Chapter 17

79.7K 7.2K 745
                                    

Wahhh... 2 minggu nggak main ke lapak ini. Adakah yang masih nunggu? 😭

Maaf banget ya guys. Kerjaanku lagi full banget cuy. Agak sulit nyuri waktunya. Kemarin ditambah aku lumayan sibuk juga direvisian Callia. Baru selesai dua hari lalu akhirnyaaa 😍😍 Sekarang kalau ada waktu, udah bisa langsung nulis ini 💪🏻👌🏻

Warning: Mengandung kata-kata kasar!

Warning: Ncan sedang lapar.

Rasa bisa datang kapan saja tanpa kau sadari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Rasa bisa datang kapan saja tanpa kau sadari. Meski kau coba sangkal, tetap, hatimu tidak bisa begitu saja kau bohongi.

Happy Reading




Sambil memijit pangkal hidungnya, Jayden melewati beberapa mahasiswi yang tengah berbincang dengan teman-temannya. Pandangannya menatap lurus ke depan sambil sesekali menoleh ke sekeliling mencari keberadaan ketiga sahabatnya terutama Jason di sekitar sini guna berniat meminjam mobil dan pulang dulu ke apartemennya untuk berganti pakaian.

Dalam beberapa hari ini, ia kesulitan tidur sehingga kepalanya agak terasa pening. Kurang dari dua jam saja ia bisa tenang menutup mata. Setelah itu, terjaga sampai pagi menyambut. Ditemani dua sampai tiga gelas kopi, ia memilih mengerjakan semua tugas penelitiannya agar segera terselesaikan serta bisa lulus tahun ini, daripada termenung tidak jelas di beranda kamar diselimuti sepi.

Pada siang hari, ia kadang agak kesulitan berkonsentrasi. Apalagi mengingat ada keberadaan Lovely. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kedekatan mereka. Walaupun, ya... Lovely masih memperlakukannya dengan dingin. Tidak masalah. Toh, kesalahannya memang fatal.

"Kak Jayden..." seseorang memanggil dari belakang. Jayden tidak menggubris berusaha menulikan pendengaran. Jika sangat penting, pasti orang itu akan menyusul. Bajunya sudah basah, begitu pun dengan rambutnya. Ia hendak menuju loker untuk mencari pakaian ganti. Semoga saja tersedia.

Suara ketukkan sepatu dapat ia dengar di belakang tubuhnya.

"Kak, ini ada titipan dari Kak Clara," Tersengal-sengal seorang perempuan berambut pendek itu menyerahkan sebuah kantong plastik bening berisi roti dan satu kotak susu. "Dia katanya lagi ada kelas. Jadi..."

"Makan aja sama lo. Gue bisa beli sendiri." Ketus Jayden. Hanya mendengar namanya saja sudah berhasil memancing emosinya.

"Tapi, Kak, dia bilang harus sampe keterima." Raut wajah perempuan itu berubah suram.

"Lo pembantu dia?"

"Ya bukan."

"Lalu, buat apa?"

"Buat dimakan seharusnya."

"Ya udah, kalau gitu makan sama lo."

"Buset ngomongnya kotaan banget. Elo-elo gue-gue." Perempuan bergaya agak tomboy itu bergumam, kemudian mengangkat kantongnya. "Ya udah, gue makan ya. Thanks loh bro. Nama gue Jacky by the way." Perempuan itu melambaikan tangan. "Dadah!" Lalu berlalu setelahnya dengan langkah lebar. Persis seperti seorang pria.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang