Mohon koreksinya jika banyak kata rancu, typo atau kurang enak dibaca. Chapter ini hanya dibuat kurang lebih 3 jam 😂😂
Happy Reading
Lovely menghela nafas berat ingin menolak, tapi tidak mampu mengutarakan. Sementara ia tahu, siapa lagi yang pertama dipikirkan oleh para pekerja lain ketika datang pada hal-hal ini. Mengantar pesanan. Ia sangat berharap, restoran ini tidak menyediakan layanan semacam ini. Seharusnya memang tidak ada. Tidak perlu. Tapi karena pembeli membayar uang lebih entah berapa, pengantaran ini harus terjadi. Dan ia yang jadi sasarannya.
Kebanyakan dari mereka pura-pura tidak mendengar atau dengan gesit berlarian entah kemana. Iya, dia tidak mampu melakukan itu. Dan sekarang, hampir semua dari mereka sok sibuk dengan urusannya. Termasuk mengabsen daftar harga pada pengunjung padahal sudah tertera dengan sangat jelas di daftar menunya di meja masing-masing.
Ia mengamati chef di dapur yang sedang merapikan ramen ke dalam box khusus untuk diantar sesuai keinginan pelanggan. Dengan lemas mau tidak mau harus mengantar ke alamat yang tertera di kartu nama—tunggu, Lovely membulatkan mata. Ia mendekatkan kartu alamat itu yang tadi diserahkan padanya. Membenarkan letak kacamata, Lovely mulai membacanya dalam hati dengan kening berlipat.
Kartu ini berwarna hitam dengan tulisan warna keemasan. Di sana tertera nama tempatnya, alamat lengkap, plus nomor telepon. Gunanya ini untuk apa? Lovely melarikan matanya mencari ke sekeliling keberadaan sang manajer, tapi tidak ada dalam radar pandangan. Ia kembali mengamati kartu itu.
The Exclusive Club
Club? Apa manajernya salah memberikan kartu alamat si pemesan? Mana mungkin di club. Yang benar saja. Rasanya mustahil di dalam club memakan ramen. Meski ia tidak pernah sekalipun datang ke tempat semacam itu, tapi logika saja. Orang gila mana yang akan melakukannya? Lalu setahunya, club biasanya memiliki aturan pengamanan yang cukup ketat. Apa mungkin ia bisa masuk begitu saja dengan satu mangkuk menu yang tengah dipersiapkan?
Ia menurunkan maskernya sampai ke bawah hidung, tapi masih menutupi mulutnya dan sebagian wajah.
"Chef, ini...diantar ke kelab?" tanya Lovely memastikan.
"Iya. Itu pesanan 4 cowok di depan tadi. Kayaknya ada temennya yang mau, cuma gak ada yang mau bawa katanya takut bau di dalam mobil."
Deg...
Rasanya jantung Lovely terjun bebas ke perut. Jadi para manusia yang sungguh merepotkan itu teman satu kampusnya. Skip. Bukan teman. Tapi orang yang kebetulan kuliah di kampus yang sama? Aduh, tadi saja dia malas harus berurusan dengan mereka. Dan sekarang, ia harus datang ke kandang para orang kaya? Para geng popular untuk mengantarkan pesanan? Lovely meringis dalam hati. Bibirnya sudah terbuka ingin protes, tapi kembali dikatupkannya.
Baik, ia yakin tidak akan ada yang mengenalnya. Ia hanya remahan rengginang yang kebetulan masuk kaleng khong guan saat ia berada di tengah-tengah mereka. Tampaknya ia akan terlihat seperti itu. Pendeskripsian yang apa adanya.
Chef itu menempatkan ke tempat semacam pembungkus dari bahan kain agak tebal setelah merapikan box ramennya agar panasnya tidak menguap selama di perjalanan.
"Tadi kata Pak Manager, telepon aja ke nomor ini," Chef menunjuk ke salah satu nomor yang tercantum dari 3 nomor. "Namanya Yuji. Dia anak pemilik kelabnya. Cukup bilang mau antar ramen untuk Yuji. Kamu udah bisa masuk."
"Kata siapa?"
"Kata saya 'kan tadi?"
Lovely mengibaskan tangan. "Maksudku, kata siapa bisa kayak gitu? Aku kasih ke penjaga bisa langsung pulang, atau...harus masuk?" Semoga tidak perlu masuk. Semoga tidak perlu masuk. Ia harap doanya kali ini kembali didengar semesta seperti doanya satu jam yang lalu saat ia ingin menghindar dari para geng pria popular itu. Karena dua mangkuk pesanan mereka diantar oleh dua pelayan. Rasanya tidak perlu sampai dua orang yang mengantar. Tapi seperti biasa, mereka sedang mencari perhatian. Tahu gitu, ia hanya perlu memberitahu bahwa ada pengunjung tampan supaya mereka saja yang berbondong-bondong antar. Tidak perlu dirinya yang mengantar dan akhirnya harus menerima tatapan aneh dari ke 4 pasang mata mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Stars
RomanceLOVELY ARIANA. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa sang Ayah, hidupnya dihabiskan lebih banyak di rumah atau di kampus dengan jadwal dua kali seminggu. Ia tidak suka bersosialisi. Ditambah, cacat pada kakinya karena kecelakaan itu membuat hampir s...