Sambil mengacak rambutnya sendiri yang sudah basah oleh keringat. "Ngomong-ngomong, anak-anak mau pada kemana abis ini?"

"Katanya mereka mau ngerayain di kelab biasa malam ini. Gara-gara lo, gue gak bisa ikut fotoan dulu pamerin di instagram tim kita juara lagi."

Mereka sampai di dalam kamar mandi pria yang tidak begitu jauh dari lapangan basket. Jayden meletakkan kaus serta celananya di loker, bertelanjang memasuki salah satu bilik untuk membasuh tubuh.

"Mubazir itu, Jay, punya lo. Gelantungan aja kayak gitu, nggak dimanfaatin sama sekali."

"Minta dijahit banget itu mulut." Mereka saling sahut-sahutan sambil mandi. "Bilang ke anak-anak, jangan di kelab. Gue laper. Cari restoran aja."

"Bilang aja ke Clara, 'gue laper'. Paling dia nanti bawain. Atau lo bikin snapgram aja. Langsung ngacir semua ke kantin itu fans garis keras lo."

Pembicaraan tidak bermutu mereka berlanjut dengan masing-masing kepala yang dipenuhi busa shampo.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang