Chapter 10

76.1K 7.3K 356
                                    

Mohon koreksinya jika ada typo atau kata yang tidak nyambung bertebaran. *Unedited*

Happy Reading

Lovely segera masuk ke kamar setelah selesai dengan ritual mandinya yang boleh disebut sangat apa adanya. Dua ember kecil air sungguh menentukan segalanya. Gara-gara itu, ia jadi bertemu dengan pria yang paling ia hindari di muka bumi ini.

Ia menggeret kursi dan menghempaskan bokongnya di sana memikirkan kilasan kejadian tadi bersama Jayden dan Ibunya. Kakinya agak lemas. Jika dipikir, tadi sangat memalukan. Ia yakin pasti mereka berdua menganggap dirinya aneh.

Lovely mengambil ponselnya di meja menyalakan—berniat mengecek sudah pukul berapa, dan berbagai notif via SMS dan missed call bertengger di depan layar beruntunan muncul.

Hai...

Hai, aku Jayden. Kamu apa kabar?

Seperti petir di siang bolong yang baru saja menyambarnya, jantung Lovely terjun bebas ke perut untuk ke sekian kalinya pagi ini. Ia terhenyak. Gila saja semua kejutan bertubi-tubi ini. Dia yang tiba-tiba datang menghampiri saat di depan, dan sekarang entah angin topan dari arah mana, dia menelepon dan mengiriminya begitu banyak pesan. Ini...terlalu mendebarkan. Nomor yang dari semalam menghubunginya ternyata nomor si pemerkosa itu!

Jayden? Bagaimana bisa dia tahu nomor ponselnya? Good lord...

Mulutnya terbuka kecil dengan mata membulat membaca pesan yang dikirimnya.

Ana, atau L kah nama kamu? Bisa angkat teleponnya? Kita perlu berbicara. Atau, maukah sebentar aja kita ketemu? Kamu di mana? Biar aku yang datang.

Kejadian malam itu, aku nggak tahu harus memulai dari mana. Aku tahu kamu benci aku. Tapi dengan bertemu, mungkin kita bisa menyelesaikan semuanya? Pagi ini aku ada meeting, bagaimana dengan nanti sore? Alamat kamu dikanal?

Dimana*

Lovely buru-buru meletakkan ponselnya di meja tidak ingin lagi membaca semua kalimat yang tertera di sana. Semakin dibaca, semakin melilit perutnya.

Ia dengan cepat mengenakan pakaian untuk berangkat ke kampus dan meraih tas ranselnya tidak memedulikan ponsel yang sengaja ia tinggal di atas meja.

Tidak lebih dari satu menit, ia kembali masuk ke kamar lagi dan dengan tidak ada kerjaannya, ia memasukan ponsel ke saku celana. Ingat, bukan karena seorang Jayden ya. Ponsel memang penting untuk dibawa 'kan?

Iya, bukan karena ada pesan dari Jayden di dalamnya.

***
Lovely tidak bisa fokus. Selama kelas berlangsung saat dosen mengemukakan berbagai penjelasan, ia tidak terlalu mendengarkan ucapannya. Dan sampai kelasnya berakhir pun, tidak banyak yang bisa terserap dengan baik di otaknya.

"Vel, aku seneng banget kamu ngambil kelas biasa." Seru Dellia di sebelahnya seraya memeluk tubuh kecil Lovely.

Lovely mengedikkan bahu, "Nenek mau aku ambil kelas normal biar cepet lulus katanya."

Dellia mendongak dan menguraikan pelukan. "Kamu nggak ngasih tahu aku dulu. Asli, kaget banget kamu tadi tiba-tiba masuk. Apalagi tanpa pake masker gini."

Lovely tersenyum getir. Ia ingat saat pertama kali masuk tadi ke kelas, semua mata tertuju padanya. Dan mereka saling berbisik saat ia berhasil mendaratkan bokong di kursi mahasiswa berbaur dengan mereka. Apa begitu sulit untuk memandang dirinya sebagai manusia normal pada umumnya? Atau jika terlalu sulit, ia tidak apa jika kehadirannya dianggap tidak ada.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang