Hai, udah kangen belum? 5,500 kata nih 😂 keram tangankuh. Chapter masih fresh baru kelar. 😎
Mulmed: Jung Seung Hwan If it is You
✨Happy Reading✨
Jayden menggeliat di atas tempat tidurnya. Ia membuka mata sedikit demi sedikit menyesuaikan cahaya yang menembus netra. Gorden kamar yang memang tidak pernah ia tutup sepenuhnya membuat matahari pagi ikut serta menerangi temaramnya ruangan. Pemandangan pagi di luar tampak padat diisi deretan gedung-gedung menjulang tinggi yang terlihat menakjubkan.
Belum beberapa menit matanya terbuka dan kesadaran baru terkumpul seluruhnya, lambungnya sudah serasa diporak-porandakan di dalam. Seperti perang yang terjadwal dengan baik untuk menghancurkan suasana paginya yang tidak pernah menyenangkan akhir-akhir ini. Ia menutup mulut segera mengentakkan selimut yang membungkus tubuh telanjangnya kecuali boxer hitam yang menutupi bagian bawah. Ia lompat dari ranjang dan berlari cepat ke kamar mandi tidak jauh dari tempat tidur.
Sedikit membungkuk, ia mengeluarkan sisa makanan yang ditelan tadi malam. Sialan. Lagi-lagi muntah layaknya orang ngidam. Sungguh, ini terasa begitu menjengkelkan!
Sambil mengusap perut, wajah Jayden hanya tertunduk pada kloset duduk berharap segera berakhir rasa mualnya pagi ini.
Pintu kamar mandi dibuka. Jayden mengangkat wajah, terkejut melihat dia sudah berada di apartemennya sepagi ini. Sarah menghampiri dan memijit tengkuk Jayden dengan lembut.
"Eden, kita ke dokter ya? Ini aneh loh kamu setiap hari kayak gini terus. Supaya diperiksa penyebabnya itu kenapa." Sarah berdiri, mengambil minyak angin di laci nakas kamar mandi.
Jayden ikut berdiri ketika dirasanya mual yang melanda telah usai, kemudian berjalan menuju wastafel dan membasuh wajahnya. "Nggak usah, Sa. Aku baik-baik aja."
"Bandel kamu tuh," tukas Sarah seraya menyentil pelan telinga Jayden. Ia lalu membuka tutup minyak angin dan mendekatinya hendak membaluri perut Jayden, namun segera ditahan. "Kenapa?"
"Aku mau mandi dulu. Nanti aja kalau kerasa mual lagi." Jayden tersenyum usil. "Aku bau nih. Aku nggak mau buat pacar aku malah pingsan."
Ya. Mereka telah resmi berpacaran. Setelah pengakuan menggegerkan hari itu di pertandingan, Sarah menerima cintanya. Jangan tanya bagaimana perasaannya. Ia ... merasa lega. Sekian tahun mengharapkan cinta dia bak pungguk merindukan bulan, akhirnya hari ini datang juga. Momen yang paling diharapkan dalam hidupnya terwujud meski ada hati yang terluka karena drama yang dipertontonkan di tengah sorotan banyak mata.
Menyamarkan rasa sesak yang kadangkala menikam, Jayden menutupi itu dengan senyuman dan belaian lembut pada rambut pirang kekasihnya. Mau bagaimana lagi? Sarah butuh untuk diyakinkan bahwa hatinya memang hanya terpaut olehnya. Toh, dari awal Lovely memang sudah setuju untuk membantu. Meski tetap saja ia tidak seharusnya membuat dia malu.
Brengsek. Mengapa ia harus menyeret Lovely ke dalam pengakuan itu?!
Sarah memukul lengan Jayden tersipu malu seperti anak ingusan yang baru dilanda kasmaran. Sekaligus, menyadarkan Jayden agar berhenti berpikiran terlalu banyak mengenai segala kekacauan. Ia bisa minta maaf pada Lovely dan berusaha menjelaskan semuanya. Ia bisa memperbaiki keadaan pertemanan mereka berdua mengingat neneknya masih dapat dihubungi dan bisa diajaknya bicara. Tujuan utamanya telah selesai—membuat Sarah membalas perasaan cintanya.
"Lebay kamu. Status ini sekarang jadi bahan ocehan teman-teman sekampusku dulu. Mereka bilang aku pacaran sama brondong. Banyak sekali foto yang tag kita di instagram. Terutama cewek-cewek muda, sepertinya para mahasiswi dari kampus kamu deh." Sarah diam sebentar, menatap Jayden lebih redup. "Terus sama ... foto Lovely. Mereka pasang foto dia juga di sana." Disusul helaan napas beratnya. "Jujur, aku jadi nggak enak sama dia. Lovely dijadikan bahan gosipan mereka. Mereka ngejelekin dia gara-gara aku. Aku udah coba hubungi mereka semua untuk hapus postingan itu. Tapi, ada saja yang nggak dengar. Mungkin kamu bisa coba bicara sama mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Stars
Storie d'amoreLOVELY ARIANA. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa sang Ayah, hidupnya dihabiskan lebih banyak di rumah atau di kampus dengan jadwal dua kali seminggu. Ia tidak suka bersosialisi. Ditambah, cacat pada kakinya karena kecelakaan itu membuat hampir s...