Chapter 23

70.8K 6.5K 439
                                    

Hi... Mohon koreksinya kalau ada kata rancu ya. Lelah sekalee hayati hari ini. Kerjaan menjelang lebaran itu luar biasa mengurass tenaga dan pikiran 😫😫


Happy Reading



"Nak, kamu yakin mau ikutan mendaki ke gunung?" Entah sudah keberapa kali pertanyaan yang sama terlontar dari bibir neneknya sejak semalam.

"Iya, Nek. Aku yakin. Aku udah mikirin risikonya selama satu minggu ini. Dokter Dharma juga sudah ngebolehin." Lovely pun tak hentinya meyakinkan sang nenek bahwa ia akan baik-baik saja jauh dari rumah.

Saat ini, mereka berdua sudah berada di ruang tamu lantai bawah sedang merapikan ransel besar mengecek sekali lagi barang yang akan dibawa Lovely ke salah satu desa terpencil yang berada di Bandung Utara. Tadinya Sukabumi adalah tempat yang akan mereka kunjungi, namun ketua Organisasi tiba-tiba mengubah destinasi mereka dengan alasan Bandung mendapatkan suara terbanyak dari para mahasiswa yang ikut bergabung. Selain karena pendakiannya mudah untuk pemula, view-nya pun tidak kalah menakjubkan dengan pemandangan alam serta rangkaian perbukitan yang indah. Terdapat beberapa air terjun juga di dalamnya.

"Kamu pikir-pikir dulu, Nak. Mumpung masih ada waktu dua jam lagi sebelum keberangkatan," Neneknya mengusap dadanya. "Jujur, nenek khawatir sekali kamu ikutan ke sana. Kamu nggak pernah kemana-mana, apalagi ke hutan gini." Mira berucap lemah sambil menutup ritsleting ranselnya.

Lovely memeluk Mira, mengusap punggungnya dengan lembut berusaha menenangkan rasa khawatir yang mendera hati neneknya. Mungkin ini agak berlebihan kekhawatiran yang diberikan neneknya bagi anak seusianya jika dalam keadaan fisik yang normal. Tapi lain halnya dengan Lovely. Dia berbeda dari mereka.

"Di sana ada Jayden. Terus ketua tim yang mengadakan acara ini juga ramah dan baik banget. Doain aja Lovely pulang dengan selamat." Lovely menguraikan pelukan tersenyum ceria. Ia senang bisa bepergian ke daerah pegunungan seperti ini, meski malah membuat neneknya khawatir setengah mati. "Nek, tulang kaki Lovely memang harus lebih sering dibawa jalan. Supaya ototnya nggak kaku kata Dokter Dharma. Nenek bisa tanyain langsung kalau nggak percaya," 

Mira menghela napas panjang. "Ya sudah. Kamu hati-hati saja pokoknya. Semua perlengkapan sudah ada di dalam. Makanan ringan, pakaian hangat, obat-obatan, selimut dan tenda sudah Jayden bawa ke mobil tadi." Bibir keriputnya menyunggingkan senyum hangat. "Jayden anak baik. Dia bilang, semua perlengkapan itu nanti dia yang bawa. Kamu cukup bawa ransel ini aja. Jangan yang berat-berat,"

Lovely mengangguk, tahu betul bahwa Jayden tidak akan membiarkannya mengangkut semua barang itu seorang diri.

"Aku jalan," Lovely mencium pipi neneknya, keluar dari rumah. Jayden sudah menunggu Lovely di gerbang, mereka berdua berpamitan melambaikan tangan pada Mira.

***
Bus besar berwarna putih telah terparkir manis di depan gerbang Universitas setibanya Lovely dan Jayden di sana. Para mahasiswa yang ikut bergabung telah ramai memenuhi sekitaran bus bersama dengan para sahabatnya dengan tas jinjing masing-masing. Tidak disangka, rencana hanya menggunakan bus kecil yang bermuatan 15 sampai 20 orang saja, melonjak jadi berkapasitas 40 orang. 25 wanita dan sisanya pria. Itu pun yang ikut mendaftar mencapai 135 orang yang akhirnya ditolak karena kapasitas tidak mencukupi meski ada yang rela menawarkan dan menyewa bus pariwisata lain agar bisa ikut meramaikan acara kemah itu.

Begitu pun dengan Lovely yang sedang mengamati ke depan, terkejut melihat banyaknya mahasiswi yang ikut ke sana. Saat ia mendaftar seminggu lalu, seingatnya hanya empat perempuan yang bergabung.

Tidak jauh dari bus yang terparkir, dua mobil sedan berisikan 5 perempuan membuat bola matanya hampir menggelinding keluar. Ia pikir mereka tidak akan ikut serta mengingat ocehan tidak menyenangkan mereka tempo hari saat di kelas mengenai rencana perkemahan ke hutan ini.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang